Pontianak  (Antara Kalbar) - Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAID) Kalimantan Barat menyatakan penanganan masalah anak-anak harus dilakukan secara sinergis antarinstansi yang ada.

"Selama ini, komunikasi antarinstansi itu kurang berjalan baik, yakni terkesan berjalan sendiri-sendiri sehingga capaiannya tidak maksimal," kata Ketua KPAID Kalbar Achmad Huseini, di Pontianak, Jumat.

Ia menjelaskan, mulai dari perangkat paling bawah, seperti kepala desa atau lurah, harus mendata anak-anak sesuai kategorinya, misalnya telantar atau anak-anak yang dikatakan menjadi anak pinggir jalan, sehingga nantinya bisa dibina.

"Tindaklanjutnya dengan tidak melepaskan hak dia, seperti harus selesai pendidikan dan semacam ada tempat pelatihan. Kami melihatnya belum ada penanganan seperti itu," ujarnya pula.

Dia mendesak agar penyelesaian masalah anak ke depannya hendaknya dilakukan bersama-sama, sehingga penanganannya tuntas.

"Kami sebagai lembaga negara yang dimandatkan oleh UU KPAID siap mendukung, bahkan siap berada paling depan, sementara untuk tingkat kota, pemerintahlah yang jadi motor penggeraknya," kata Achmad lagi.

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kota Pontianak Darmanelly menyatakan, salah satu dari lima klaster hak anak adalah hak kesejahteraan.

"Jika hal itu bisa terpenuhi, fenomena anak meminta-minta di jalanan dan warung kopi tidak akan terjadi. Ada pun lima klaster hak anak, pertama, hak sipil dan kebebasan, hak pengasuhan, hak pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan budaya, hak kesejahteraan, dan hak perlindungan," ujarnya.

Menurut dia, mungkin anak yang mengemis masuk dalam hak kesejahteraan, karena keluarganya masih belum sejahtera.

Saat ini Kota Pontianak memang sedang menuju Kota Layak Anak. Penghargaan yang diraih masih kategori Madya, sehingga masih ada tahapan kategori Nindya, katanya.

"Setelah itu baru kategori Utama dan masuk Kota Layak Anak. Pemkot Pontianak pun terus berusaha untuk meniadakan anak-anak yang meminta-minta atau mereka yang bekerja karena putus sekolah," ujarnya lagi.

Darmanelly juga menyoroti soal hak pendidikan, karena kota yang mau menuju Kota Layak Anak, anak-anaknya wajib belajar 12 tahun, seperti yang sudah dilakukan oleh Pemkot Pontianak.

"Pemkot dalam penanggulangan kemiskinan juga secara terpadu, baik dengan instansi terkait dan dunia usaha, serta lembaga sosial dengan terus berkoordinasi dan bersinergi dalam mewujudkan Kota Layak Anak," kata Darmanelly.

(U.A057/B014)

Pewarta: Andilala

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017