Kubu Raya (Antaranews Kalbar) - Desa Batu Ampar menjadi salah satu kecamatan terjauh dari ibu kota Kabupaten Kubu Raya, yang harus dicapai memerlukan waktu tiga jam lebih perjalanan dari Kecamatan Sungai Raya, sebagai ibu kota kabupaten. 

Akses menuju kesana, dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua atau roda empat dengan melewati Kecamatan Rasau Jaya dengan memakan waktu satu jam. Sesampainya di dermaga, perjalanan dapat dilanjutkan dengan menggunakan kapal kelotok dengan waktu 8 jam atau 2 jam 45 menit dengan menggunakan kapal cepat.

Nuansa perbukitan dengan kehidupan masyarakat di tepian sungai terasa hangat, menyambut siapa saja yang datang ke Desa Batu Ampar . Sekitar dua kilometer dari dermaga, kita bisa melihat perkampungan unik yang dipenuhi dengan rumah tempat pembuatan arang mangrove, yang selama ratusan tahun menjadi mata pencarian utama masyarakat setempat.

Setidaknya ada tiga dusun di Desa Batu Ampar, Kecamatan Batu Ampar yang  rata-rata masyarakatnya bekerja sebagai pembuat arang mangrove. Salah satunya adalah Dusun Limau.

Saat memasuki perkampungan tersebut, aroma asap dari pembakaran arang, keras menusuk hidung, namun tidak satu pun terlihat masyarakat disana yang menggunakan masker untuk menjaga kesehatan pernafasan mereka. Anak-anak kecil juga terlihat lumrah bermain di sekitar rumah arang, berlarian kesana kemari, sambil sesekali melihat orang tua mereka yang sibuk mengumpulkan arang dari dalam tungku pembakaran.

Kondisi ini jelas menjadi berisiko untuk kesehatan penduduk setempat, karena berdasarkan keterangan petugas Puskesmas Batu Ampar, kasus ISPA di dusun itu cukup tinggi dan terus terjadi setiap tahunnya. Penderitanya, sudah bisa ditebak, dimana anak-anak dan orang tua, menjadi langganan terkena penyakit saluran pernapasan ini.

Pendapatan yang minim dari industri Rumah Arang, menyebabkan masyarakat disana kurang memperhatikan gizi anak-anak setempat. Hal ini tentu menjadi dilema bagi masyarakat, antara memenuhi kebutuhan gizi anak atau untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari yang pas-pasan.

Gizi Buruk dan Stunting 

Di balik kesibukan masyarakat membuat arang, ternyata kasus kurang gizi, gizi buruk, dan stunting, menjadi ancaman bagi masyarakat. Kesadaran masyarakat untuk memenuhi gizi anak-anaknya sangat kurang, karena terbentur permasalahan kurangnya pengetahuan dan rendahnya pendapatan.

Keberadaan posyandu yang ada di desa juga kurang mendapat perhatian masyarakat, karena kesadaran untuk memeriksakan kesehatan dan tumbuh kembang anaknya masih sangat minim.

Meski demikian, pihak Puskesmas Batu Ampar terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar mau datang ke Posyandu yang ada disetiap dusun di Desa Batu Ampar itu.

Banyak alasan yang membuat masyarakat setempat enggan mendatangi Posyandu, misalnya khawatir sang anak sakit, atau demam setelah diberi imunisasi atau vaksin saat disuntik. Selain itu ada juga sebagian yang warga yang memang anti dan tidak mau memberikan imunisasi bagi sang anak dengan alasan hal tersebut bukan sebuah kewajiban.

Hanya sedikit ibu-ibu yang mau memeriksakan tumbuh kembang anaknya ke Posyandu. Ini yang membuat banyak anak disini kurang gizi.

Misalnya saja Ayu Lestari yang kini sudah berumur 3,6 tahun namun berat badannya sekitar 9 kilogram. Sang ibu, Nursiah mengaku kaget mengetahui anaknya termasuk kategori gizi kurang.

"Kalau soal makan, anak saya ini makannya tidak pilih-pilih dan suka makan sayur juga walaupun tidak banyak, kalau soal berat dan tinggi badan mungkin juga karena faktor keturunan, karena saya dan ibu saya badannya juga kecil," katanya, saat ditemui di Posyandu Bougenvile, Dusun Sungai Limau, Desa Batu Ampar, belum lama ini.

Nursiah menyatakan cukup rutin membawa sang anak ke Posyandu, hanya saja diakuinya memang ada beberapa vaksin yang belum diberikan pada sang anak.

"Tapi kalau saya sempat dan periksa ke Puskesmas anak saya ini, tidak ada sakit apa pun dan pola makannya juga baik," katannya.

