Pontianak (Antara Kalbar) - Anggota Komisi III DPR RI Erma Suryani Ranik menilai, menghidupkan Dewan Pengawas untuk Komisi Pemberantasan Korupsi, akan berdampak membunuh lembaga antirasuah tersebut secara kelembagaan.
Membunuh dengan cara menghidupkan lembaga dewan pengawas, yang dipilih dan diangkat oleh presiden. Dewan pengawas ini, kemudian akan memiliki kewenangan menyetujui atau tidak menyetujui usulan penyadapan dan penyitaan yang diajukan oleh KPK, kata Erma Suryani Ranik, saat dihubungi di Pontianak, Rabu.
"Siapa yang bisa menjamin, seorang presiden bisa tidak memiliki kepentingan politik untuk melindungi kelompok atau partainya yang berkuasa agar tidak terkena proses penegakan hukum oleh KPK?" katanya setengah bertanya.
Menurut dia, Fraksi Demokrat DPR menyadari bahwa empat poin penting dalam isu revisi UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, adalah hal yang penting dan berpotensi untuk terjadi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) di kalangan internal KPK.
"Tetapi kami mengharapkan poin-poin tersebut dibahas dan menjadi SOP (standart operating procedure) yang dibahas bersama oleh KPK dan Komisi 3," kata anggota Fraksi Demokrat tersebut.
Empat poin dimaksud, menyangkut kewenangan KPK menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), pembentukan dewan pengawas KPK, pembatasan penyadapan oleh KPK, dan penyidik independen.
Menurut dia lagi, Fraksi Demokrat tetap dalam posisi menolak Revisi UU KPK. Selain itu, anggota-anggota Fraksi Demokrat tidak pernah menjadi pengurus revisi UU tersebut di Badan Legislasi DPR. "Karena itu kami tetap dalam posisi kami, menolak revisi," imbuhnya.
Adanya usulan daftar revisi yang beredar di Badan Legislasi DPR, setelah diklarifikasi, menurut dia, ternyata merupakan usulan daftar dari presiden (pemerintah).
"Draf tersebut menurut saya bukan hanya berpotensi memperlemah tapi bahkan membunuh KPK secara kelembagaan," katanya mengingatkan.
Karena itu, ia mengimbau Presiden Joko Widodo mencontoh komitmen dukungan penuh dari Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono terhadap institusi KPK.
"10 tahun berkuasa, SBY konsisten mendukung KPK meskipun orang-orang terdekat beliau menjadi korban penegakan hukum KPK," kata anggota DPR RI tersebut.
Sementara sebelumnya, Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR, Edhie Baskoro Yudhoyono menegaskan fraksinya tetap menolak revisi Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK karena akan berdampak pelemahan institusi pemberantasan korupsi tersebut.
Ia mengatakan pernyataan sikap Partai Demokrat secara resmi akan disampaikan melalui pandangan fraksi dalam sidang paripurna DPR yang dijadwalkan pada Kamis (18/2).
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016
Membunuh dengan cara menghidupkan lembaga dewan pengawas, yang dipilih dan diangkat oleh presiden. Dewan pengawas ini, kemudian akan memiliki kewenangan menyetujui atau tidak menyetujui usulan penyadapan dan penyitaan yang diajukan oleh KPK, kata Erma Suryani Ranik, saat dihubungi di Pontianak, Rabu.
"Siapa yang bisa menjamin, seorang presiden bisa tidak memiliki kepentingan politik untuk melindungi kelompok atau partainya yang berkuasa agar tidak terkena proses penegakan hukum oleh KPK?" katanya setengah bertanya.
Menurut dia, Fraksi Demokrat DPR menyadari bahwa empat poin penting dalam isu revisi UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, adalah hal yang penting dan berpotensi untuk terjadi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) di kalangan internal KPK.
"Tetapi kami mengharapkan poin-poin tersebut dibahas dan menjadi SOP (standart operating procedure) yang dibahas bersama oleh KPK dan Komisi 3," kata anggota Fraksi Demokrat tersebut.
Empat poin dimaksud, menyangkut kewenangan KPK menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), pembentukan dewan pengawas KPK, pembatasan penyadapan oleh KPK, dan penyidik independen.
Menurut dia lagi, Fraksi Demokrat tetap dalam posisi menolak Revisi UU KPK. Selain itu, anggota-anggota Fraksi Demokrat tidak pernah menjadi pengurus revisi UU tersebut di Badan Legislasi DPR. "Karena itu kami tetap dalam posisi kami, menolak revisi," imbuhnya.
Adanya usulan daftar revisi yang beredar di Badan Legislasi DPR, setelah diklarifikasi, menurut dia, ternyata merupakan usulan daftar dari presiden (pemerintah).
"Draf tersebut menurut saya bukan hanya berpotensi memperlemah tapi bahkan membunuh KPK secara kelembagaan," katanya mengingatkan.
Karena itu, ia mengimbau Presiden Joko Widodo mencontoh komitmen dukungan penuh dari Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono terhadap institusi KPK.
"10 tahun berkuasa, SBY konsisten mendukung KPK meskipun orang-orang terdekat beliau menjadi korban penegakan hukum KPK," kata anggota DPR RI tersebut.
Sementara sebelumnya, Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR, Edhie Baskoro Yudhoyono menegaskan fraksinya tetap menolak revisi Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK karena akan berdampak pelemahan institusi pemberantasan korupsi tersebut.
Ia mengatakan pernyataan sikap Partai Demokrat secara resmi akan disampaikan melalui pandangan fraksi dalam sidang paripurna DPR yang dijadwalkan pada Kamis (18/2).
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016