Pontianak (Antara Kalbar) - Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria berharap, kepada Menteri ESDM Arcandra Tahar tetap memerangi mafia Migas di negeri ini, seperti yang dilakukan menteri ESDM sebelumnya.
"Arcandra sebagai anak muda yang menduduki posisi Menteri ESDM dan selama ini nyaris tidak hidup dilingkaran bidang energi di negeri ini tentunya terbebas dari pergaulan dengan orang-orang yang punya kepentingan memburu rente dari sektor energi. Karenanya publik untuk sementara masih meyakini bahwa Arcandra Tahar juga akan memerangi mafia Migas dan juga mafia lain disektor ESDM," kata Sofyano Zakaria saat dihubungi di Jakarta, Kamis.
Dipilihnya Arcandra sebagai menteri ESDM menggantikan Sudirman Said, jika ternyata tidak terbukti lebih baik kinerjanya dari menteri sebelumnya, maka akan menjadi salah satu batu sandungan yang akan "dilempar" ke Presiden Joko Widodo yang memilihnya dan bisa mengganjal perjalananan Jokowi untuk 2019 nanti.
"Arcandra akan menjadi sorot publik terkait dengan perang terhadap mafia Migas yang pernah dilakukan oleh sudirman Said. Jika Arcandra kelak ternyata tidak memberantas mafia Migas, maka publik akan meyakini bahwa pergantian menteri ESDM diyakini publik ada campur tangan mafia Migas," ungkapnya.
Menurut dia, Arcandra sebagai anak muda yang menduduki posisi menteri ESDM dan selama ini nyaris tidak hidup dilingkaran bidang energi di negeri ini tentunya terbebas dari pergaulan dengan orang-orang yang punya kepentingan memburu rente dari sektor energi.
Karenanya, dia harus cerdas dan selalu berfikir strategis untuk menjalankan segala program dan kebijakan sektor ESDM negeri ini. Sementara terpuruknya harga minyak dan gas dunia yang menyebabkan berkurangnya penerimaan negara dari sektor Migas, harus mampu disiasatinya dengan cerdas.
Adanya kepentingan pihak tertentu terkait sektor ESDM, misalnya Freport, Blok Masela, program pembangkit listrik 35.000 MW, jika tidak bisa ditangani dengan cerdas oleh Arcandra maka, dia bisa menjadi bulan-bulanan pihak pihak tersebut.
"Artinya untuk mampu menjalankan semua program dan kebijakan sektor energi yang menjadi program pemerintah Jokowi, dia harus mampu menggalang dukungan yang kuat baik dari presiden, menteri-menteri terkait dan juga pihak Senayan, seperti membuka diri dan menjalin hubungan kerja dengan Parpol dan politisi, itu adalah hal yang tersulit untuk dilakukan oleh seorang menteri khususnya yang belum terbiasa bergaul dengan orang politik," ujarnya.
Sofyano menambahkan, tidak mesranya hubungan antara satu menteri dengan menteri lain yang ada pada kabinet Jokowi selama ini, jika tidak dikawal dan dikendalikan penuh oleh Jokowi selaku Presiden, maka itupun akan menjadi "PR" yang cukup sulit bagi seorang Arcandra.
Arcandra bisa terhambat oleh batas yang tak mungkin bisa ia lompati tanpa dukungan yang solid dan penuh dari Jokowi tentunya. Dan jika hal itu sampai terulang lagi seperti yang pernah terjadi dimasa ESDM dibawah kepemimpinan Sudirman Said, maka Arcandra yang menjadi tumpuan harapan publik untuk bisa mewujudkan ketahanan dan kemandirian energi bangsa, maka akan menjadi hampa, kata Sofyano.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016
"Arcandra sebagai anak muda yang menduduki posisi Menteri ESDM dan selama ini nyaris tidak hidup dilingkaran bidang energi di negeri ini tentunya terbebas dari pergaulan dengan orang-orang yang punya kepentingan memburu rente dari sektor energi. Karenanya publik untuk sementara masih meyakini bahwa Arcandra Tahar juga akan memerangi mafia Migas dan juga mafia lain disektor ESDM," kata Sofyano Zakaria saat dihubungi di Jakarta, Kamis.
Dipilihnya Arcandra sebagai menteri ESDM menggantikan Sudirman Said, jika ternyata tidak terbukti lebih baik kinerjanya dari menteri sebelumnya, maka akan menjadi salah satu batu sandungan yang akan "dilempar" ke Presiden Joko Widodo yang memilihnya dan bisa mengganjal perjalananan Jokowi untuk 2019 nanti.
"Arcandra akan menjadi sorot publik terkait dengan perang terhadap mafia Migas yang pernah dilakukan oleh sudirman Said. Jika Arcandra kelak ternyata tidak memberantas mafia Migas, maka publik akan meyakini bahwa pergantian menteri ESDM diyakini publik ada campur tangan mafia Migas," ungkapnya.
Menurut dia, Arcandra sebagai anak muda yang menduduki posisi menteri ESDM dan selama ini nyaris tidak hidup dilingkaran bidang energi di negeri ini tentunya terbebas dari pergaulan dengan orang-orang yang punya kepentingan memburu rente dari sektor energi.
Karenanya, dia harus cerdas dan selalu berfikir strategis untuk menjalankan segala program dan kebijakan sektor ESDM negeri ini. Sementara terpuruknya harga minyak dan gas dunia yang menyebabkan berkurangnya penerimaan negara dari sektor Migas, harus mampu disiasatinya dengan cerdas.
Adanya kepentingan pihak tertentu terkait sektor ESDM, misalnya Freport, Blok Masela, program pembangkit listrik 35.000 MW, jika tidak bisa ditangani dengan cerdas oleh Arcandra maka, dia bisa menjadi bulan-bulanan pihak pihak tersebut.
"Artinya untuk mampu menjalankan semua program dan kebijakan sektor energi yang menjadi program pemerintah Jokowi, dia harus mampu menggalang dukungan yang kuat baik dari presiden, menteri-menteri terkait dan juga pihak Senayan, seperti membuka diri dan menjalin hubungan kerja dengan Parpol dan politisi, itu adalah hal yang tersulit untuk dilakukan oleh seorang menteri khususnya yang belum terbiasa bergaul dengan orang politik," ujarnya.
Sofyano menambahkan, tidak mesranya hubungan antara satu menteri dengan menteri lain yang ada pada kabinet Jokowi selama ini, jika tidak dikawal dan dikendalikan penuh oleh Jokowi selaku Presiden, maka itupun akan menjadi "PR" yang cukup sulit bagi seorang Arcandra.
Arcandra bisa terhambat oleh batas yang tak mungkin bisa ia lompati tanpa dukungan yang solid dan penuh dari Jokowi tentunya. Dan jika hal itu sampai terulang lagi seperti yang pernah terjadi dimasa ESDM dibawah kepemimpinan Sudirman Said, maka Arcandra yang menjadi tumpuan harapan publik untuk bisa mewujudkan ketahanan dan kemandirian energi bangsa, maka akan menjadi hampa, kata Sofyano.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016