Hujan benar-benar turun saat hari kedua pergelaran Rainforest World Music Festival yang berlangsung di Sarawak Cultural Village, Santubong, Sarawak, Malaysia.

Bagi wisatawan asing di Malaysia terutama yang berasal dari negara empat musim, hujan tropis mungkin sangat jarang mereka rasakan. Tak heran, banyak yang bertingkah seperti anak kecil di Indonesia. Ada yang bermain lumpur hingga kulit putih mereka tertutupi cairan lengket pekat lagi berbau.

Terlebih lagi saat musik yang dimainkan berirama rancak, aksi mereka semakin "gila-gilaan". Tapi tak ada yang marah meski tubuh terpercik lumpur. Semua bergembira. Semua menggerakkan badan dengan gaya masing-masing. Cocok atau tidak dengan irama, urusan belakangan.

Bahkan ada sepasang suami istri paruh baya yang asyik berdansa sambil dikelilingi penonton lainnya.

Tahun ini, Rainforest World Music Festival (RWMF) sudah memasuki usia ke -19. Biasanya, RWMF digelar pada Juni. Namun karena berbagai pertimbangan, salah satunya kemungkinan Ramadhan, tahun 2016 pelaksanaannya pada Agustus. Tepatnya 5 - 7 Agustus.

Selama tiga hari, puluhan musisi dari berbagai belahan dunia menampilkan keterampilannya bermusik. Mereka umumnya menampilkan musik tradisional. Musisi asal Indonesia yang tampil tahun ini adalah sanggar seni Arastra (Art Association Tradition) dari Bengkulu yang memainkan musik Dol.

Dahulu, musik Dol hanya digunakan saat upacara Tabot di bulan Muharram. Namun kini, semakin populer sebagai musik etnik Bengkulu. Musik Dol semakin diperkaya dengan berbagai tambahan instrumen musik dan juga seni tari sehingga memberikan kesan kontempori di musik tradisional.

Sarawak Tourism Board (STB) selaku penyelenggara juga mengundang musisi dari Tiongkok. Secara keseluruhan, ada 17 grup atau musisi internasional dan delapan musisi lokal yang tampil di RWMF 2016.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, festival dimulai dengan workshop tentang musik, belajar tentang musik etnik, disambung dengan sesi nge-jam serta konser mini di panggung utama.



Bidik Tiongkok

Shanren adalah grup musik asal Tiongkok yang diundang tampil di RWMF 2016. Grup yang digawangi empat orang ini, dideskripsikan sebagai rocker rakyat dari negeri Tiongkok.

Penampilan yang aktraktif membuat penonton tak lelah ikut jingkrak-jingkrak bersama. Harus diakui, mereka sukses menggabungkan musik tradisional rakyat di pegunungan Yunnan, Tiongkok, dengan rock urban.

Bukannya tanpa sebab Sarawak mengundang musisi asal Tiongkok. Mereka punya target agar lebih banyak turis asal Tiongkok yang hadir di ajang tersebut.

Menurut Wakil Ketua Menteri Pariwisata, Seni dan Budaya Sarawak, YB Datuk Amar Abang Hj Abdul Rahman Tohari bin Tun Abang Hj Openg mengungkapkan, pada tahun ini untuk pertama kalinya Sarawak Tourism Board bekerja sama dengan agen wisata di Tiongkok.

Selama empat bulan terakhir saat mempromosikan RWMF 2016 secara online, ada 50 wisatawan asal Tiongkok yang datang ke Kuching. Sebagai bagian dari insentif untuk meningkatkan penjualan secara online, mereka digratiskan tiket masuk RWMF.

Rute penerbangan ke kawasan Tiongkok pun semakin terbuka ke Sarawak. Mulai Juli misalnya, ada penerbangan langsung dari Hong Kong ke Kuching. Dari satu minggu sekali, akan ditambah menjadi tiga kali dalam seminggu. Selain itu, juga akan ada pesawat carter dari Hong Kong ke Miri pada Desember mendatang.

Harus diakui, dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, Tiongkok adalah target baru di sektor wisata. Wisatawan asal Tiongkok dikenal masuk kategori menengan ke atas. STB pun akan lebih gencar berpromosi dengan melibatkan biro perjalanan wisata Tiongkok untuk memperbesar potensi kunjungan wisatawan Tiongkok ke Sarawak.



Konsep Apik

Pariwisata memegang peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi di Sarawak. Tempatnya nomor dua setelah industri. Pada tahun 2014, setidaknya terdapat 4 juta lebih wisatawan mengunjungi Sarawak. Sementara tahun 2015, angkanya diperkirakan mencapai 5 juta wisatawan.

Tak mengherankan, Pemerintah Sarawak mempunyai konsep yang jelas dalam menciptakan branding sebagai daerah tujuan wisata bagi pihak luar. RWMF harus diakui termasuk dalam upaya mengenalkan Sarawak ke luar sekaligus menarik wisatawan asing.

David, 25, pemuda asal Berlin, Jerman. Ia salah satu bagian dari musisi yang tampil di RWMF 2016. Menurut David, baru kali ini ia pergi dalam rentang waktu yang cukup lama untuk bermusik. Biasanya, ia hanya menginap satu malam lalu malam berikutnya pindah ke kota lain untuk tampil. Namun gara-gara RWMF 2016, hampir satu minggu ia berada di Kuching.

Barbara Benjamin Atan, manajer komunikasi STB menuturkan, pada RWMF 2016, diharapkan 20 ribu pengunjung hadir selama tiga hari gelaran. Sekitar 45 persen diantaranya, diharapkan berasal dari luar Malaysia.

RWMF diyakini akan memberi dampak ikutan terhadap pengusaha lokal serta memberi sumbangan yang signifikan terhadap kunjungan wisatawan ke Sarawak secara keseluruhan.

Perputaran uang selama kegiatan pun diperkirakan mencapai 39,5 juta ringgit Malaysia. Tentu saja tidak hanya kegiatan RWMF selama tiga hari tersebut. Ada festival makanan, pameran kerajinan, dan sebagainya.

Panitia juga mengajak para musisi untuk mengunjungi Kuching Wetlands. Di sini, setiap orang diajak untuk menanam mangrove di kawasan cagar alam tersebut. Sarawak ingin menyampaikan pesan ke seluruh dunia tentang upayanya dalam menjaga kawasan bernilai hayati tinggi serta kehidupan biota di dalamnya.

Selain itu, mengajak wisatawan maupun musisi yang hadir untuk belajar memainkan alat musik tradisional misalnya khas Dayak seperti Sape, di Kampung Budaya, tempat RWMF digelar. Sehingga kesan bahwa Sarawak adalah Borneo sesungguhnya, terekam erat di benak wisatawan. Padahal sebagai wilayah yang berada dalam satu daratan, kekayaan alam dan budaya Indonesia khususnya Kalimantan, tak kalah dengan Sarawak.

Namun tidak perlu malu belajar dari Sarawak. Bagaimana menyiapkan infrastruktur dan sarana pendukung agar wisatawan merasakan tropisnya alam Indonesia. Bukan tidak mungkin, suatu saat pesta musik di hutan tropis itu, digelar di hutan Indonesia.



(T.T011/T007) 

Pewarta: Teguh Imam Wibowo

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016