Mempawah (Antara Kalbar) – Bagi sebagian besar orang, Padepokan Dimas Kanjeng di Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur mungkin menyesatkan.

Namun tudingan tersebut dibantah langsung oleh Asni Jaiz (54).  Warga Sungai Pinyuh, Kabupaten Mempawah ini mengaku salah satu santri Dimas Kanjeng.

Ia menegaskan sudah 3 (tiga) tahun terakhir berguru di padepokan Dimas Kanjeng. Bahkan dirinya merasa ilmu agama yang diajarkan tidak ada yang janggal di padepokan itu.

"Kita hanya belajar murni ilmu agama, belajar dasar-dasar tasawuf betul. Kenapa pula mau disalahkan, di Kalbar juga sama banyak seperti itu. Tapi kita memang tidak tahu belakangan ini Dimas Kanjeng terlibat kasus pidana, lalu digerebek polisi" terang Asni Jais. Sama halnya seperti yang dilakukan selama ini, lanjut Asni Jais.

"Dalam belajar dzikir Syariat, tidak ada yang aneh dan janggal membedakan dengan ajaran terhadap muslim pada umumnya. Saya sendiri mengaku sudah turut serta sebagai santri sekitar tiga tahun belakangan ini. Awalnya diajak kawan-kawan juga," ujarnya.

Warga Jalan Seliung, Kelurahan Sungai Pinyuh, itu lantas mengkritisi apa yang diberitakan media tentang ajaran Dimas Kanjeng menyimpang. Ia menilai apa yang diberitakan media itu sudah berlebihan.

Terlebih kaitan mahar yang memang ditetapkan kepada para santri sebagai pancingan untuk digandakan secara gaib. "Selama bagus, tidak ada modal atau apa-apa, hanya ada sekedarnya, wajar. Itu wajar, kalau kita mau jadi dewan saja kita punya mahar, tapi tidak seheboh besar seperti cerita di media itu," jelasnya.

Namun Asni Jais tak menyangkal jika ada mahar sukarela yang menjadi wajib bagi para santri. Akan tetapi dikatakan jumlahnya tidak sebesar di ungkap di media selama ini.

"Kalau mahar 25 ribu, 50 ribu dan 100 ribu secara sukarela masing-masing, biasalah. Santri padepokan saat ini mencapai  23 ribuan santri di seluruh Indonesia. Namun tidak semuanya bisa berkumpul setiap waktu. Hanya ketika ada kegiatan keagamaan saja," katanya.

Lantas hanya modal saja untuk pulang pergi ke padepokan saja yang dikatakannya besar bahkan hingga mencapai Rp 2 hingga Rp3 juta sekali pergi. "Itupun  paling-paling sebulan sekali. Tidak tetap, pas ada kegiatan zikir bersama dan keagamaan lainnya. Yang penting kita mau pergi, ongkosnya ada juga. Kalau secara pribadi saya kesana dalam tiga kali habis sepuluh jutaan, tetapi saya ikhlas," terangnya.

Ketika di padepokan, Aini Ajis mengaku setiap kesempatan tidak dapat melihat sosok Dimas Kanjeng dari dekat, lantaran selalu dalam keramaian. Saat disinggung aksi gaib  Dimas Kanjeng yang dapat menggandakan uang, Asni Ajis lantas membenarkan hal tersebut.

"Itu memang betul, dia  mengambil uang dari belakang,  mata kami jelas memandangnya dia bagikan uang Rp100 ribu ke kami untuk belanja itu memang asli, kita memang tidak percaya dengan gaib, kadang Rp200 ribu per orang disana," ceritanya.

Aini Ajis melanjutkan juga membenarkan jika memang mahar yang diberikan ke padepokan akan dibayarkan kembali oleh Dimas Kanjeng namun tanpa ketetapan waktu maupun jumlahnya.

"Santri-santri kalau sudah sampai waktu pencairan dana maka mendapatkannya. Itu katanya dari Sulaiman alam gaib," pungkasnya.

Begitulah cerita Aini Ajis. Namun sudah 3  (tiga) tahun menjadi santri  di padepokan Dimas Kanjemg itu, ternyata ia mengaku belum merasakan hasil besar penggandaan uang oleh Dimas Kanjeng. 

Pewarta: Aries Zaldi

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016