Pontianak (Antara Kalbar) - Wakil Gubernur Kalimantan Barat Christiandy Sanjaya berharap Badan Restorasi Gambut tidak membeda-bedakan penanganan daerah yang memiliki lahan gambut.
"Kami sangat menyambut baik usaha yang dilakukan oleh pemerintah pusat sebagai terobosan baru untuk perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut. Namun, kami mengharapkan agar BRG yang telah dibentuk untuk tidak membeda-bedakan daerah yang memiliki lahan gambut, dimana dalam penanganannya semua harus diperlakukan sama," kata Christiandy saat dihubungi di Pontianak, Jumat.
Hal itu disampaikannya saat menjadi pembicara pada simposium Internasional menuju Aksi Restorasi Lahan Gambut yang terintegrasi berskala Nasional di Hotel Borobudur Jakarta, kemarin.
Pada kesempatan itu, dirinya menjelaskan bahwa Pemprov Kalbar tidak akan mengeluarkan izin untuk pengelolaan lahan gambut yang tidak memenuhi syarat sesuai ketentuan.
"Lahan gambut jangan sampai menjadi bumerang bagi kita, jika bisa dibudidayakan dengan baik, mengembalikan ekosistemnya, lahan gambut pasti dapat fungsikan," tuturnya.
Christiandy sanjaya menambahkan di Kalbar lahan gambut dapat ditanami dengan berbagai macam tanaman yang bermanfaat seperti aloevera, jagung dan lain sebagainya.
Selain itu, dirinya juga mengatakan Pemprov Kalbar telah berkomitmen, telah membentuk Tim Restorasi Gambut Kalbar (SK Gubernur Kalbar No,236/BLHD/2016, 21 April 2016) telah memiliki peta indikatif restorasi gambut melalui SK nomor SK.05/BRG/KPTS/2016, menyusun dan konsultasi publik dokumen RPPEG (rencana perlindungan dan pengelolaan ekosisten gambut) Kalbar.
Hal itu juga diperkuat dengan Peraturan Gubernur tentang kesatuan Hidrologis gambut (dalam proses), membentuk forum pengelola kawasan ekosistem esensial, membentuk forum komunikasi /sekretariat bersama pengelolaan hutan dan kawasan konservasi dalam program restorasi, perlinsungan dan pemberdayaan masyarakat Kalbar (SK Gubernur Kalbar dalam proses).
"Kami juga sudah membentuk UPT KPH (16 unit), UPT museum kehutanan, UPT lahan basah dan UPT Tahura (pergub dalam proses), dan memfasilitasi perselisihan pemanfaatan lahan gambut antara lain perusahaan HTI dan yayasan penyelamatan orang utan," katanya.
Dalam pertemuan itu, lanjutnya, Kepala BRG Nazir Foead menegaskan saat ini merupakan momentum yang tepat untuk melakukan tranformasi dari skala percontohan (pilot) menuju ke skala restorasi yang lebih besar.
Dari intervensi yang dilakukan secara tunggal menjadi terintegrasi dan kolaboratif, dari upaya restorasi yang berbasis ilmu pengetahuan ke upaya restorasi yang lebih populer, dan dari mekanisme pendanaan melalui donor individual atau pemerintah ke mekanisme pendanaan yang lebih inovatif.
Simposium diselenggarakan oleh BRG dan dihadiri sekitar 300 peserta dari perwakilan pemerintah pusat dan daerah, sektor swasta, akademisi, para ahli, dan masyarakat sipil.
"Simposium ini bertujuan untuk menghimpun pengetahuan, jaringan, institusi dan sumber daya yang tersedia menuju aksi restorasi lahan gambut di Indonesia yang terintegrasi," katanya.***4***

Pewarta: Rendra Oxtora

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016