Pontianak (Antara Kalbar) - Anggota MPR RI, Erma Suryani Ranik meminta pendapat langsung dari tokoh agama dan masyarakat sebagai bahan masukan dalam pembahasan rencana Reformasi Sistem Pembangunan Nasional dengan Model Garis-garis besar haluan negara (GBHN).
"Pertemuan hari ini saya lakukan untuk mendengar langsung bagaimana pendapat dari tokoh agama Nasrani yang ada di Kalbar terkait rencana Reformasi Sistem Pembangunan Nasional dengan Model GBHN," kata Erma Suryani Ranik, dalam diskusi mengenai GBHN di Pontianak, Jumat.
Dia menjelaskan, wacana digunakannya kembali GBHN sebagai dasar pembangunan negara dinilai sebagai suatu langkah mundur bagi kemajuan bangsa ini.
Karena, menurutnya, ada beberapa hal yang tidak lagi relevan dari GBHN jika diterapkan kembali saat ini. Di antaranya adalah penerapan GBHN akan mematahkan proses demokrasi yang saat ini sudah berjalan dengan baik.
"Karena, jika itu diberlakukan kembali, maka untuk proses pemilihan presiden, masyarakat tidak lagi memiliki hak suara karena akan dipilih langsung oleh anggota MPR. Sementara saat ini, MPR bukan lagi pemegang kekuasaan tertinggi dari negara. Selain itu, pada GBHN, kepala daerah (gubernur, bupati/wali kota) bahkan presiden sekalipun tidak akan leluasan dalam menetapkan skala prioritas dalam menjalankan tugasnya," katanya menjelaskan.
Hal tersebut menurutnya justru sangat bertolak belakang dengan proses demokrasi yang sudah berjalan saat ini.
Dia mengatakan, memang ada beberapa pihak mengungkapkan kelemahan dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional yang dinilai tidak kuat karena antara menteri yang satu dengan menteri yang lain tidak saling mendukung. Seperti jika ada pergantian menteri, maka akan berganti juga program kerja menterinya.
"Saya pikir bukan salah pada RPJP itu, melainkan bagaimana peran presiden bisa meminimalisir hal itu dan buktinya di zaman Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) jadi presiden, tidak ada menteri yang jalan sendiri-sendiri. Apalagi ada menteri yang sampai menentang presiden dan wakil presiden seperti saat ini," tuturnya.
Terkait hal itu, pihaknya mencoba mencari masukkan dari masyarakat langsung. Dia mencoba mendengar langsung pendapat dari tokoh agama Kristen, terkait hal itu.
"Karena dalam membuat suatu kebijakan, Partai Demokrat selalu mengedepankan suara masyarakat. Sehingga dari hasil pertemuan dengar pendapat hari ini, saya bisa mendapat beberapa masukkan dalam mengambil keputusan partai yang tentunya ini akan saya sampaikan pada Fraksi saya di MPR," kata anggota Fraksi Demokrat DPR RI itu.
Di tempat yang sama, Sekretaris Persatuan Gereja Indonesia (PGI) Kalimantan Barat, Pdt. Lemon Adi Sukardi mengatakan, pertemuan yang dilakukan pada hari ini membawa manfaat besar bagi kemajuan bangsa ini. Karena para pendeta yang mengikuti pertemuan tersebut diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat dalam rencana penyusunan kebijakan pembangunan bangsa.
"Saya sangat mengapresiasi sekali apa yang dilakukan oleh ibu Erma ini, karena kami selaku tokoh agama, tentunya juga ingin berpartisipasi dalam pembangunan bangsa. Apalagi ini untuk kepentingan umat nantinya. Diharapkan dari pertemuan ini bisa memberikan sumbangsih pemikiran bagi anggota MPR RI dalam membuat suatu peraturan perundang-undangan dan sebagainya," kata dia.
(U.KR-RDO/N005)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016
"Pertemuan hari ini saya lakukan untuk mendengar langsung bagaimana pendapat dari tokoh agama Nasrani yang ada di Kalbar terkait rencana Reformasi Sistem Pembangunan Nasional dengan Model GBHN," kata Erma Suryani Ranik, dalam diskusi mengenai GBHN di Pontianak, Jumat.
Dia menjelaskan, wacana digunakannya kembali GBHN sebagai dasar pembangunan negara dinilai sebagai suatu langkah mundur bagi kemajuan bangsa ini.
Karena, menurutnya, ada beberapa hal yang tidak lagi relevan dari GBHN jika diterapkan kembali saat ini. Di antaranya adalah penerapan GBHN akan mematahkan proses demokrasi yang saat ini sudah berjalan dengan baik.
"Karena, jika itu diberlakukan kembali, maka untuk proses pemilihan presiden, masyarakat tidak lagi memiliki hak suara karena akan dipilih langsung oleh anggota MPR. Sementara saat ini, MPR bukan lagi pemegang kekuasaan tertinggi dari negara. Selain itu, pada GBHN, kepala daerah (gubernur, bupati/wali kota) bahkan presiden sekalipun tidak akan leluasan dalam menetapkan skala prioritas dalam menjalankan tugasnya," katanya menjelaskan.
Hal tersebut menurutnya justru sangat bertolak belakang dengan proses demokrasi yang sudah berjalan saat ini.
Dia mengatakan, memang ada beberapa pihak mengungkapkan kelemahan dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional yang dinilai tidak kuat karena antara menteri yang satu dengan menteri yang lain tidak saling mendukung. Seperti jika ada pergantian menteri, maka akan berganti juga program kerja menterinya.
"Saya pikir bukan salah pada RPJP itu, melainkan bagaimana peran presiden bisa meminimalisir hal itu dan buktinya di zaman Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) jadi presiden, tidak ada menteri yang jalan sendiri-sendiri. Apalagi ada menteri yang sampai menentang presiden dan wakil presiden seperti saat ini," tuturnya.
Terkait hal itu, pihaknya mencoba mencari masukkan dari masyarakat langsung. Dia mencoba mendengar langsung pendapat dari tokoh agama Kristen, terkait hal itu.
"Karena dalam membuat suatu kebijakan, Partai Demokrat selalu mengedepankan suara masyarakat. Sehingga dari hasil pertemuan dengar pendapat hari ini, saya bisa mendapat beberapa masukkan dalam mengambil keputusan partai yang tentunya ini akan saya sampaikan pada Fraksi saya di MPR," kata anggota Fraksi Demokrat DPR RI itu.
Di tempat yang sama, Sekretaris Persatuan Gereja Indonesia (PGI) Kalimantan Barat, Pdt. Lemon Adi Sukardi mengatakan, pertemuan yang dilakukan pada hari ini membawa manfaat besar bagi kemajuan bangsa ini. Karena para pendeta yang mengikuti pertemuan tersebut diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat dalam rencana penyusunan kebijakan pembangunan bangsa.
"Saya sangat mengapresiasi sekali apa yang dilakukan oleh ibu Erma ini, karena kami selaku tokoh agama, tentunya juga ingin berpartisipasi dalam pembangunan bangsa. Apalagi ini untuk kepentingan umat nantinya. Diharapkan dari pertemuan ini bisa memberikan sumbangsih pemikiran bagi anggota MPR RI dalam membuat suatu peraturan perundang-undangan dan sebagainya," kata dia.
(U.KR-RDO/N005)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016