Jakarta (Antara Kalbar) - Serikat Pekerja (SP) PT Jakarta International Container Terminal (JICT) berpendapat Surat Peringatan (SP) II dan diikuti pemotongan gaji kepada ratusan pekerja peserta mogok oleh direksi perusahaan itu sesungguhnya dapat dikategorikan tindakan intimidasi.

"Itu kami nilai sebagai tindakan intimidasi terhadap pekerja dan mengancam kondusivitas pelabuhan," kata Ketua Umum Serikat Pekerja JICT Nova Sofyan Hakim saat dihubungi di Jakarta, Rabu.

Menurut Nova, surat peringatan tersebut dikirimkan sehari setelah mogok dihentikan dan dikirimkan sekitar pukul 20.00 WIB lewat email dan langsung ke rumah masing-masing pekerja.

Dikatakannya, tindakan direksi tersebut patut dipertanyakan setelah wanprestasi hak pekerja dan membiarkan mogok JICT selama lima hari serta merugikan tidak hanya bagi perusahaan namun juga bagi pelanggan.

Selain tidak berdasarkan aturan Undang-Undang, kata Nova, SP II tersebut juga menyalahi aturan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang berlaku di perusahaan.

Selain itu, tegasnya, pemerintah lewat Kepala Sudinaker Jakarta Utara Dwi Untoro menyatakan saat pekerja menyatakan stop mogok, bahwa surat peringatan pertama yang diberikan kepada 541 pekerja oleh direksi dinyatakan tidak berlaku.

"Bukan tidak mungkin gejolak yang diciptakan direksi JICT kepada pekerja akan kembali mengancam iklim kondusivitas pelabuhan, " katanya.

Tidak hanya itu, tambahnya, dugaan tindakan intimidasi direksi JICT tidak dapat dilepaskan dari upaya membungkam pekerja yang mengkritisi perpanjangan kontrak JICT kepada Hutchison Hong Kong tanpa alas hukum.

Oleh karena itu, lanjut Nova, sekali lagi, pihaknya memastikan tidak akan mundur satu langkahpun dalam upaya menyelamatkan JICT sebagai aset emas bangsa dan pelabuhan petikemas terbesar di Indonesia serta fungsinya sebagai gerbang perekonomian nasional.

Pewarta: Edy Sujatmiko

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017