Pontianak (Antara Kalbar) - Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kota Pontianak, Darmanelly menyatakan komunikasi yang kurang menjadi pemicu terjadinya perceraian yang kini marak terjadi.
"Bisa jadi faktornya, karena kurangnya komunikasi, pertengkaran terus menerus antara pasangan suami istri, akibat penghasilan perempuan yang lebih besar, sehingga pihak lelaki minder," kata Darmanelly di Pontianak, Rabu.
Ia menjelaskan, faktor ketidakseimbangan dalam komunikasi di rumah tangga, juga menjadi salah satu pemicu konflik dalam rumah tangga.
"Apalagi kalau perempuan bekerja, ketika sampai di rumah dia lelah sehingga bisa bikin emosi tidak stabil. Seharusnya kalau perempuan diizinkan suaminya untuk berkiprah di publik, maka pihak suami dengan senang hati akan ambil alih beberapa pekerjaan di rumah," ungkapnya.
Selain itu, pembagian pekerjaan di rumah juga mesti dikomunikasikan, apalagi saat ini agak sulit untuk mencari asisten rumah tangga, katanya.
"Banyak para ibu yang bekerja tidak punya asisten rumah tangga, sehingga perlu ada pembagian tugas. Rasulullah saja melihat istrinya sibuk, dia sendiri yang menjahit kancing baju," katanya.
Dari beberapa literatur yang dia baca, komunikasi yang baik sangat membantu kelangsungan rumah tangga, salah satunya, apabila suami membantu pekerjaan rumah tangga sehingga istri akan merasa dihargai dan malah semakin sayang terhadap suaminya.
"Istri itu diistilahkan tulang rusak, kalau dibiarkan bisa bengkok atau malah akan patah, maka didiklah istrimu dengan kasih sayang," katanya.
Menanggapi kasus perceraian yang mengalami banyak perubahan, yakni karena disinyalir banyak gugatan oleh perempuan, karena perempuan bukan lagi di hadapkan pada urusan dapur, sumur dan kasur, tetapi banyak yang sudah memiliki karir.
"Semestinya, walau kaum perempuan jadi apapun di luar sana, maka ketika dia di rumah, statusnya adalah istri dan ibu. Dia tetap harus patuh dengan perintah suami sepanjang sesuai dengan agama," katanya.
(U.A057/N005)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017
"Bisa jadi faktornya, karena kurangnya komunikasi, pertengkaran terus menerus antara pasangan suami istri, akibat penghasilan perempuan yang lebih besar, sehingga pihak lelaki minder," kata Darmanelly di Pontianak, Rabu.
Ia menjelaskan, faktor ketidakseimbangan dalam komunikasi di rumah tangga, juga menjadi salah satu pemicu konflik dalam rumah tangga.
"Apalagi kalau perempuan bekerja, ketika sampai di rumah dia lelah sehingga bisa bikin emosi tidak stabil. Seharusnya kalau perempuan diizinkan suaminya untuk berkiprah di publik, maka pihak suami dengan senang hati akan ambil alih beberapa pekerjaan di rumah," ungkapnya.
Selain itu, pembagian pekerjaan di rumah juga mesti dikomunikasikan, apalagi saat ini agak sulit untuk mencari asisten rumah tangga, katanya.
"Banyak para ibu yang bekerja tidak punya asisten rumah tangga, sehingga perlu ada pembagian tugas. Rasulullah saja melihat istrinya sibuk, dia sendiri yang menjahit kancing baju," katanya.
Dari beberapa literatur yang dia baca, komunikasi yang baik sangat membantu kelangsungan rumah tangga, salah satunya, apabila suami membantu pekerjaan rumah tangga sehingga istri akan merasa dihargai dan malah semakin sayang terhadap suaminya.
"Istri itu diistilahkan tulang rusak, kalau dibiarkan bisa bengkok atau malah akan patah, maka didiklah istrimu dengan kasih sayang," katanya.
Menanggapi kasus perceraian yang mengalami banyak perubahan, yakni karena disinyalir banyak gugatan oleh perempuan, karena perempuan bukan lagi di hadapkan pada urusan dapur, sumur dan kasur, tetapi banyak yang sudah memiliki karir.
"Semestinya, walau kaum perempuan jadi apapun di luar sana, maka ketika dia di rumah, statusnya adalah istri dan ibu. Dia tetap harus patuh dengan perintah suami sepanjang sesuai dengan agama," katanya.
(U.A057/N005)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017