Pontianak (Antara Kalbar) - Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Pontianak Andreas Acui Simanjaya memprediksikan Upah Minimum Kota (UMK) akan naik dibandingkan tahun sebelumnya dan besaran masih menunggu SK Gubernur.

"UMK pasti akan di atas tahun lalu. Mengenai besaran tahun ini saya tidak dalam kapasitas menyampaikan perkiraan sebelum sidang paripurna Dewan Pengupahan Kota Pontianak. Tetapi pengalaman sebelumnya, persentase kenaikan di Pontianak biasanya akan lebih tinggi dari UMP," ujarnya di Pontianak, Sabtu.

Ia menjelaskan apalagi kenaikan UMK mengacu kepada keputusan pemerintah untuk menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2017 sebesar 8,25 persen.

Menurut dia, untuk kenaikan UMP sendiri tahun depan didapatkan dengan asumsi inflasi 3,07 persen dan pertumbuhan ekonomi tahun 2017 sebesar 5,18 persen.

"Besaran kenaikan tersebut nantinya akan dipakai sebagai patokan oleh seluruh gubernur untuk menetapkan UMP di masing-masing wilayahnya. Kemudian nanti UMK mengacu itu juga," tuturnya.

Acui menerangkan secara umum pihaknya menerima keputusan pemerintah. Namun di daerah akan ditentukan sendiri, dengan mengacu keputusan pusat.

"Kami juga menilai formula penghitungan Upah Minimum Regional yang baru diterapkan pemerintah sudah baik. Pasalnya pemerintah telah memasukkan faktor-faktor penting dan lebih komprehensif. Rumus perhitungan UMP dan UMK tahun ini sudah ditetapkan oleh Pemerintah dengan memasukkan faktor inflasi dan pertumbuhan ekonomi sebagai komponen yang dipakai sebagai dasar penentuan UMP dan UMK," katanya.

Ia mengatakan rumus yang baru dipakai tahun lalu tersebut merupakan modifikasi dari rumus lama yang menggunakan Komponen Hidup Layak (KHL) yang sebenarnya hasil perhitungannya mirip dengan penyesuaian terhadap inflasi tahun sebelumnya.

"Namun di rumus baru ditambahkan komponen pertumbuhan ekonomi sehingga lebih menjadi kesejahteraan pekerja, itu maksud Pemerintah Pusat," kata dia.

Sementara itu, Ketua Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Kalbar, Suherman mengatakan penetapan UMP dan UMK belum berpihak kepada buruh. Selain dalam penetapan upah yang tidak lagi mutlak di tangan Dewan Pengupahan.

"Sebagai informasi, salah satu unsur Dewan Pengupahan adalah asosiasi buruh. Para buruh juga mengkritik formula penghitungan UMP dan UMK. PP tersebut menghilangkan beberapa komponen dalam kebutuhan hidup layak," kata dia

Ia menambahkan, seharusnya KHL menjadi acuan, bukan pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Menurut dia tidak hanya itu, bila sudah ditetapkan, dia meminta pemerintah menindak perusahaan yang tidak menetapkan UMR dan UMK.

"Bahkan masih ada ditemukan buruh yang tidak digaji sesuai aturan seperti UMK. Seharusnya juga buruh yang bekerja sejak 0-1 tahun harus digaji minimal sesuai UMK. Namun masih banyak ditemukan dan pengusaha tidak komitmen dalam pengupahan sesuai aturan," terangnya.  

(KR-DDI/R010)

Pewarta: Dedi

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016