Pontianak (Antaranews Kalbar) - Kaukus Komisi Informasi se-Kalimantan mendorong keterbukaan informasi di sektor hutan dan lahan yang dinilai belum terbuka seluruhnya.

"Kami melihat keterbukaan informasi di sektor hutan dan lahan di Kalbar dan Kalimantan umumnya masih belum terbuka seluruhnya, kami berharap semakin terbuka terkait informasi tersebut," kata Ketua Kaukus Komisi Informasi se-Kalimantan Chatarina Pancer Istiyani di Pontianak, Rabu.

Ia menjelaskan, akibat tidak terbukanya informasi sektor hutan dan lahan, sejak 2009 hingga 2013 diperkirakan korupsi dibidang perizinan saja mencapai jumlahnya cukup besar.

"Dari sebanyak 34 sengketa saja, sekitar 19 sengketa tentang tata kelola hutan dan lahan," ungkapnya.

Untuk itulah Kaukus Komisi Informasi se-Kalimantan mendeklarasikan, di antaranya mendorong kepala daerah di seluruh Kalimantan untuk membentuk PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) di setiap badan publik provinsi, dan kabupaten/kota.

Kemudian mendorong keterbukaan informasi sektor hutan dan lahan melalui surat edaran Komisi Informasi oleh masing-masing daerah sebagai gerakan bersama untuk memperkuat tata kelola hutan dan lahan. Serta mendorong Pemrov Kaltara mempercepat pembentukan Komisi Informasi Kaltara.

Sementara itu, Kadiv Pendidikan dan Pengkaderan JARI Borneo Barat, Abu Mas`ud mengatakan, sebanyak 11 organisasi masyarakat sipil (CSO) yang melakukan pertemuan di Pontianak sepakat mendorong keterbukaan informasi publik disektor hutan dan lahan.

Ia menyatakan, pertemuan tersebut beranjak dari kekhawatiran bahwa tingginya deforestasi dan degradasi lahan diakibatkan pula ketertutupan informasi publik.

"Ketertutupan informasi dapat memunculkan potensi kecurangan dalam pengelolaan hutan dan lahan, konflik sosial akibat ketidaktahuan masyarakat atas status lahan, dan banyak hal lainnya yang mengganggu jalannya pemerintahan daerah," ujarnya.

Beberapa masalaah ketertutupan yang terjadi di tiap daerah diakibatkan belum kuatnya PPID secara kelembagaan yang berakibat tidak berjalannya fungsi PPID pada badan-badan publik dalam melakukan pelayanan informasi publik.

Penganggaran Komisi Informasi provinsi yang masih bergantung pada APBD dan keinginan pemerintah daerah setempat, dan ketidaktahuan masyarakat terhadap hak atas informasi yang dijamin oleh peraturan perundang-undangan. Disamping itu, belum terbentuknya Komisi Informasi Provinsi Kaltara merupakan ancaman terhadap hak masyarakat atas informasi publik, katanya.

 

Pewarta: Andilala

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018