Tak jauh dari kediaman Ayu, juga terdapat balita bernama Alifia berumur 4,4 tahun. Anak dari pasangan Taksiah dan Mawardi ini berat badan hanya 8,3 kilogram.

"Badan anak saya ini memang kecil, namun setelah saya periksa memang tidak ada sakit apa-apa, dalam kesehariannya juga lincah saat bermain, hanya saja memang kalau saat makan harus dipaksa dan kurang suka makan sayur-sayuran dan buah-buahan," kata Taksiah.

Melihat kondisi sang anak dalam keadaan sehat Taksiah pun mengaku jika hanya ada waktu luang saja menyempatkan diri mengunjungi Posyandu, lantaran dirinya harus membantu sang suami bekerja di dapur arang untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

"Kalau sempat pergilah ke Posyandu. Posyandu di sini kurang banyak kegiatannya, kalaupun ada hanya satu bulan sekali," tuturnya.

Kader Posyandu Bougenvile, Elisa mengaku tidak heran melihat masih banyak masyarakat desa setempat yang enggan membawa sang anak ke Posyandu. 

Menurut dia, bukan hanya soal tidak sempat atau rumah jauh dari lokasi Posyandu, namun masih kuatnya kepercayaan sebagian warga terhadap mitos misalnya anak tidak boleh ditimbang, kekhawatiran anak tiba sakit usai diimunisasi juga menjadi persoalan tersendiri.

"Makanya sesekali kami para kader posyandu kadang berbagi tugas memberikan pemahaman sekaligus sosialisasi bagi warga akan pentingnya memberikan vaksin lengkap termasuk memantau tumbuh kembang anak dengan mendatangi langsung Posyandu, namun memang tidak mudah, perlu kerja keras dan dukungan semua pihak," kata dia.

Tak hanya Posyandu Bougenvile di Dusun Sungai Limau, di Posyandu Mekar Sari Dusun Cabang Ruan Desa Batu Ampar juga mengalami hal serupa. Saat kali pertama bertugas di Desa Batu Ampar, Fasilitator PPSW Borneo Kecamatan Batu Ampar, Ali Tri Apriana menceritakan dari semua Posyandu yang dikunjunginya di Desa Batu Ampar, Posyandu Mekar Sari dinilai kurang aktif dan minim pengunjungnya.

Tri mengaku wajar, bila Posyandu Mekar Sari minim pengunjung, pasalnya posyandu yang letaknya cukup jauh dari pusat Desa Batu Ampar ini jarang didatangi petugas kesehatan dari Puskesmas setempat. Butuh perjuangan mengunjungi dusun ini, dari Desa Batu Ampar kita harus menyusuri sungai dengan menggunakan motor tempel sekitar 1,5 jam.

"Letak dusun ini memang agak jauh dari pusat desa," kata Tri.

Tri yang kali pertama mengunjungi dusun tersebut mengaku kaget, lantaran melihat cukup banyak ibu rumah tangga yang memiliki balita tidak peduli untuk mengunjungi Posyandu.

Menurut Tri, wajar saja masih banyak kaum ibu di dusun tersebut yang enggan mengunjungi Posyandu dan memberikan imunisasi lengkap bagi anak-anaknya, pasalnya hingga saat ini sangat jarang sosialisasi dan beragam kegiatan berkaitan dengan edukasi kesehatan dan sejenisnya digelar di dusun tersebut.

"Informasi mengenai program kesehatan dan sejenisnya memang jarang disosialiasasikan di dusun ini, kalaupun ada, para kader Posyandulah yang harus pro aktif mendatangi pusat desa, karena memang untuk petugas kesehatan sangat jarang turun ke Posyandu Mekar Sari ini," katanya.

Melihat tingkat kesadaran sebagian masyarakat yang masih rendah untuk mendapatkan layanan kesehatan dasar tersebut membuat Kader Posyandu Bougenvile Ida Hemilda dan sejumlah kader posyandu di Desa Batu Ampar mengaku pada akhirnya bersama rekan-rekannya untuk turun langsung ke  memberikan vitamin sekaligus sosialisasi bagi masyarakat agar bisa lebih proaktif mendatangi Posyandu.

"Kapasitas kami sebagai kader Posyandu mungkin masih terbatas dalam memberikan sosialisasi dan edukasi, sehingga apa yang kami sampaikan tidak semuaya bisa diterima denga baik oleh masyarakat," kata dia.

Karenanya dia berharap ada sosialiasi yang lebih gencar lagi dilakukan tenaga kesehatan Puskesmas Batu Ampar untuk mengedukasi masyarakat akan pentingnya mendapat layanan kesehatan dasar di Posyandu.

Untuk meningkatkan kemauan masyarakat datang ke Posyandu, pihak Puskesmas Batu Ampar mencoba berbagai cara, salah satunya dengan menggelar kegiatan Lomba Bayi Sehat yang dilakukan pada awal Februari kemarin.

