Ngabang (Antara Kalbar) - Calon Bupati Landak, dr Karolin Margret Natasa menegaskan bahwa disahkannya calon perseorangan dalam pilkada oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2016 merupakan suatu solusi, bukan untuk menimbulkan masalah.

    "Disahkannya calon pasangan tunggal dalam pilkada itu merupakan jawaban dari situasi politik yang berkembang. Namun, sangat disayangkan masih ada pihak yang menganggap bahwa calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah merupakan kegagalan kaderisasi dalam partai politik, dan menyebabkan masyarakat tidak mempunyai pilihan, dimana anggapan ini jelas salah," kata Karolin, saat menggelar kampanye di Darit, Kecamatan Menyuke, Kabupaten Landak.

    Dia menjelaskan, dalam UU Nomor 8 Tahun 2015 memang mempersyaratkan paling sedikit ada dua pasangan calon kepala daerah. Demikian pula, ketentuan Pasal 54 ayat (5) Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2015 yang pada dasarnya menegaskan bahwa pemilihan kepala daerah tidak dapat diikuti oleh calon tunggal.

   Namun permasalahannya, jika mengacu pada UU dan PerKPU tersebut dimana hanya ada calon tunggal, pemilihan akan ditunda pada pilkada serentak berikutnya. Padahal belum tentu, pada pelaksanaan pilkada berikutnya ada lawan dari calon tunggal tersebut dan ini membuka peluang adanya calon boneka yang dipasangkan hanya untuk memenuhi peraturan tersebut, yang jelas menodai peserta demokrasi.

   Ketentuan itu justru mengkhawatirkan berbagai pihak karena penundaan ke pilkada serentak berikutnya pada dasarnya telah menghilangkan hak rakyat untuk dipilih dan memilih pada pilkada serentak saat itu.

   Untuk itu, MK menyatakan bahwa pilkada dapat tetap diselenggarakan walau hanya terdapat satu pasangan calon. Putusan MK dilandasi oleh ketentuan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang menentukan bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis.

    Dijelaskannya, tidak adanya jalan keluar dari UU Nomor 8 tahun 2015 itu itu dinilai oleh MK sebagai kekosongan hukum yang mengakibatkan pilkada tidak dapat dilaksanakan, sehingga harus ditunda pada periode berikutnya.

    Padahal, lanjutnya, pilkada merupakan pelaksanaan kedaulatan rakyat. Pilkada merupakan mekanisme pemilihan kepala daerah secara demokratis di mana hak dipilih dan hak memilih ditunaikan, karena itu, kekosongan hukum yang terjadi telah merugikan hak rakyat dan menciderai prinsip kedaulatan rakyat.

    Mantan anggota DPR itu menambahkan, MK juga menyatakan bahwa penundaan pelaksanaan pilkada juga merugikan karena pasti akan mengganggu penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Hal ini terjadi karena telah habisnya masa jabatan kepala daerah sehingga akan diangkat pelaksana tugas yang tentu saja tidak memiliki kewenangan yang setara dengan kepala daerah.

    "Makanya, saya berani mengatakan, bahwa pilkada dengan calon tunggal itu adalah sebuah solusi, bukan suatu masalah. Tentu tidak mungkin terjadi kekosongan pemerintahan jika pilkada ditunda hanya karena tinggal pasangan calon tunggal, sehingga putusan MK itu memberikan jalan keluar yaitu menyatakan pilkada dapat diikuti oleh calon tunggal tanpa menghilangkan aspek kontestasi atau pemilihan," katanya.

    Hal itu juga diatur dengan jelas bahwa calon tunggal tetap harus berkompetisi untuk mendapat suara pemilih agar mendapatkan suara terbanyak dan terpilih menjadi kepala daerah. Jika mayoritas pemilih tidak menyetujui, masyarakat tinggal memilih kotak kosong dan calon pun tidak akan menjadi kepala daerah terpilih.

    "Namun, jika masyarakat banyak memilih kotak kosong dan dalam pelaksanaannya kotak kosong itu menang, maka yang rugi masyarakat sendiri, karena harus menggelar pilkada ulang yang tentu kembali memakan banyak biaya," tuturnya.

    Dirinya menegaskan, hal ini harus menjadi perhatian dan dipahami bersama, bahwa pelaksanaan pilkada dengan calon tunggal tentu bukan suatu hal yang salah, namun karena dalam pelaksanaannya memang menjadi solusi untuk mengatasi tidak adanya lawan politik dari pelasnaan pilkada.

    "Perlu saya tambahkan juga, dalam pelaksanaannya, KPU sudah membuka peluang bagi parpol untuk mengusung calonnya, namun kenyataannya di Landak, semua parpol justru mendukung kami karena dari survey mana pun, saya dan pak Heriadi menjadi pasangan pilkada yang selalu unggul, sehingga semua partai memberikan dukungannya dan mengusung kami," kata ibu dua anak ini.

    KPU juga sudah memberikan kesempatan kepada masyarakat yang ingin mencalonkan diri sebagai bupati melalui jalur perseorangan, dan pada kenyataannya tidak ada yang mendaftar. Kemudian KPU juga menunda tahapan pilkada dengan membuka kembali masa pendaftaran, dengan harapan ada pasangan calon lain yang ikut dan pada kenyataannya lagi, selama masa itu tidak ada yang maju.

    "Jadi, karena calon tunggal, apa pilkada harus di tunda, sementara semua proses pencalonan sudah lakukan oleh KPU. Tentu tidak mungkin, karena tidak ada lawan, Landak kemudian tidak boleh menggelar pesta demokrasinya dimana itu akan mengakibatkan kekosongan pada pemerintahan," kata Karolin.

    Dia juga menjelaskan, fenomena calon tunggal itu muncul dalam pemilihan umum kepala daerah (pilkada) 2017 yang bakal berlangsung serentak di 101 daerah pada 15 Februari mendatang. Hingga batas waktu pendaftaran calon pada 23 September lalu, ada tujuh daerah yang hanya memiliki satu calon, yaitu Kabupaten Pati, Jawa Tengah; Landak, Kalimantan Barat; Buton, Sulawesi Tenggara; Kulon Progo, Yogyakarta; Tulang Bawang Barat, Bandar Lampung; Tambrauw, Papua Barat; dan Kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara.

Pewarta: Rendra Oxtora

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017