Jakarta (Antara Kalbar) - Setelah hampir 19 tahun absen, film Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G-30-S/PKI) kembali tayang untuk ditonton masyarakat luas pada tahun ini.

Pemutaran film ini diinisiasi oleh Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo. Melalui perintahnya, TNI melaksanakan kembali untuk menonton film bareng G-30-S/PKI. Ajakan ini juga bersambut di masyarkat.

Di Lapangan Gatot Soebroto, kompleks Kopassus, Cijantung, Jakarta, Sabtu, 30 September 2017, atau 52 tahun lalu sejak peristiwa G-30-S/PKI, digelar nonton bareng.

Setidaknya terdapat 1.000 orang yang turut menyaksikan film tersebut. Tidak hanya orang dewasa, tetapi juga anak-anak.

Nonton bareng G-30-S/PKI di Lapangan Gatot Soebroto menjadi hiburan masyarakat Cijantung pada malam minggu. Selain menyaksikan film, mereka juga dapat menikmati makanan yang dijual para pedagang di areal tersebut.

Dari yang berat, seperti bakso, mi ayam, mi instan, hingga makanan ubi-ubi dan jagung rebus maupun minuman. Bukan hanya pedagang makanan yang membuka lapak, melainkan juga pedagang mainan yang diburu oleh anak-anak.

Malam itu, di Jakarta selain di Cijantung, di Masjid Sunda Kelapa juga digelar acara yang sama, nonton bareng G-30-S/PKI.

Acara menonton bareng tidak hanya di Jakarta, tetapi juga dilaksanakan di berbagai wilayah di Indonesia, sejak 10 hari menjelang 30 September 2017.

Presiden RI Joko Widodo juga turut nonton bareng dengan masyarakat bersama Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyaksikan film Pemberontakan G-30-S/PKI di lapangan tenis Makorem 061/Suryakancana, Kota Bogor, hingga tuntas, sejak Jumat (29/9) pukul 20.05 WIB hingga Sabtu (30/9) dini hari. Bahkan, menurut Presiden RI Jokowi, dirinya telah menonton tiga kali.

Sebelumnya, Panglima TNI menjelaskan bahwa tujuan pemutaran film G-30-S/PKI untuk mengingatkan kembali kepada masyarakat terutama generasi muda yang tidak merasakan zaman itu. Selain itu, mengetahui adanya sejarah kelam bangsa tentang PKI.

Dengan pemutaran film itu, diharapkan masyarakat dapat mengetahui terjadinya peristiwa pengkhianatan tersebut dengan baik.

Pada era Orde Baru, film karya Sutradara Arifin C. Noer tersebut menjadi tontonan tahunan yang ditayangkan melalui layar kaca TVRI, satu-satunya stasiun TV kala itu.

Begitu pula, diputar di bioskop-bioskop pada era itu. Sejak tayang perdana pada tahun 1984, film yang digarap selama 2 tahun tersebut menjadi film "box office" dengan penonton lebih dari 600.000 orang.

Film itu akhirnya dihentikan penayangannya secara rutin di TVRI pada tahun 1998 atau pada masa reformasi saat Presiden B.J. Habibie berkuasa.

Isu Kebangkitan PKI Sjaiful Mujani Research Consulting (SMRC) beberapa waktu lalu menggelar survei terkait dengan isu kebangkitan PKI. Dalam surveinya pada tanggal 3 s.d. 10 September 2017, melibatkan 1.220 responden dari berbagai kalangan yang dipilih secara random metode multistage random sampling.

Survei diperuntukan penduduk berumur 17 tahun ke atas atau sudah menikah. Dari 1.220 responden tersebut, sebanyak 1.057 responden merespons untuk wawancara yang lebih valid. Survei ini memiliki margin of error � 3,1 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Dalam survei yang digelar SMRC tersebut, didapati 86,8 persen masyarakat tidak setuju bahwa sekarang terjadi kebangkitan PKI di Indonesia dan hanya 12,6 persen masyarakat yang setuju, sementara hanya 5 persen yang menyakini bahwa PKI telah bangkit.

Survei juga mendapati isu keterkaitan Presiden RI Joko Widodo dengan partai terlarang tersebut hanya dipercaya sekitar 5,1 persen publik Indonesia, sedangkan mayoritas publik 75,1 persen tidak percaya Jokowi merupakan bagian atau terkait dengan partai yang dilarang sejak tahun 1966 tersebut.

