Pontianak (Antara Kalbar) - Masyarakat petani Tasik Malaya, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, masih menjadikan kopra sebagai andalan mata pencarian mereka, terlebih saat ini harga komoditas tersebut terus naik.

Sebagai salah satu desa penghasil kopra, Tasik Malaya Kecamatan Batu Ampar memiliki segudang potensi alam lainnya seperti ikan, kepiting, udang dari hasil laut, madu dari peternakan lebah dan kelulut serta pesona wisata.

"Namun masyarakat disini masih tetap mengandalkan kopra sebagai salah satu mata pencahariannya. Apalagi saat ini harganya terus meningkat, tentu saja hal ini dapat dijadikan primadona unggulan perekonomian masyarakat Desa Tasik Malaya," kata Samiril, Kepala Desa Tasik Malaya, Senin.

Dia menambahkan, berkat adanya pendampingan LSM Sahabat masyarakat pantai, selain kopra juga dikembangkan hasil madu lebah dan kelulut, wisata pantai disamping juga mengandalkan hasil pertanian dan hasil laut.

Menurut Kades Tasik Malaya itu, naiknya harga kopra hingga mencapai Rp9 ribu per kilogram berdampak positif bagi perekonomian warga setempat.

"Harapan kami dengan harga kopra yang terus membaik dapat terus memacu para petani kelapa. Karena dampaknya begitu terasa oleh masyarakat khususnya bagi para petani kelapa dan semoga produksi kelapa tidak lagi menurun karena akibat air asin laut seperti dulu," tuturnya.

Walau belum memiliki data jumlah produksi kopra secara rinci. Namun Samiril meyakini sumbangsih Tasik Malaya terhadap produksi kopra di Kalbar lumayan besar.

Di Tasik Malaya katanya, produksi kopra dapat dilakukan dalam per triwulan, sedangkan jumlah produksi kopranya bervariasi disetiap rumah produksi penyalaian kopra atau langkau yang bisa disebut masyarakat setempat.

Samiril memperkirakan dalam satu langkau bisa menghasilkan 12 ton kopra per triwulannya. Sedangkan jumlah langkau yang sudah terdata itu kurang lebih ada 40an.

"Jadi hasil kopra per triwulannya dapat mencapai 480 ton. Dan hasil kopra ini bisa lebih karena hingga saat ini masih banyak langkau yang belum terdata," katanya.

Dirinya menambahkan, dari kopra itulah, masyarakat bisa membiayai anak-anaknya melanjutkan pendidikan hingga kepergurunan tinggi. Ini pertanda bahwa kopra bisa membantu perekonomian kebutuhan masyarakat.

Sementara itu, Slemang salah satu petani kelapa saat ditemui di langkau penyalai kopra, mengatakan bahwa proses penyalaian kelapa memakan waktu hingga 10 jam lamanya. Dan dengan api yang harus dipantau terus.

Setelah pengapian usai, proses kopra dilanjutkan dengan pemisahan daging dari batok tempurung kelapa dan jadilah kopra yang siap jual.

Slemang ketika ditemui saat itu sedang menyusun tempurung kelapa di lantai dasar tempat penyalaian kelapa. Satu-satu tempurung kelapa disusunnya dan dibawa dari luar dan dibawa ke dalam langkau.

Kegiatan yang dilakukan itu merupakan salah satu proses pembuatan kopra yang memakan waktu lama dan penuh asap hingga pria yang sejak kecil bergelut pembuatan kopra itu bermandikan keringat.

Usai menyusun ratusan tempurung kelapa Slemang, pria paroh baya itu kemudian menyulut api yang menandakan proses penyalaian atau pengasapan atau yang biasa disebut warga setempat yakitu "salai kelapa" pembuatan kopra dimulai.

Dari pantauan di lapangan, Desa Tasik Malaya teka jauh dari langkau milik Slemang juga sedang dikerjakan proses penyalaian kelapa di langkau. Dan tak hanya satu itu, di desa tersebut masih puluhan langkau lain melakukan proses yang sama dalam menghasilkan kualitas kopra yang baik.
(U.KR-RDO/N005)

Pewarta: Rendra Oxtora

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017