Sanggau (Antara Kalbar) - Pihak Kejari Sanggau akan banding atas vonis PN Sanggau terhadap WN Malaysia, Ong Bok Seong alias Uncle Ong (67) dan Abang Hendry Gunawan alias Een (44) atas kasus penyelundupan sabu ke Indonesia.
    Sebelumnya, PN Sanggau masing-masing memvonis seumur hidup Ong Bok Seong alias Uncle Ong dan 13 tahun penjara, denda Rp1 miliar, subsider 6 bulan untuk Abang Hendry Gunawan alias Een.
    "Iya, kami akan mengajukan banding atas putusan keduanya. Untuk penyampaian bandingnya sendiri akan dilakukan segera," tegas JPU, Ulfan Yustian Arif SH, Senin (26/9).
    Dijelaskan, banding tersebut diajukan karena JPU melihat belum adanya rasa keadilan bagi masyarakat atas putusan tersebut. Selain itu, jumlah barang bukti narkotika jenis sabu dari kasus ini jumlahnya sangat fantastis yakni 11,254 kilogram.
    "Kami merasa putusan majelis hakim belum memenuhi rasa keadilan masyarakat. Makanya kami putuskan untuk mengajukan banding atas vonis keduanya," ungkapnya.
    Dalam sidang kedua terdakwa, majelis hakim, masing-masing Didit Pambudi selaku hakim ketua didampingi John Malvino Seda Noa Wea selaku hakim anggota I dan Maulana Abdillah kepada terdakwa dan juga JPU usai dibacakannya vonis kedua terdakwa dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Sanggau, 23 September 2016 lalu.
    Terpisah penasehat hukum kedua terdakwa, Munawar Rahim SH penasehat hukum kedua terdakwa mengatakan, untuk vonis terhadap Ong Bok Seong alias Uncle Ong sudah berat sebetulnya.
    Hanya, saja ia mengaku takkan banding. Sementara, untuk vonis Abang Hendry Gunawan alias Een, Ia mengaku akan berkompromi dengan pihak keluarga termasuk terdakwa terlebih dahulu. "Kalau dihitung-hitung untuk Ong Bok Seong alias Uncle Ong itupun sudah berat. Tapi kami tidak banding lah, hanya saja untuk Abang Hendry kita masih ingin melaksanakan musyawarah dulu dengan keluarga termasuk terdakwa juga," jelasnya.  
    Sementara, putusan majelis hakim ini mendapat reaksi beragam dari masyarakat. Salah satunya datang dari tokoh masyarakat Kota Sanggau, Khironoto ST. Ia sependapat dengan keputusan JPU untuk melakukan banding merupakan hal yang wajar. Hal ini pastinya berkenaan dengan rasa keadilan masyarakat.
    Namun, dia juga tidak ingin terjebak dan terkesan membela siapapun. Menurutnya, tuntutan hukuman mati oleh JPU pasti punya dasar sendiri. Apalagi ini berkenaan dengan kasus narkotika yang telah meresahkan banyak kalangan. Ditambah lagi dengan jumlah sabu yang begitu besar.
    Para hakim, ujarnya, sudah pasti juga punya pertimbangan sendiri untuk menetapkan hukuman seumur hidup bagi warga Jiran tersebut. Termasuk hukuman 13 tahun bagi rekannya asal Sosok, Kecamatan Tayan Hulu, Kabupaten Sanggau.
    Jika ditanya layak atau tidak dihukum mati, maka secara pribadi dirinya menyebutkan sangat layak. Hanya saja, apapun keputusan yang dibuat majelis hakim harus tetap dihormati.
   "Saya apresiasi JPU berani untuk menuntut hukum mati. Karena secara pribadi saya bilang layak. Tapi apapun putusannya harus kita hormati," tegasnya.
Jika melihat jumlah sabu-sabu yang mencapai 11,254 kilogram, bisa dibayangkan, berapa orang yang bisa dibunuh secara langsung dengan barang tersebut. Kalau dikonsumsi secara ecer, bisa dihitung berapa banyak orang Indonesia yang akan pakai barang haram itu dan kemudian mereka kecanduan.
    "Akan berapa banyak lagi uang negara yang akan dihabiskan untuk menyembuhkan para pecandu ini. Bagi saya memang harus diputus mata rantai pengedarnya. Hukuman mati saya kira bisa memberi efek jera, jadi hanya hukuman itu yang tepat," pungkasnya.

Pewarta: M Khusyairi

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016