Survei juga mendapati bahwa opini tentang kebangkitan PKI cenderung lebih banyak di kalangan muda, perkotaan, terpelajar, dan sejumlah daerah tertentu, terutama Banten, Sumatera, dan Jawa Barat.

Sementara itu, ketidaksetujuan pada isu kebangkitan PKI terlihat baik pada pendukung Prabowo-Hatta maupun pendukung Jokowi-JK. Namun, begitu, irisan pendukung Prabowo dengan yang setuju isu kebangkitan PKI lebih besar daripada opini pendukung Jokowi.

Ada 19 persen pendukung Prabowo yang setuju isu tersebut, sementara dari pendukung Jokowi hanya 10 persen. Hal ini, menurut dia, konsisten dengan kecenderungan opini publik berdasarkan dukungan partai. Partai-partai yang memiliki kedekatan dengan Prabowo, seperti PKS dan Gerindra, memiliki kecenderungan setuju pada isu kebangkitan PKI daripada partai-partai pendukung pemerintah.

Berdasarkan survei tersebut, menurut Direktur Program SMRC Sirojuddin Abbas, dalam laman SMRC, isu kebangkitan PKI yang ditujukan untuk memperlemah dukungan rakyat pada Jokowi tampaknya bukan pilihan isu stategis yang berpengaruh.

Abbas menyimpulkan bahwa opini kebangkitan PKI di tengah masyarakat tidak terjadi secara alamiah, tetapi hasil mobilisasi opini kekuatan politik tertentu, terutama pendukung Prabowo.

Bila keyakinan adanya kebangkitan PKI itu alamiah, keyakinan itu akan ditemukan secara proporsional pada pendukung Prabowo maupun Jokowi, di PKS, Gerinda, dan partai-partai lain juga, kata Abbas.

Hal itu dibantah oleh politikus Partai Gerindra Shodiq Mujadid. Anggota DPR itu mengatakan bahwa isu tentang PKI merupakan laten yang terus ada di tengah masyarakat. Selain itu, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dan Panglima TNI Gatot Nurmantyo juga menyatakan perlu mewaspadai PKI. Hal ini dikatanya kepada Antara melalui sambungan telpon, Minggu pagi.

Ia menegaskan bahwa Pancasila merupakan satu-satunya ideologi di Indonesia.

Pengamat politik Islam dari Universitas Indonesia Yon Mahmudi mengatakan bahwa tidak serta-merta isu kebangkitan PKI dimobilisasi sebab secara kultural maupun politik hal ini juga telah menjadi perhatian dan kekhawatiran masyarakat dan elite.

Menurut dia, hal tersebut dapat berlaku keduanya, baik alamiah maupun mobilisasi.

Ia berpendapat bahwa kesadaran menjaga Pancasila dan mewaspadai tumbuh kembangnya PKI yang akan mengancam kesatuan dan persatuan bangsa merupakan hal penting yang juga tengah diinisiasi oleh pemangku kepentingan bidang keamanan dan pertahanan di Indonesia melalui nonton bareng film G-30-S/PKI.

Tegakkan Pancasila Sementara itu, Presiden RI Joko Widodo meski sejak Pemilihan Umum Presiden 2014 selalu dipojokkan dengan isu tersebut, tidak pernah surut untuk menyatakan keteguhannya terhadap Pancasila. Presiden memastikan tidak akan ada kebangkitan PKI di Indonesia.

Presiden menegaskan bahwa dirinya bahkan tidak segan-segan untuk menggebuk PKI. "Pegang teguh Pancasila, jaga kesatuan. Jangan beri ruang ideologi-ideologi lain yang bertentangan dengan Pancasila. Apalagi, memberi ruang terhadap PKI," kata Presiden usai memimpin upacara Hari Kesaktian Pancasila di kompleks Monomen Pancasila Sakti Lubang Buaya Jakarta, Minggu (1/10).

Hal itu mengulangi pernyataan tegas Jokowi saat berbicara pada acara Kajian Ramadan 1438 Hijriah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur di Universitas Muhammadiyah Malang Dome, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, Juni 2017.

Presiden di Lubang Buaya juga menegaskan bahwa posisi pemerintah sangat jelas, yakni memegang teguh Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS/1966.

Pernyataan Presiden Joko Widodo itu seharusnya menjadi pegangan bersama dalam memastikan tidak ada ruang bagi tumbuh kembangnya PKI sehingga tidak membuat isu tersebut dapat digunakan sebagai pemecah belah bangsa, kata pengamat politik Islam UI Yon Mahmudi.

Pewarta:

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017