Pontianak (Antara Kalbar) - Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Kalimantan Barat menyatakan harga karet pada Mei 2016 mengalami penurunan terkait dengan pembatasan ekspor di tiga negara, yakni Thailand, Indonesia, dan Malaysia.
"Turunnya harga karet bulan Mei ini karena disebabkan adanya pembatas ekspor di tiga negara, yakni Thailand, Indonesia, dan Malaysia," kata Ketua Gapkindo Kalbar Jusdar Sutan di Pontianak, Senin.
Ia mengatakan pada April lalu harga karet sempat naik 50 persen dibandingkan dengan sebelumnya.
Jusdar mengatakan persoalan yang dihadapi petani di Kalbar selain masalah harga, juga karena mereka kurang mendapatkan pendampingan dari penyuluh untuk meningkatkan kualitas panenan.
"Saat ini `kan pemerintah melalui penyuluh pendampingnya masih fokus ke komoditas pangan, seperti jagung, padi, dan lain sebagainya, bukan ke karet," katanya.
Akibat kurang penyuluhan, kata Jusdar, petani kurang mengetahui bagaimana cara menghasilkan karet yang bagus, peremajaannya, dan tata cara menanam yang baik.
Dia mencontohkan di lahan seluas satu hektare hanya mampu menghasilkan 600-700 kg karet. Hal itu, berbanding terbalik dengan Thailand, di mana hasil per hektarenya dua kali lipat dari hasil karet per hektare di Kalbar.
"Masalah infrastruktur juga menjadi satu kendala bagi petani. Masih terdapat beberapa kawasan yang masih kurang bagus, sehingga mengakibatkan biaya transportasi untuk mengangkut karet menjadi mahal. Jadi semua butuh perhatian," kata dia.
(U.KR-DDI/M029)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016
"Turunnya harga karet bulan Mei ini karena disebabkan adanya pembatas ekspor di tiga negara, yakni Thailand, Indonesia, dan Malaysia," kata Ketua Gapkindo Kalbar Jusdar Sutan di Pontianak, Senin.
Ia mengatakan pada April lalu harga karet sempat naik 50 persen dibandingkan dengan sebelumnya.
Jusdar mengatakan persoalan yang dihadapi petani di Kalbar selain masalah harga, juga karena mereka kurang mendapatkan pendampingan dari penyuluh untuk meningkatkan kualitas panenan.
"Saat ini `kan pemerintah melalui penyuluh pendampingnya masih fokus ke komoditas pangan, seperti jagung, padi, dan lain sebagainya, bukan ke karet," katanya.
Akibat kurang penyuluhan, kata Jusdar, petani kurang mengetahui bagaimana cara menghasilkan karet yang bagus, peremajaannya, dan tata cara menanam yang baik.
Dia mencontohkan di lahan seluas satu hektare hanya mampu menghasilkan 600-700 kg karet. Hal itu, berbanding terbalik dengan Thailand, di mana hasil per hektarenya dua kali lipat dari hasil karet per hektare di Kalbar.
"Masalah infrastruktur juga menjadi satu kendala bagi petani. Masih terdapat beberapa kawasan yang masih kurang bagus, sehingga mengakibatkan biaya transportasi untuk mengangkut karet menjadi mahal. Jadi semua butuh perhatian," kata dia.
(U.KR-DDI/M029)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016