Pontianak (Antara Kalbar) - Maraknya pemberitaan mengenai kasus kekerasan seksual yang dialami anak Indonesia, mengindikasikan keselamatan dan keamanan anak-anak kini tak lagi terlindungi.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kalimantan Barat bahkan menyatakan kekerasan seksual terhadap anak sudah pada kondisi darurat.
Khusus Kalbar, kasus kekerasan seksual yang dilaporkan ke KPAID dan aparat polisi terus bertambah. Jika pada tahun 2011 ada 11 kasus yang dilaporkan, maka 2012 ada 16 kasus, kemudian tahun 2013 ada 22 kasus. Dan untuk tahun 2014, hingga Mei ini saja sudah ada 20-an kasus.
Ketua KPAID Kalbar, Alik R Rosyad mengatakan, tren peningkatan kasus tersebut karena beberapa alasan, dia antaranya karena semakin banyak orang menyadari dan melaporkan kasus itu, meski di sisi lain kualitasnya meningkat sementara dari kuantitasnya belum ada peningkatan yang signifikan.
"Jika dahulu orang tabu untuk membicarakannya, kini semakin banyak yang menyadari itu bentuk dari kejahatan," katanya.
Di luar itu, ada pula karena faktor eksternal. Akibat globalisasi. Internet begitu mudah diakses anak-anak, bahkan dapat dibawa ke kamar tidur dan kamar mandi. Internet meracuni anak-anak dan juga orang dewasa. Juga karena maraknya VCD ilegal dan warung internet yang bisa mengakses pornografi dan pornoaksi.
"Setiap saat kami selalu sampaikan ke orang tua, untuk waspada. Berkomunikasi dengan anak-anak," katanya lagi.
Kini anak lebih cepat matang secara biologis. Saat ini anak usia 10 tahun sudah mendapatkan menstruasi dan memasuki masa produktif. Berbeda dengan kondisi 10-20 tahun lalu. "Keadaan ini perlu menjadi perhatian orang tua," imbuhnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga moral dan akhlak anak. Ada orang tua yang pulang kerja malam hari, sementara mereka tidak khawatir dengan kondisi anak-anaknya.
Sementara itu, Ernawati (42), orang tua dari salah satu anak taman kanak-kanak swasta di Kota Pontianak mengatakan sejak mencuatnya kasus kekerasan seksual yang dialami anak-anak, kini ia lebih protektif dalam menjaga anak perempuannya.
"Setiap datang ke sekolah, jika lebih dahulu tiba dari guru kelas, saya pasti menunggu sampai gurunya datang. Saya tidak berani lagi meninggalkan anak sendirian di sekolah," katanya sembari menambahkan pernah pula bertanya kepada anaknya, apakah mengalami sakit saat buang air kecil.
Waspada, menurut dia bukan hanya di sekolah tetapi juga di rumahnya sendiri. Ketika anak perempuannya menjelang tidur malam, Erna selalu memakaikan celana tidur panjang kepada anaknya yang masih berusia lima tahun. Ia juga berpesan agar anak yang laki-laki tidak masuk ke kamar adiknya tanpa izin atau mengetuk pintu terlebih dahulu.
"Anak saya yang laki-laki (kelas 1 SMP), biasa masuk kamar adiknya dan `gelitikin` sebelum tidur. Saya juga mengingatkan mereka harus tidur terpisah," kata ibu tiga anak itu.
Ernawati menyatakan setuju jika ada orang tua membentengi diri anaknya dengan ilmu bela diri, seperti silat, karate, taekwondo, dan lain-lain agar terhindar dari kejahatan.
Sebagian besar kasus kekerasan seksual yang didampingi KPAID Kalbar, bisa diproses hukum hingga ke tingkat pengadilan negeri. Pelaku dapat dijerat Undang-undang Perlindungan Anak No. 23 tahun 2002. Pada pasal 82 UU tersebut, pelaku kekerasan seksual dapat ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Namun ada pula yang tidak bisa dibawa ke proses hukum, karena korban kekerasan seksual tidak dapat menjelaskan bentuk kekerasan yang dialaminya, karena alasan tertentu.
KPAID Kalbar selama beberapa tahun ini selalu mendampingi korban kekerasan seksual yang rata-rata berusia 6 tahun hingga 16 tahun, dengan pelaku tertua berusia 63 tahun. Para korban 90-95 persen adalah perempuan. Namun kini kasus sodomi juga mengalami peningkatan. Pada bulan Mei ada kasus sodomi yang disidangkan di Pengadilan Negeri Pontianak dengan korban dan saksi sebanyak lima orang.
Masih pada bulan Mei, KPAID Kalbar juga menerima laporan satu korban sodomi dan diperkirakan akan ada penambahan jumlah korban lainnya. KPAID Kalbar akan mendampingi baik saat pemeriksaan visum, melapor ke polisi, pemeriksaan psikologis, maupun hingga ke persidangan.
Sebagian besar laporan yang diterima KPAID berasal dari orang tua dan tetangga korban. Ada pula dari informasi masyarakat yang kemudian ditindaklanjuti KPAID Kalbar.
Sementara Kasi Pidana Umum (Pidum) Kejaksaan Negeri Sintang, Hadi mengatakan, kasus pencabulan di Kabupaten Sintang relatif tinggi bila dibandingkan daerah lainnya di wilayah Kalbar.
Dia mengungkapkan dalam tiga bulan terakhir, ada 17 kasus pencabulan yang ditangani pihaknya. Ia memprediksi, jika dalam tiga bulan saja jumlah perkara pencabulan mencapai 17 kasus, maka dalam setahun perkara pencabulan rata-rata bisa mencapai 60 kasus.
"Ironisnya setiap bulan ada saja kasus yang masuk dan jumlah kasus setiap tahunnya naik," katanya.
Hadi mengungkapkan, pelaku pencabulan di Sintang berumur antara 20 hingga 30 tahun. Tapi ada juga pelaku yang berusia di atas 50 tahun alias kakek-kakek.
Kejaksaan tidak bisa mengungkap penyebab yang melatarbelakangi kasus pencabulan tersebut. Kejaksaan hanya berwenang mengungkap perbuatan tersebut terbukti atau tidak dan seperti apa pencabulannya.
Hadi mengungkapkan hukuman terhadap pelaku pencabulan cukup tinggi, namun anehnya kasus terus saja bertambah. "Rata-rata pelaku pencabulan mendapat sanksi yang berat dengan rata-rata kurungan 6 sampai 8 tahun," ungkap dia.
Menurut Ketua KPAID Kalbar, Alik R Rosyad, Indonesia dan Kalbar kini sudah pada kondisi darurat kekerasan seksual pada anak.
"Karena itu, mari kita bersama-sama menanggulanginya. Mari melindungi dan menjaga anak-anak agar tidak menjadi korban lagi," kata Alik R Rosyad. Hentikan kekerasan seksual pada anak!
(N005/E001)
Artikel - Ketika Anak Tak Lagi Terlindungi
Minggu, 25 Mei 2014 12:56 WIB