"Jangankan ke Posyandu, ke Pustu, Puskesdes dan Puskesmas saja saya lihat masih banyak juga yang tidak mau, dan memiliki berobat ke dukun kampung," kata Kepala Puskesmas Batu Ampar, Kisran.

Dia mengakui jika hingga saat ini, tingkat kesadaran sebagian masyarakat di Desa Batu Ampar masih perlu ditingkatkan untuk mendapatkan layanan kesehatan dasar bagi ibu dan anak. Karenanya secara bertahap dia mengaku terus mencari solusi untuk mendongkrak kesadaran kaum ibu di desa ini, agar bisa pro aktif untuk mendapatkan layanan kesehatan terutama bagi ibu dan balita di desa ini.

Bahkan sebelumnya kata Kisran masih banyak juga ditemukan ibu hamil yang memilih melakukan persalinan dengan bantuan dukun beranak dibanding dengan bidan. Namun Belakangan saja karena sudah ada kemitraan dukun beranak dan tenaga kesehatan seperti bidan secara bertahap membuat mulai banyak ibu hamil yang memilih melahirkan dengan bantuan bidan yang bermitra dukun beranak.

Selain sosialisasi akan pentingnya mendapatkan layanan kesehatan dasar yang baik bagi ibu dan anak, awal Februari lalu, kata Kisran pihaknya juga menggelar lomba balita sehat di sejumlah Posyandu wilayah kerja Puskesmas Batu Ampar. "Salah satu tujuan utamanya untuk memotivasi para ibu di desa ini untuk lebih rutin memantau tumbuh kembang anak, memberikan imunisasi lengkap dan rutin mengunjungi fasilitas kesejahteraan termasuk posyandu untuk menambah wawasan agar bisa lebih maksimal memberikan asupan makanan dan gizi seimbang bagi anak dan keluarga di rumah," tuturnya.

Disinggung mengenai data rinci tenaga jumlah anak gizi kurang di Desa Batu Ampar, Kisran mengaku hingga saat ini pihaknya memang belum memiliki data riil soal jumlah anak gizi kurang bahkan stanting di Desa Batu Ampar. Salah satu alasannya, kurangnya sumber daya atau tenaga kesehatan di Puskesmas untuk turun langsung memantau kondisi di lapangan.

"Saya akui memang, sebelumnya memang keterbatasan jumlah tenaga kesehatan memang masih kurang, sehingga membuat kerja kami di lapangan terbatas, makanya untuk penyuluhan, sosialisasi langsung yang dilakukan petugas Puskesmas di lapangan hingga saat ini masih terbatas. Awal tahun 2018 lalu barulah ada penambahan tenaga kesehatan, meski begitu kami harus berupaya keras agar semua masyarakat yang berada di wilayah kerja kami bisa mendapatkan layanan terbaik," kata Kisran.

Agar layanan kesehatan bisa lebih optimal, Kisran mengaku selain kembali menambah jumlah tenaga kesehatan, untuk wilayah pesisir penting disediakan alat transportasi air khusus bagi tenaga kesehatan agar bisa menjangkau semua kawasan wilayah perairan di Batu Ampar yang memang sebagian dusunnya terletak cukup jauh dari pusat Desa Batu Ampar.

Di tengah kendala yang dihadapi di lapangan, Kisran mengaku pihaknya terus berupaya memberikan layanan kesehatan yang baik bagi masyarakat, salah satunya dengan merangkul dan bekerjasama dengan para kader Posyandu. Jadi lanjutnya, setiap tiga atau empat bulan sekali pihak Puskesmas melakukan pertemuan, mengedukasi dan memberikan penyuluhan dengan kader Posyandu dengan harapan para kader ini bisa kembali mengedukasi dan memberikan penyuluhan bagi masyarakat.

"Namun memang kami harus kerja keras, karena terkadang karena jarak tempuh yang cukup jauh dan sejumlah kendala lainnya membuat beberapa kader posyandu dari dusun yang jauh berhalangan datang untuk berkoodinasi dengan kami," paparnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kubu Raya, Berli Hamdani menilai, dalam mendapatkan layanan kesehatan dasar di Posyandu, pada dasarnya kesadaran masyarakat pesisir sebetulnya kurang lebih sama dengan sebagian masyarakat daratan. Karenanya upaya edukasi dan sosialisasi terus dilakukan pihaknya dalam mengubah pola pikir tersebut.

Menurut Berli, dalam mengubah pola pikir masyarakat tentang pentingnya mendapatkan layanan kesehatan dasar tidak sekedar mengandalkan tenaga kesehatan dan kader posyandu saja, namun, para tokoh masyarakat dan tokoh agama juga dilibatkan untuk mengedukasi dan memberikan sosialisasi bagi masyarakat akan pentingnya mendapatkan layanan kesehatan dasar.

