Pontianak Majelis hakim Pengadilan Negeri Pontianak, Kalimantan Barat, menjatuhkan vonis satu tahun penjara dan denda Rp100 juta, atau lebih rendah dari tuntutan JPU 1,6 tahun, kepada terdakwa anggota DPR RI, Zulfadhli.
"Terdakwa telah terbukti bersalah sehingga dijatuhkan hukuman selama satu tahun penjara dan membayar denda Rp100 juta, apabila tidak dibayar maka diganti dengan kurungan tambahan selama tiga bulan, serta dibebankan untuk membayar biaya perkara Rp10 ribu," kata Hakim Ketua PN Pontianak Kusno saat membacakan putusan di PN Pontianak, Kamis.
Ia menjelaskan, untuk berbagai barang bukti yang sebelumnya telah dilakukan penyitaan, maka dikembalikan kepada terdakwa.
"Kepada terdakwa, apabila tidak puas dengan putusan ini, maka bisa mengajukan banding," ujar Kusno.
Sementara itu, terdakwa Zulfadhli menyatakan, apa yang telah diajukan tuntutan oleh JPU, dalam persidangan sudah dibantah dan tidak terbukti, dirinya melakukan tindak pidana korupsi.
"Namun saya tetap dinyatakan bersalah oleh majelis hakim PN Pontianak, karena dianggap melakukan kelalaian. Melakukan pinjaman, dan pinjaman itu juga sudah dikembalikan sehingga tidak ada pengganti, artinya tidak ada kerugian negara dalam kasus ini," ungkapnya.
Sehingga, apa-apa saja barang dan harta yang sebelumnya telah dilakukan penyitaan, dalam putusan hakim agar dikembalikan kepada dirinya. "Saya akan berkonsultasi dengan penasihat hukum terkait, apakah akan banding atau tidak terhadap vonis hakim tersebut," katanya.
Penasihat Hukum Terdakwa, AS Nazar menyatakan, dari sebanyak 24 saksi yang dihadirkan dalam persidangan, baik dari saksi fakta, meringankan, ahli dan lainnya, tidak ada satu saksipun yang menyatakan kliennya menggunakan uang Bansos KONI dan Bansos Fakultas Kedokteran Untan Pontianak.
"Apalagi dalam kasus ini, klien kami tidak ada satupun melakukan pengelolaan dana, melainkan semuanya dilakukan oleh bendahara, sehingga dalam kasus ini tidak dapat dipidana, karena tidak ada penyalahgunaan kewenangan," ungkapnya.
Sehingga, pihaknya akan mempelajari terhadap putusan pengadilan tersebut, karena ada hal yang tidak logis, sehingga kliennya (zulfadhli) tidak melakukan penyalahgunaan kewenangan dalam pengelolaan keuangan daerah, katanya.
"Untuk upaya hukum selanjutnya, maka kami akan melakukan koordinasi dengan klien kami," ujarnya.
Dalam kasus itu, selain terdakwa Zulfadhli juga ada tersangka Usman Ja`far mantan gubernur Kalbar (almarhum), dan terdakwa Iswanto sudah menjalani proses hukum (almarhum).
Sebelumnya, atas dugaan korupsi tersebut, terdakwa diduga telah merugikan negara yang telah dihitung oleh BPK, yakni bansos KONI sebesar Rp15,242 miliar, dan bansos Fakultas Kedokteran Rp5 miliar atau total Rp20 miliar.
Ditreskrimsus mulai menangani kasus tersebut sejak 2012, dan mengalami kendala dalam hal pemanggilan, karena untuk memanggil Zulfadhli yang masih aktif menjadi anggota DPR RI membutuhkan waktu dan ada proses yang harus dilewati.
Sementara untuk kasus tersangka almarhum Usman Ja`far sudah di SP3-kan oleh Polda Kalbar (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) karena tersangka sudah meninggal dunia.
(U.A057/N005)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017
"Terdakwa telah terbukti bersalah sehingga dijatuhkan hukuman selama satu tahun penjara dan membayar denda Rp100 juta, apabila tidak dibayar maka diganti dengan kurungan tambahan selama tiga bulan, serta dibebankan untuk membayar biaya perkara Rp10 ribu," kata Hakim Ketua PN Pontianak Kusno saat membacakan putusan di PN Pontianak, Kamis.
Ia menjelaskan, untuk berbagai barang bukti yang sebelumnya telah dilakukan penyitaan, maka dikembalikan kepada terdakwa.
"Kepada terdakwa, apabila tidak puas dengan putusan ini, maka bisa mengajukan banding," ujar Kusno.
Sementara itu, terdakwa Zulfadhli menyatakan, apa yang telah diajukan tuntutan oleh JPU, dalam persidangan sudah dibantah dan tidak terbukti, dirinya melakukan tindak pidana korupsi.
"Namun saya tetap dinyatakan bersalah oleh majelis hakim PN Pontianak, karena dianggap melakukan kelalaian. Melakukan pinjaman, dan pinjaman itu juga sudah dikembalikan sehingga tidak ada pengganti, artinya tidak ada kerugian negara dalam kasus ini," ungkapnya.
Sehingga, apa-apa saja barang dan harta yang sebelumnya telah dilakukan penyitaan, dalam putusan hakim agar dikembalikan kepada dirinya. "Saya akan berkonsultasi dengan penasihat hukum terkait, apakah akan banding atau tidak terhadap vonis hakim tersebut," katanya.
Penasihat Hukum Terdakwa, AS Nazar menyatakan, dari sebanyak 24 saksi yang dihadirkan dalam persidangan, baik dari saksi fakta, meringankan, ahli dan lainnya, tidak ada satu saksipun yang menyatakan kliennya menggunakan uang Bansos KONI dan Bansos Fakultas Kedokteran Untan Pontianak.
"Apalagi dalam kasus ini, klien kami tidak ada satupun melakukan pengelolaan dana, melainkan semuanya dilakukan oleh bendahara, sehingga dalam kasus ini tidak dapat dipidana, karena tidak ada penyalahgunaan kewenangan," ungkapnya.
Sehingga, pihaknya akan mempelajari terhadap putusan pengadilan tersebut, karena ada hal yang tidak logis, sehingga kliennya (zulfadhli) tidak melakukan penyalahgunaan kewenangan dalam pengelolaan keuangan daerah, katanya.
"Untuk upaya hukum selanjutnya, maka kami akan melakukan koordinasi dengan klien kami," ujarnya.
Dalam kasus itu, selain terdakwa Zulfadhli juga ada tersangka Usman Ja`far mantan gubernur Kalbar (almarhum), dan terdakwa Iswanto sudah menjalani proses hukum (almarhum).
Sebelumnya, atas dugaan korupsi tersebut, terdakwa diduga telah merugikan negara yang telah dihitung oleh BPK, yakni bansos KONI sebesar Rp15,242 miliar, dan bansos Fakultas Kedokteran Rp5 miliar atau total Rp20 miliar.
Ditreskrimsus mulai menangani kasus tersebut sejak 2012, dan mengalami kendala dalam hal pemanggilan, karena untuk memanggil Zulfadhli yang masih aktif menjadi anggota DPR RI membutuhkan waktu dan ada proses yang harus dilewati.
Sementara untuk kasus tersangka almarhum Usman Ja`far sudah di SP3-kan oleh Polda Kalbar (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) karena tersangka sudah meninggal dunia.
(U.A057/N005)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017