Pontianak  (Antaranews Kalbar) - Dinas Perkebunan Kalbar mencatat baru sekitar 16 perusahaan perkebunan kelapa sawit di provinsi itu yang memiliki sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).

"Dari sekitar 400 perusahaan perkebunan, dan 119 perusahaan perkebunan yang memiliki HGU (hak guna usaha), baru 16 perusahaan atau sekitar 20 persen yang memiliki ISPO," kata Kasi Pembinaan Usaha Dinas Perkebunan Kalbar Maya Sari di Pontianak, Selasa.

ISPO adalah sertifikat untuk perkebunan kelapa sawit berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO). RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) adalah asosiasi yang terdiri dari berbagai organisasi dari berbagai sektor industri kelapa sawit (perkebunan, pemrosesan, distributor, industri manufaktur, investor, akademisi, dan LSM bidang lingkungan) yang bertujuan mengembangkan dan mengimplementasikan standar global untuk produksi minyak sawit berkelanjutan.

Padahal menurut dia, sertifikat ISPO itu wajib dimiliki oleh perusahaan perkebunan sawit sesuai Permentan No. 11/2015 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO).

"Kami senang sekali, hari ini tim RSPO yang datang dalam seminar sehari dalam melakukan sosialisasi tentang RSPO ini untuk proses menyadarkan pelaku usaha agar memiliki sertifikat ISPO dan RSPO," ungkap Maya.

Dalam kesempatan itu, Maya mengimbau perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kalbar secepatnya memenuhi atau memiliki ISPO sesuai aturan pada Permentan No. 11/2015, yang mewajibkan perkebunan sawit memiliki ISPO hingga 2020.

Maya menambahkan, kepemilikan sertifikat ISPO pada dasarnya adalah bagaimana ketaatan perusahaan pihak perusahaan perkebunan sawit pada hukum baik dari industri hilir dan hulu, dan ISPO merupakan saringan terakhir setelah rentetan perizinan yang dikeluarkan, atau untuk melihat patuh tidaknya pihak perusahaan pada aturan yang berlaku.

"Sementara sertifikat RSPO adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pihak perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan dari pembeli kepada pihak produsen," ujarnya.

Sementara itu, Direktur RSPO Indonesia Tiur Rumondang menyatakan, sertifikat RSPO semacam asuransi yang dijanjikan kepada pihak perusahaan sawit agar produknya bisa diterima oleh pasar, karena dibentuk dalam kesepakatan multi pihak untuk sawit yang berkelanjutan.

Dari data RSPO Indonesia, untuk di Kalbar tercatat ada enam perusahaan perkebunan sawit pemegang sertifikat RSPO, kemudian sembilan pabrik CPO pemegang sertifikat RSPO, dan sekitar 87 ribu hektare lahan bersertifikat RSPO atau sekitar 450 ribu ton produksi tandan buah segar bersertifikat RSPO.

"Kalau dilihat dari minat pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit cukup tinggi, di Indonesia saja ada sekitar 50 persen lahan bersertifikat RSPO," ungkapnya.

Cargill Incorporated Yunita Sidauruk mengatakan, Cargill berkomitmen terhadap lingkungan dengan tidak melakukan kegiatan pembukaan lahan perkebunan di kawasan hutan, kemudian tidak menanam di lahan gambut, dan tidak membakar lahan, serta menghormati petani.

"Masa depan kelapa sawit tentunya juga diharapkan dari petani sekitar, apalagi 70 ribu hektare lebih kebun inti Cargill di Kalbar, dan sudah sertifikasi RSPO dan termasuk petani plasmanya," katanya.
 

Pewarta: Andilala

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018