Semarang (Antara Kalbar) - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius mengatakan pihaknya turut memanfaatkan media sosial untuk mencegah terjadinya radikalisme di kalangan generasi muda.

"Kami merekrut anak-anak muda yang di media sosial mempunyai pengikut banyak, untuk turut menyebarkan mengenai bahaya radikalisme di kalangan anak muda," ujar Suhardi saat menjadi pembicara kunci di Universitas Negeri Semarang, Semarang, Sabtu.

Dalam acara yang dihadiri oleh Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir itu, Suhardi mengatakan dengan adanya teknologi informasi turut mempercepat radikalisme menyasar generasi muda.

Saat ini, orang Indonesia menghabiskan waktu sekitar 181 menit menggunakan ponsel pintar, lebih banyak dibandingkan di depan televisi yang menghabiskan waktu 131 menit, di depan laptop 117 menit, dan di depan tablet sebanyak 110 menit.

"Teknologi informasi mendorong radikalisme masuk ke ruang publik dan keluarga. Kalau dulu, pembaiatan itu dilakukan secara fisik maka sekarang dilakukan  secara online," papar dia.

Penyebaran paham radikalisme tersebut, juga dilakukan melalui media sosial. Dia menyebut ada beberapa ciri situs radikal yakni memiliki konten dan ideologi radikalisme dan terorisme, melakukan penghasutan bermuatan SARA, menyebarkan pemahaman yang menjelekkan kelompok lain, menyebarkan pemahaman jihad yang sempit dan jauh dari kedamaian, menyebarkan kebencian dan kekerasan, dan melakukan ancaman terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Oleh karenanya, perguruan tinggi berperan besar dalam memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai bahaya radikalisme.

Radikalisme, kata dia, membutuhkan waktu yang panjang maka kampus harus mampu mencermati jika terjadi perubahan pada mahasiswa maupun dosen, misalnya membentuk kelompok eksklusif, karena itu merupakan tanda - tanda menjadi radikal.

Suhardi mengatakan cukup banyak akademisi yang ikut ke dalam ISIS, kondisi itu harus diperhatikan secara serius oleh pimpinan perguruan tinggi.

"Pimpinan perguruan tinggi harus mampu mendeteksi dan mencegahnya. Bagaiamana nanti formatnya, nanti dipikirkan bersama," cetus Suhardi. 
   
(I025/Subagyo)

Pewarta: Indriani

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017