Pontianak (Antara Kalbar) - Gubernur Kalimantan Barat Cornelis mengatakan, akan meningkatkan kerja sama dengan pemerintah pusat dan kabupaten/kota di provinsi itu untuk mendukung Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GN-KPA).
Hal tersebut disampaikannya usai mengikuti kegiatan Dialog Nasional dengan tema Penyelamatan Hutan, Tanahdan Air di Jakarta, Senin, yang dihadiri oleh Menteri PUPR Mochamad Basoeki Hadimoeljono, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan A Djalil serta Menteri Dalam NegeriI Tjahjo Kumolo.
"Penyelesaian masalah tidak bisa dilakukan dengan sendiri dibutuhkan kebersamaan untuk itu pemerintah pusat harus memiliki komitmen yang kuat serta ketegasan ," kata Cornelis.
Jika berbicara permasalahan hutan, tanah dan air sejak tahun 2010, dirinya bersama para gubernur sudah berkomitmen untuk mewujudkan Kalimantan Barat sebagai bagian utama dari paru-paru dunia.
Hal tersebut dilakukan dalam mennaggapi perubahan iklim yang merupakan tantangan yang akan dihadapi manusia di abad 21 dan masa mendatang.
Perubahan iklim disebabkan oleh pemanasan global yang telah berdampak pada kondisi cuaca, termasuk perubahan pada suhu pola udara, curah hujan, aliran sungai yang tidak stabil hingga menyebabkan banjir, kekeringan dan gelombang panas yang berkelanjutkan hingga berdampak pada kebakaran dan kemarau.
Cornelis menambahkan, pada 2050 diperkirakan kerusakan yang terjadi terhadap sumber mata air akan semakin parah dan akan mengakibatkan hal yang fatal bagi keberlangsungan kehidupan.
"Sebagian permasalahan terkait sumber daya air antara lain peningkatan pencemaran akibat limbah padat dan limbah cair yang berdampak kemerosotan kualitas air, menghilangnya mata air akibat kerusakan lahan, hutan dan daerah resapan dan lain sebagainya," tuturnya.
Untuk menghindari hal tersebut dan demi keberlangsungan kehidupan anak cucu di masa yang akan datang, semua pihak harus berkomitmen dan segera bertindak, hasil nyata harus dapat dilihat dan ego sektoral harus di hilangkan.
"Dalam hal ini, pengelolaan SDA harus terpadu, menumbuhkan peran masyarakat agar lebih menjaga lingkungan," katanya.
Provinsi Kalimantan Barat sudah mencanangkan untuk melakukan pembangunan hijau (green growth) yang ramah lingkungan dengan berbasis komoditas sebagai upaya untuk mendukung Kontribusi Pemerintah Indonesia (NDC) dalam menurunkan emisi gas rumah kaca dan deforestasi.
Fokus dari pembangunan adalah petani dan masyarakat adat yang tinggal di kawasan hutan. Mereka adalah tokoh utama yang berperan penting dan berada di tingkat tapak.
Disebutkannya ada tiga pilar yang dibangun, yakni memperkuat kesatuan pengelolaan hutan, mengendalikan penggunaan ruang dan tata kelola izin.
Kedua, membangun kemitraan dengan pihak swasta untuk memastikan rantai pasok komoditas diproduksi secara berkelanjutan dan ramah lingkungan. Ketiga, menjamin pembangunan rendah emisi yang inklusif dengan keterlibatan aktif masyarakat adat dan petani kecil.
"Ketiga pilar tersebut menjadi panduan kami dalam mewujudkan upaya pembangunan hijau yang sudah mulai dikembangkan sejak beberapa tahun terakhir melalui kerja sama berbagai pihak," katanya.
Sebagai contoh untuk pilar pertama sejak tahun 2010 telah terbangun dan mulai beroperasi lima KPH di lima kabupaten, yaitu Kapuas Hulu, Sintang, Ketapang, Melawi dan Kubu Raya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016
Hal tersebut disampaikannya usai mengikuti kegiatan Dialog Nasional dengan tema Penyelamatan Hutan, Tanahdan Air di Jakarta, Senin, yang dihadiri oleh Menteri PUPR Mochamad Basoeki Hadimoeljono, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan A Djalil serta Menteri Dalam NegeriI Tjahjo Kumolo.
"Penyelesaian masalah tidak bisa dilakukan dengan sendiri dibutuhkan kebersamaan untuk itu pemerintah pusat harus memiliki komitmen yang kuat serta ketegasan ," kata Cornelis.
Jika berbicara permasalahan hutan, tanah dan air sejak tahun 2010, dirinya bersama para gubernur sudah berkomitmen untuk mewujudkan Kalimantan Barat sebagai bagian utama dari paru-paru dunia.
Hal tersebut dilakukan dalam mennaggapi perubahan iklim yang merupakan tantangan yang akan dihadapi manusia di abad 21 dan masa mendatang.
Perubahan iklim disebabkan oleh pemanasan global yang telah berdampak pada kondisi cuaca, termasuk perubahan pada suhu pola udara, curah hujan, aliran sungai yang tidak stabil hingga menyebabkan banjir, kekeringan dan gelombang panas yang berkelanjutkan hingga berdampak pada kebakaran dan kemarau.
Cornelis menambahkan, pada 2050 diperkirakan kerusakan yang terjadi terhadap sumber mata air akan semakin parah dan akan mengakibatkan hal yang fatal bagi keberlangsungan kehidupan.
"Sebagian permasalahan terkait sumber daya air antara lain peningkatan pencemaran akibat limbah padat dan limbah cair yang berdampak kemerosotan kualitas air, menghilangnya mata air akibat kerusakan lahan, hutan dan daerah resapan dan lain sebagainya," tuturnya.
Untuk menghindari hal tersebut dan demi keberlangsungan kehidupan anak cucu di masa yang akan datang, semua pihak harus berkomitmen dan segera bertindak, hasil nyata harus dapat dilihat dan ego sektoral harus di hilangkan.
"Dalam hal ini, pengelolaan SDA harus terpadu, menumbuhkan peran masyarakat agar lebih menjaga lingkungan," katanya.
Provinsi Kalimantan Barat sudah mencanangkan untuk melakukan pembangunan hijau (green growth) yang ramah lingkungan dengan berbasis komoditas sebagai upaya untuk mendukung Kontribusi Pemerintah Indonesia (NDC) dalam menurunkan emisi gas rumah kaca dan deforestasi.
Fokus dari pembangunan adalah petani dan masyarakat adat yang tinggal di kawasan hutan. Mereka adalah tokoh utama yang berperan penting dan berada di tingkat tapak.
Disebutkannya ada tiga pilar yang dibangun, yakni memperkuat kesatuan pengelolaan hutan, mengendalikan penggunaan ruang dan tata kelola izin.
Kedua, membangun kemitraan dengan pihak swasta untuk memastikan rantai pasok komoditas diproduksi secara berkelanjutan dan ramah lingkungan. Ketiga, menjamin pembangunan rendah emisi yang inklusif dengan keterlibatan aktif masyarakat adat dan petani kecil.
"Ketiga pilar tersebut menjadi panduan kami dalam mewujudkan upaya pembangunan hijau yang sudah mulai dikembangkan sejak beberapa tahun terakhir melalui kerja sama berbagai pihak," katanya.
Sebagai contoh untuk pilar pertama sejak tahun 2010 telah terbangun dan mulai beroperasi lima KPH di lima kabupaten, yaitu Kapuas Hulu, Sintang, Ketapang, Melawi dan Kubu Raya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016