Menukung (Antara Kalbar) - Bertahun-tahun berselisih soal pengelolaan hutan di kawasan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR), akhirnya disepakati adanya zona tradisional bagi masyarakat di wilayah penyangga.
Dua desa penyangga, yakni Mawang Mentatai dan Nusa Poring di Kecamatan Menukung, Kabupaten Melawi, Kalbar menandatangani MoU dengan Balai TNBBBR untuk pengelolaan zona tradisional di Nanga Mengkilau, Nusa Poring.
Tokoh masyarakat di Nanga Mengkilau, Kadarusno memaparkan, persoalan antara TNBBBR dengan masyarakat di wilayah penyangga memang belum benar-benar tuntas walaupun sudah ada kesepakatan untuk pengelolaan zona tradisional.
"Kami berharap penerapan zona tradisional ini tidak benar-benar kaku. Jangan sampai nanti masyarakat ambil ikan semah atau mau mencari apa saja di taman lalu ditangkap. Ini yang ditakutkan," katanya.
Kadarusno meminta agar TNBBBR bisa membuktikan keseriusan apa yang sudah disepakati dalam pengelolaan zona tradisional tersebut. "Biar paradigma masyarakat tentang TNBBBR bisa berubah," tegasnya.
Kepala Balai TNBBBR Bambang Sukendro mengungkapkan, MoU ini diharapkan bisa sedikit menjadi solusi atas konflik dengan masyarakat di desa yang menjadi penyangga TNBBBR. Pengelolaan zona tradisional sendiri diberikan dengan tiga syarat, yakni ditujukan bagi masyarakat setempat, dilakukan secara tradisional, serta pemanfaatan dilakukan tanpa mengganggu kelestarian sumber daya alam di dalam taman nasional.
"Ini merupakan kesepakatan awal, langkah berikutnya adalah mengetahui potensi di zona tradisional. Jadi nanti akan kita lihat, apa yang bisa dikembangkan di dalam zona tersebut," jelasnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Melawi Abang Tajudin yang hadir dalam penandatanganan kesepakatan mengatakan persoalan antara masyarakat dengan TNBBBR memang menjadi masalah karena sebelum adanya penetapan taman nasional, masyarakat sudah berdiam dan mencari penghidupan disana.
"Hanya karena kebijakan pusat, wilayah TNBBBR harus dilestarikan sehingga kegiatan masyarakat juga menjadi tidak bebas," katanya.
Tajudin pun berharap agar masyarakat bisa berkomitmen untuk mengolah sumber daya alam secara berkelanjutan dan tidak merusak lingkungan. Hal ini juga mesti didukung oleh tokoh masyarakat dan tokoh adat di desa penyangga taman nasional.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016
Dua desa penyangga, yakni Mawang Mentatai dan Nusa Poring di Kecamatan Menukung, Kabupaten Melawi, Kalbar menandatangani MoU dengan Balai TNBBBR untuk pengelolaan zona tradisional di Nanga Mengkilau, Nusa Poring.
Tokoh masyarakat di Nanga Mengkilau, Kadarusno memaparkan, persoalan antara TNBBBR dengan masyarakat di wilayah penyangga memang belum benar-benar tuntas walaupun sudah ada kesepakatan untuk pengelolaan zona tradisional.
"Kami berharap penerapan zona tradisional ini tidak benar-benar kaku. Jangan sampai nanti masyarakat ambil ikan semah atau mau mencari apa saja di taman lalu ditangkap. Ini yang ditakutkan," katanya.
Kadarusno meminta agar TNBBBR bisa membuktikan keseriusan apa yang sudah disepakati dalam pengelolaan zona tradisional tersebut. "Biar paradigma masyarakat tentang TNBBBR bisa berubah," tegasnya.
Kepala Balai TNBBBR Bambang Sukendro mengungkapkan, MoU ini diharapkan bisa sedikit menjadi solusi atas konflik dengan masyarakat di desa yang menjadi penyangga TNBBBR. Pengelolaan zona tradisional sendiri diberikan dengan tiga syarat, yakni ditujukan bagi masyarakat setempat, dilakukan secara tradisional, serta pemanfaatan dilakukan tanpa mengganggu kelestarian sumber daya alam di dalam taman nasional.
"Ini merupakan kesepakatan awal, langkah berikutnya adalah mengetahui potensi di zona tradisional. Jadi nanti akan kita lihat, apa yang bisa dikembangkan di dalam zona tersebut," jelasnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Melawi Abang Tajudin yang hadir dalam penandatanganan kesepakatan mengatakan persoalan antara masyarakat dengan TNBBBR memang menjadi masalah karena sebelum adanya penetapan taman nasional, masyarakat sudah berdiam dan mencari penghidupan disana.
"Hanya karena kebijakan pusat, wilayah TNBBBR harus dilestarikan sehingga kegiatan masyarakat juga menjadi tidak bebas," katanya.
Tajudin pun berharap agar masyarakat bisa berkomitmen untuk mengolah sumber daya alam secara berkelanjutan dan tidak merusak lingkungan. Hal ini juga mesti didukung oleh tokoh masyarakat dan tokoh adat di desa penyangga taman nasional.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016