Pontianak (Antara Kalbar) - Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Singkawang telah menangani sebanyak 11 aduan kasus anak yang membutuhkan perlindungan, baik sebagai korban ataupun pelaku sepanjang Januari hingga awal Maret 2017.

"Sebelas kasus ini melibatkan 25 anak, dengan jenis kasus yang berbeda-beda, seperti dugaan pencurian, dugaan anak terpapar pornografi, asusila, kekerasan psikis, kekerasan fisik, anak dengan perilaku sosial menyimpang dan anak terlantar," kata Kasi Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak, Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Singkawang, Winda, Sabtu.

Dari 11 kasus yang ditangani, tujuh diantaranya merupakan kasus baru dan dua kasus lanjutan. Sedangkan dua lagi merupakan kasus melibatkan orang baru, tapi ada juga yang pernah pihaknya tangani sebelumnya.

Dari 11 kasus itu yang paling banyak ditangani adalah kasus pencurian dan pornografi. "Untuk pencurian ada dua kasus dan pornografi ada dua kasus," katanya.

Meski demikian, tidak semua kasus yang ditanganinya berhadapan dengan hukum. Dalam menangani kasus yang melibatkan anak pihaknya juga bekerjasama dengan Polres dan Bapas Singkawang.

"Sehingga kalau ada anak-anak yang terlibat dengan hukum, akan kita selesaikan dengan proses diversi," tuturnya.

Hanya saja, untuk mengetahui hasilnya (berhasil atau tidak) proses penyelesaian Diversi-nya, tanyakan saja ke Polres Singkawang.

Sementara di tahun 2016, pihaknya juga telah menangani sebanyak 42 pengaduan kasus anak yang membutuhkan perlindungan.

"Pengaduan kasus di kami juga ada yang belum jelas sehingga membutuhkan tindak klarifikasi," katanya.

Dari 42 kasus yang ditangani, katanya, 35 merupakan kasus baru, empat kasus lanjutan dan tiga kasus di dalamnya melibatkan orang baru dan lama yang sudah pernah pihaknya tangani.

Sedangkan jumlah anak yang terlibat dalam kasus yang diadukan baik sebagai korban atau pelaku ada sebanyak 93 orang.

"Yang mana 47 orang diantaranya merupakan anak jalanan," kata Winda.

Adapun jenis kasus yang diadukan, yaitu dugaan pencurian, dugaan asusila (pencabulan atau persetubuhan), narkotika, anak dengan perilaku sosial menyimpang, dugaan kekerasan fisik, dugaan kekerasan psikis dan pelanggaran lalu lintas.

Sedangkan cara datangnya pengaduan, ujarnya, ada yang datang sendiri, rujukan dari Polres, laporan Kader PA atau Satgas PA, laporan Forum Anak dan rujukan dari Dinas Kesehatan.

"Kalau dari segi kasus yang ditangani, yang paling banyak adalah asusila dan pencurian," katanya.

Sedangkan dari segi jumlah anak yang terlibat, yang paling banyak adalah anak dengan perilaku sosial menyimpang.

Winda menilai, tingginya angka perilaku sosial menyimpang yang rata-rata korbannya adalah anak di Kota Singkawang ini harus menjadi perhatian bersama terutama orangtua.

"Disamping peran ibu (istri), anak juga sangat membutuhkan kasih sayang dari ayah," ujarnya.

Jangan sampai kesibukan ayah bekerja, namun tidak sempat memberikan perhatian kepada anak-anaknya.

"Hal inilah yang dapat membuat anak berprilaku menyimpang," katanya.

Anggota DPR RI Erma Suryani Ranik sebelumnya meminta pihak kepolisian untuk menghukum pelaku kejahatan seksual terhadap anak dengan pasal maksimal.

"Kita minta kepada pihak kepolisian, untuk menghukum pelaku kejahatan seksual seberat-beratnya. Apalagi korbannya adalah anak," kata Erma Suryani Ranik saat kunjungan kerja ke Singkawang.

Erma mengatakan, dengan hukuman maksimal supaya ada efek jera bagi pelaku. Karena pelaku kekerasan seksual sudah merusak masa depan anak.

Di samping itu, anggota Komisi III DPR itu menekankan agar kepolisian untuk tidak mengekspos nama-nama korban pelecehan seksual ke publik, apalagi korbannya merupakan anak-anak di bawah umur.

Pewarta: Rendra Oxtora dan Rudi

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017