"Biasanya omongan dari tokoh agama dan tokoh masyarakat itu lebih didengar dan mereka disegani. Makanya kami juga terus berupaya menggandeng para tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk turut memberikan edukasi dan sosialisasi tentang layanan kesehatan bagi masyarakat," kata Berli.

Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tersebut, pihaknya telah melakukan sosialisasi dan edukasi melalui UKBM seperti Posyandu, Kelas Ibu, Kelas Balita, Kelas Gizi, dan sejenisnya. Hal serupa juga telah dilakukan melalui institusi formal seperti sekolah, lembaga, SKPD dan sejenisnya termasuk institusi informal.

Namun setelah dipantau, program tersebut dinilai masih kurang memberikan dampak terhadap perubahan pola pikir masyarakat, untuk peningkatan asupan gizi yang baik bagi masyarakat maka Dinkes melalui puskesmas melakukan layanan kesehatan melalui pendekatan keluarga.

"Kami menyebutnya LIKE yaitu Layanan Integrasi Kesehatan Edukatif," kata Berli.

Dalam LIKE itu selain pelayanan juga kami mendata anggota rumah tangga yang jadi sasaran program, termasuk status gizi, LIKE itu adalah bentuk layanan kesehatan yang dilaksanakan secara terintegrasi dan secara tim petugas puskesmas sewaktu-waktu dengan petugas Dinkes, mendata dan melayani, serta mengedukasi masyarakat langsung ke lapangan.

Peran IMA World Health-PPSW Borneo 

IMA World Health bersama PPSW Borneo, mensosialisasikan stunting kepada masyarakat Desa Batu Ampar,  sekaligus mengkampanyekan pentingnya asupan gizi bagi anak.

"Perlu diketahui, stunting tidak bisa diobati, namun bisa dicegah. Caranya dengan menjaga kesehatan dan memenuhi gizi anak dari satu hari dalam kandungan sampai 1.000 hari pertama kehidupan," kata Perwakilan IMA World Health, Masri Aulia di Batu Ampar, belum lama ini.

Dia mengatakan, dengan menjaga asupan gizi anak jelas menjadi hal yang sangat penting bagi pertumbuhan anak ke depan.

Aulia menjelaskan, stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama. Umumnya karena asupan makan yang tidak sesuai kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun.

Selain pertumbuhan terhambat, stunting juga dikaitkan dengan perkembangan otak yang tidak maksimal, yang menyebabkan kemampuan mental dan belajar yang kurang, serta prestasi sekolah yang buruk.

"Stunting dan kondisi lain terkait kurang gizi, juga dianggap sebagai salah satu faktor risiko diabetes, hipertensi, obesitas dan kematian akibat infeksi," tuturnya.

Adapun penyebab stunting dikarenakan beberapa faktor antara lain, kurang gizi kronis dalam waktu lama, retardasi pertumbuhan intrauterine, tidak cukup protein dalam proporsi total asupan kalori, perubahan hormon yang dipicu oleh stres, sering menderita infeksi di awal kehidupan seorang anak.

Sedangkan gejala stunting yang bisa diketahui antara lain, anak berbadan lebih pendek untuk anak seusianya, proporsi tubuh cenderung normal tetapi anak tampak lebih muda/kecil untuk usianya, berat badan rendah untuk anak seusianya dan pertumbuhan tulang tertunda.

Untuk itu, lanjutnya cara dan waktu terbaik untuk mencegah stunting yang dapat dilakukan adalah selama kehamilan dan dua tahun pertama kehidupan. Stunting di awal kehidupan akan berdampak buruk pada kesehatan, kognitif, dan fungsional ketika dewasa.

Direktur PPSW Kalbar, Reny Hidjazie mengatakan, pihaknya memberikan atensi khusus untuk Kubu Raya karena saat ini Kabupaten Kubu Raya menjadi salah satu daerah dengan angka stunting cukup tinggi di Indonesia.

"Untuk itu, kita memfokuskan wilayah kerja kita pada lima kecamatan yang ada di Kubu Raya, antara lain Kubu, Terentang, Sungai Raya, Batu Ampar dan Sungai Kakap," kata Reny.

Pihaknya melaksanakan beberapa kegiatan diantaranya kampanye cegah stunting, konseling gizi, pemeriksaan kesehatan serta kegiatan hiburan Japin dan Fashion Show Buah dan Sayur. Kegiatan itu, tentu saja guna memberikan pemahaman dan penyadaran kepada masyarakat, betapa pentingnya asupan gizi seimbang agar lahir generasi bangsa yang sehat dan terhindar dari stunting.


Pewarta: Rendra Oxtora

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018