Pontianak (Antara Kalbar) - Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis mengajak pemerintah kabupaten/kota yang ada di provinsi itu untuk dapat duduk satu meja dalam mengentaskan permasalahan kemiskinan, agar tidak terjadi tumpang tindih dalam berbagai program yang dijalankan.
"Untuk mengentaskan, tingkat kemiskinan, pemerintah Kabupaten, kota dan Provinsi, perlu duduk satu meja, sehingga ada persamaan persepsi terhadap angka kemiskinan, sehingga tidak tumpang tindih," kata Cornelis di Pontianak, Jumat.
Menurutnya, berdasarkan rilis dari BPS, pada bulan September 2015, penduduk miskin di Kalbar berjumlah 405.510 orang (8,44 persen). Kemudian September 2016 turun menjadi 390.320 orang (8,00 persen).
Dari jumlah keseluruhan penduduk di Kalbar masih berada di bawah nasional yang mencapai 10,70 persen.
"Terkait hal itu, persoalan kemiskinan tidak hanya menyangkut berapa jumlah dan persentase penduduk yang sudah keluar dari garis kemiskinan tapi ialah bagaimana penduduk tidak jatuh lagi menjadi miskin," tuturnya.
Untuk itu, lanjutnya, perlu pemberdayaan masyarakat yang terintegrasi. Mulai dari perencanaan, keberlanjutan pendampingan, penguatan kelembagaan masyarakat serta penguatan peran dan komitmen pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota.
Selain itu, Cornelis juga mengungkapkan, bahwa masalah pembangunan perbatasan border dan lain-lain seperti BTA harus ada yang diperbaiki, antara Indonesia dan Malaysia, jika sudah ada perbaikan baru bisa investor masuk.
Untuk mendorong perubahan Border Trade Agreement 1970 yang sudah dianggap tidak relevan dengan situasi sekarang, Cornelis sudah mendorong melalui rapat dengan Konjen RI di Kuching beberapa waktu lalu, agar disampaikan pada rapat di Kementerian Luar Negeri, dan nanti juga akan di bawa pada rapat BIMP EAGA di Filiphina.
"Kita sudah rapat dengan konjen RI di Kuching, agar, mungkin hasilnya akan dibawa ke Kemenlu oleh konjen, dan akan dibawa ke BIMP EAGA di Manila, harus ada kerjasama bilateral antar dua Negara, karena untuk ekspor impor Kalbar harus punya pelabuhan Internasional," tuturnya.
(KR-RDO/N005)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017
"Untuk mengentaskan, tingkat kemiskinan, pemerintah Kabupaten, kota dan Provinsi, perlu duduk satu meja, sehingga ada persamaan persepsi terhadap angka kemiskinan, sehingga tidak tumpang tindih," kata Cornelis di Pontianak, Jumat.
Menurutnya, berdasarkan rilis dari BPS, pada bulan September 2015, penduduk miskin di Kalbar berjumlah 405.510 orang (8,44 persen). Kemudian September 2016 turun menjadi 390.320 orang (8,00 persen).
Dari jumlah keseluruhan penduduk di Kalbar masih berada di bawah nasional yang mencapai 10,70 persen.
"Terkait hal itu, persoalan kemiskinan tidak hanya menyangkut berapa jumlah dan persentase penduduk yang sudah keluar dari garis kemiskinan tapi ialah bagaimana penduduk tidak jatuh lagi menjadi miskin," tuturnya.
Untuk itu, lanjutnya, perlu pemberdayaan masyarakat yang terintegrasi. Mulai dari perencanaan, keberlanjutan pendampingan, penguatan kelembagaan masyarakat serta penguatan peran dan komitmen pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota.
Selain itu, Cornelis juga mengungkapkan, bahwa masalah pembangunan perbatasan border dan lain-lain seperti BTA harus ada yang diperbaiki, antara Indonesia dan Malaysia, jika sudah ada perbaikan baru bisa investor masuk.
Untuk mendorong perubahan Border Trade Agreement 1970 yang sudah dianggap tidak relevan dengan situasi sekarang, Cornelis sudah mendorong melalui rapat dengan Konjen RI di Kuching beberapa waktu lalu, agar disampaikan pada rapat di Kementerian Luar Negeri, dan nanti juga akan di bawa pada rapat BIMP EAGA di Filiphina.
"Kita sudah rapat dengan konjen RI di Kuching, agar, mungkin hasilnya akan dibawa ke Kemenlu oleh konjen, dan akan dibawa ke BIMP EAGA di Manila, harus ada kerjasama bilateral antar dua Negara, karena untuk ekspor impor Kalbar harus punya pelabuhan Internasional," tuturnya.
(KR-RDO/N005)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017