Sintang  (Antaranews Kalbar) - Wakil Ketua DPRD Kabupaten Sintang Terri Ibrahim mengatakan perlu ada solusi bagi petani seiring adanya larangan membakar dalam membuka lahan  oleh pemerintah.

"Itu dilema, ketika pemerintah melarang masyarakat membakar ladang, namun tidak ada solusi, bagaimana berladang yang baik," kata Terri di Sintang, Kalimantan Barat, Selasa.

Menurut Terri, hampir 90 persen masyarakat di pedalaman mengggantungkan hidupnya dengan membuka ladang berpindah. Untuk ladang berpindah, agar subur dan menghilangkan kadar asamnya, lahannya harus dibakar.

"Kalau kita larang masyarakat membakar ladang, siapa yang akan memberi makan masyarakat, karena solusi untuk berladang tanpa membakar sampai sekarang belum ada," tegas Terri.

Dirinya mendesak, pemerintah memberikan solusi bagi petani yang dilarang membuka ladang dengan membakar.

Solusinya pun menurut Terri, bukan hanya teori, tetapi harus bimbingan dan pembinaan yang diberikan kepada masyarakat di kampung.

"Kalau hanya sekedar dilarang, tiga tahun ke depan banyak orang yang kelaparan," ucap Terri.

Dikatakan Terri, berladang merupakan pekerjaan yang sudah turun temurun bagi masyarakat.

Boleh saja pemerintah melarang masyarakat membuka ladang dengan membakar, tapi solusi untuk masyarakat hidup harus diberikan.

"Kami siap membantu membina, tapi harus ada solusinya, kalau misalkan pemerintah menginginkan petani mengembangkan persawahan, maka masyarakat harus dibina untuk bersawah, jangan hanya berteori," jelas Terri.

Sementara itu, Kepala Bidang Ketahanan Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Sintang, DN Amat menegaskan, memang ada regulasi yang melarang membakar lahan di musim kemarau.

Tapi, masih ada kelonggaran dalam regulasi tersebut dimana masyarakat boleh membakar ladang yang dibatasi hanya dua hektare saja.

Pembakaran ladang inipun harus diatur. "Inilah yang masih menjadi masalah, bagaimana mengatur supaya pembakaran lahan untuk berladang tidak dilakukan serentak dan tidak merambat ke hutan, sehingga tidak menimbulkan kabut asap," kata dia.

Dia mengatakan, melarang petani membakar ladang, akan berdampak bagi kehidupan petani di hulu yang masih tradisional. Apalagi, teknologi yang diperkenalkan pada petani baru teknologi pupuk organik. Teknologi ini tidak mampu memecahkan persoalan jika ladang milik masyarakat kayunya besar besar.

"Karena itu, masih ada regulasi yang membolehkan petani membakar ladang. Tapi dilakukan mulai pukul 17.00 hingga malam hari," kata Amat.

Disampaikan Amat, mulai Tahun 2016 Pemkab Sintang sudah menggencarkan perluasan sawah melalui program cetak sawah.

Di Kabupaten Sintang, Tahun 2016, ada 1.515 hektare sawah baru yang dicetak di 10 kecamatan. Kemudian, di tahun 2017, ada 800 hektare sawah yang dicetak di 8 kecamatan. ??

Dalam program cetak sawah itu lanjut dia, pihaknya juga mensosialisasikan teknologi pertanian ke masyarakat. Beberapa teknologi yang digunakan yakni teknologi sistem hazton, sistem SRI, Pandawa Lima dan lainnya.

"Penyuluh kami sudah sampaikan ke petani, sudah banyak daerah persawahan yang jadi percontohan. Seperti di Serawai, Sungai Manan di Kayan dan Desa Merpak di Kecamatan Kelam Permai sampai ke Dedai," jelas Amat.

Pewarta: Tantra Nur Andi

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018