Pontianak, 13/10 (Antara) - Wakil Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono menyatakan kecewa dengan kebijkan pemerintah pusat, terkait berbagai persyaratan terhadap SMKN 9 Pelayaran sehingga sangat merugikan lulusan SMK Pelayaran Pontianak.
"Kami sangat menyayangkan kebijakan dari Dirjen Kelautan Kementerian Perhubungan yang mengharuskan siswa SMKN 9 Pelayaran Pontianak harus memiliki sertifikat agar bisa bekerja di bidang pelayaran dan untuk melanjutkan kependidikan di akademi pelayaran, sementara kalau dari SMA umum tanpa persyaratan," kata Wakil Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono di Pontianak, Kamis.
Menurut Edi, kebijakan tersebut tidak masuk akal, karena selama tiga tahun para siswa SMKN 9 Pelayaran Pontianak sudah dibekali ilmu pelayaran. Jadi tidak perlu lagi sertifikat tersebut, sementara dari SMA umum malah mudah untuk melanjutkan ke akademi pelayaran.
"Sementara dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan tidak ada masalah, tetapi tiba-tiba dari perhubungan membuat aturan-aturan yang tidak masuk akal dan sangat merugikan siswa SMKN 9 Pelayaran Pontianak," ungkapnya.
Menurutnya SMKN 9 Pelayaran Pontianak sebenarnya merupakan terobosan. Jauh sebelum Presiden Joko Widodo mewacanakan tol laut, Pemkot sudah memprediksi hal itu. Lapangan kerja yang dibuka akan sangat besar, namun kini jadi dilema, lantaran izin yang tidak kunjung keluar.
"Sebenarnya hanya perlu kesungguhan dan kemauan dari Kementerian Perhubungan untuk menyelesaikan hal ini, yakni jangan memberikan aturan-aturan yang mempersulit dan tidak masuk akal," ujarnya.
Edi menambahkan, saat ini Pemkot Pontianak terus mengupayakan sertifikat Basic Safety Training (BST) atau sertifikat profesi yang jadi syarat berlayar atau bekerja di pelayaran bagi lulusan SMKN 9 Pelayaran Pontianak.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pontianak, Mulyadi juga menyatakan kekesalannya dengan kebijakan Kementerian Perhubungan yang selalu berubah-ubah sehingga sangat merugikan para siswa SMKN 9 Pelayaran Pontianak termasuk sekolah yang sama di seluruh Indonesia.
Menurut Mulyadi, saat ini SMKN 9 Pelayaran Kota Pontianak sudah menjadi sekolah rujukan dari Kemendikbud. Tamatan dari sekolah tersebut akan mendapatkan dua sertifikat atau ijazah, yaitu sertifikat darat dan sertifikat laut, untuk sertifikat darat, kewenangannya ada di Kemendikbud dan tak ada masalah, sementara sertifikat laut, ada pada Kemenhub.
"Siswa lulusan SMKN 9 Pelayaran Pontianak malah diminta harus ikut sertifikat pelayaran dulu sampai 16 sertifikat, satu sertifikat dihargai beberapa ratus ribu, itu juga kalau lulus jika tidak lulus?. Setelah dapat 16 itu baru mereka bisa, itu kan luar biasa pusingnya. Tetapi kita tetap komunikasikan dengan pusat, kepala sekolah sering juga dipanggil untuk koordinasi," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016
"Kami sangat menyayangkan kebijakan dari Dirjen Kelautan Kementerian Perhubungan yang mengharuskan siswa SMKN 9 Pelayaran Pontianak harus memiliki sertifikat agar bisa bekerja di bidang pelayaran dan untuk melanjutkan kependidikan di akademi pelayaran, sementara kalau dari SMA umum tanpa persyaratan," kata Wakil Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono di Pontianak, Kamis.
Menurut Edi, kebijakan tersebut tidak masuk akal, karena selama tiga tahun para siswa SMKN 9 Pelayaran Pontianak sudah dibekali ilmu pelayaran. Jadi tidak perlu lagi sertifikat tersebut, sementara dari SMA umum malah mudah untuk melanjutkan ke akademi pelayaran.
"Sementara dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan tidak ada masalah, tetapi tiba-tiba dari perhubungan membuat aturan-aturan yang tidak masuk akal dan sangat merugikan siswa SMKN 9 Pelayaran Pontianak," ungkapnya.
Menurutnya SMKN 9 Pelayaran Pontianak sebenarnya merupakan terobosan. Jauh sebelum Presiden Joko Widodo mewacanakan tol laut, Pemkot sudah memprediksi hal itu. Lapangan kerja yang dibuka akan sangat besar, namun kini jadi dilema, lantaran izin yang tidak kunjung keluar.
"Sebenarnya hanya perlu kesungguhan dan kemauan dari Kementerian Perhubungan untuk menyelesaikan hal ini, yakni jangan memberikan aturan-aturan yang mempersulit dan tidak masuk akal," ujarnya.
Edi menambahkan, saat ini Pemkot Pontianak terus mengupayakan sertifikat Basic Safety Training (BST) atau sertifikat profesi yang jadi syarat berlayar atau bekerja di pelayaran bagi lulusan SMKN 9 Pelayaran Pontianak.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pontianak, Mulyadi juga menyatakan kekesalannya dengan kebijakan Kementerian Perhubungan yang selalu berubah-ubah sehingga sangat merugikan para siswa SMKN 9 Pelayaran Pontianak termasuk sekolah yang sama di seluruh Indonesia.
Menurut Mulyadi, saat ini SMKN 9 Pelayaran Kota Pontianak sudah menjadi sekolah rujukan dari Kemendikbud. Tamatan dari sekolah tersebut akan mendapatkan dua sertifikat atau ijazah, yaitu sertifikat darat dan sertifikat laut, untuk sertifikat darat, kewenangannya ada di Kemendikbud dan tak ada masalah, sementara sertifikat laut, ada pada Kemenhub.
"Siswa lulusan SMKN 9 Pelayaran Pontianak malah diminta harus ikut sertifikat pelayaran dulu sampai 16 sertifikat, satu sertifikat dihargai beberapa ratus ribu, itu juga kalau lulus jika tidak lulus?. Setelah dapat 16 itu baru mereka bisa, itu kan luar biasa pusingnya. Tetapi kita tetap komunikasikan dengan pusat, kepala sekolah sering juga dipanggil untuk koordinasi," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016