Pontianak (Antara Kalbar) - Anggota Komisi XI DPR RI yang membidangi fiskal dan keuangan dari daerah pemilihan Kalimantan Barat, G Michael Jeno mengatakan reformulasi sistem perencanaan pembangunan nasional dengan Model GBHN hendaknya dibangkitkan lagi.
Jeno meyakini GBHN adalah skema yang sudah disiapkan dan dipikirkan para pendiri bangsa sejak awal kemerdekaan. Pasalnya, sebagai sebuah negara yang masih membangun, diperlukan perencanaan dasar agar pembangunan tersebut tidak terputus dan mencapai tujuannya.
"Tahun 1947 itu para pendiri bangsa membentuk Panitia Pemikir Siasat Ekonomi pada yang diketuai Mohammad Hatta. Pertemuan itu menghasilkan rencana dengan tajuk `Dasar Pokok daripada Plan Mengatur Ekonomi Indonesia, hingga dibentuklah Dewan Perancang Nasional yang diketuai oleh Muhammad Yamin, yang berhasil menyusun Rencana Pembangunan Semesta Berencana," ujarnya di Pontianak.
Menurut dia, dokumen-dokumen tersebut merupakan tonggak awal atau bukti sejarah akan terdapatnya rencana pembangunan yang pertama dalam negara Republik Indonesia, sehingga konsepsi pembangunan semesta berencana sebagaimana yang dihasilkan Dewan Perancang Nasional (Depernas).
Jeno menyebut saat melakukan kegiatan sosialisasi empat pilar kebangsaan di Singkawang, beberapa waktu lalu, dirinya mendapat banyak masukan dari masyarakat Kalbar soal hal tersebut.
Lanjut dia, dapat disarikan bahwa dalam kurun beberapa dekade sejak masa Orde baru hingga runtuhnya, sistem ketenagakerjaan Indonesia sebagai sebuah negara bangsa mengalami perubahan signifikan di berbagai aspek dan dimensi.
"Hal ini berpengaruh terhadap berbagai dasar dan kebijakan ekonomi kita," katanya.
Ia menyebutkan di zaman Orba, arah perjalanan negara Indonesia didasarkan pada UUD 45, sedangkan arah atau keinginan rakyat dalam masa tertentu dituangkan idalam GBHN. Pada saat itu berdasarkan UUD 1945 (pra-perubahan) pembuatan GBHN ini dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
"Sebelum amandemen UUD 1945, MPR menjadi lembaga tertinggi Negara dengan kewenangannya menetapkan UUD GBHN serta memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden," kata dia.
Lanjutnya pasca amandemen UUD 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat menjadi salah satu lembaga yang mengalami perubahan mendasar dalam hal kedudukan, fungsi dan perannya.Dimana Pascaamandemen, kedudukan MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi Negara, tetapi berkedudukan sejajar dengan lembaga-lembaga Negara lainnya, dan fungsinya pun terbatas pada satu kewenangan rutin yaitu melantik Presiden dan Wakil.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017
Jeno meyakini GBHN adalah skema yang sudah disiapkan dan dipikirkan para pendiri bangsa sejak awal kemerdekaan. Pasalnya, sebagai sebuah negara yang masih membangun, diperlukan perencanaan dasar agar pembangunan tersebut tidak terputus dan mencapai tujuannya.
"Tahun 1947 itu para pendiri bangsa membentuk Panitia Pemikir Siasat Ekonomi pada yang diketuai Mohammad Hatta. Pertemuan itu menghasilkan rencana dengan tajuk `Dasar Pokok daripada Plan Mengatur Ekonomi Indonesia, hingga dibentuklah Dewan Perancang Nasional yang diketuai oleh Muhammad Yamin, yang berhasil menyusun Rencana Pembangunan Semesta Berencana," ujarnya di Pontianak.
Menurut dia, dokumen-dokumen tersebut merupakan tonggak awal atau bukti sejarah akan terdapatnya rencana pembangunan yang pertama dalam negara Republik Indonesia, sehingga konsepsi pembangunan semesta berencana sebagaimana yang dihasilkan Dewan Perancang Nasional (Depernas).
Jeno menyebut saat melakukan kegiatan sosialisasi empat pilar kebangsaan di Singkawang, beberapa waktu lalu, dirinya mendapat banyak masukan dari masyarakat Kalbar soal hal tersebut.
Lanjut dia, dapat disarikan bahwa dalam kurun beberapa dekade sejak masa Orde baru hingga runtuhnya, sistem ketenagakerjaan Indonesia sebagai sebuah negara bangsa mengalami perubahan signifikan di berbagai aspek dan dimensi.
"Hal ini berpengaruh terhadap berbagai dasar dan kebijakan ekonomi kita," katanya.
Ia menyebutkan di zaman Orba, arah perjalanan negara Indonesia didasarkan pada UUD 45, sedangkan arah atau keinginan rakyat dalam masa tertentu dituangkan idalam GBHN. Pada saat itu berdasarkan UUD 1945 (pra-perubahan) pembuatan GBHN ini dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
"Sebelum amandemen UUD 1945, MPR menjadi lembaga tertinggi Negara dengan kewenangannya menetapkan UUD GBHN serta memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden," kata dia.
Lanjutnya pasca amandemen UUD 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat menjadi salah satu lembaga yang mengalami perubahan mendasar dalam hal kedudukan, fungsi dan perannya.Dimana Pascaamandemen, kedudukan MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi Negara, tetapi berkedudukan sejajar dengan lembaga-lembaga Negara lainnya, dan fungsinya pun terbatas pada satu kewenangan rutin yaitu melantik Presiden dan Wakil.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017