Pontianak (Antaranews Kalbar) - Petani di Desa Merpak, Kecamatan Kelam Permai, Kabupaten Sintang, mengharapkan pembangunan irigasi untuk mengoptimalkan potensi lahan pertanian di wilayah tersebut.
"Lahan di daerah ini sekitar 180 hektare," kata Kepala Desa Merpak, Kardius di Sintang, Senin.
Namun, lahan yang terletak di kaki Bukit Kelam itu hanya mengandalkan tadah hujan sebagai sumber pengairan sawah. Kondisi tersebut membuat tanaman tumbuh kurang optimal ketika musim kemarau tiba.
Ia melanjutkan, Desa Merpak sudah ditetapkan sebagai desa agrowisata sehingga potensi wisata dan pertaniannya dapat mendorong ekonomi lokal.
"Ada tujuh desa di kaki Bukit Kelam yang sudah ditetapkan sebagai Desa Agrowisata," kata Kardius.
Selain menanam padi, penduduknya juga menanam karet. Ketujuh desa tersebut pada tahun ini telah membangun BUMdes bersama, Kelutap Bersatu.
Pendirian BUMDes ini diharapkan dapat mendorong petani agar produksinya meningkat dan dapat dijual ke pasar melalui BUMDes tersebut.
Selama ini, ujar Kardius, hasil sawah hanya untuk memenuhi kebutuhan masing masing keluarga. "Kalau BUMDes bersama berjalan, banyak masyarakat yang mau jual beras. Karena ada yang menampungnya. Sekarang mereka bingung mau jual kemana," kata dia.
Petani sebenarnya ingin panen tiga kali dalam setahun namun terkendala irigasi karena hanya mengandalkan tadah hujan. Sementara sumber air di kawasan itu cukup berlimpah namun belum diatur secara baik.
"Airnya tidak mengarah ke sawah semua. Kalau pengairan bisa diatur hasil bisa lebih tinggi. Mungkin bisa tiga ton per hektare. Sekarang hanya dua ton," katanya.
Warga Desa Kelam Sejahtera, Paulus Jon juga mengeluhkan belum adanya irigasi, pupuk dan racun membuat sawah mereka tidak maksimal dalam produksi.
"Belum cukup untuk makan setahun hasilnya. Karena banyak hama dan pupuk pun tidak ada," katanya.
Dikatakannya, dia yang memiliki sawah setengah hektare hanya mampu panen paling tinggi 500 kilogram.
Bupati Sintang Jarot Winarno mengakui problem yang dihadapi di daerah saat ini, yaitu permasalahan tingkat produktivitas pertanian swadaya yang masih sangat rendah.
"Kalau dilihat dari target, hasil produksi pertanian secara nasional rata-rata 6 ton per hektare. Sementara hasil produksi pertanian di Kabupaten Sintang masih kurang, yaitu hanya dua ton hingga tiga ton per hektare. Masih jauh dari target," ujar Jarot Winarno.
Ia pun meminta dinas terkait untuk mengkaji penyebabnya karena kualitas benih atau budidaya lahan. "Termasuk tanaman yang kurang sesuai dengan kultur kondisi lahan yang ada di Sintang," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018
"Lahan di daerah ini sekitar 180 hektare," kata Kepala Desa Merpak, Kardius di Sintang, Senin.
Namun, lahan yang terletak di kaki Bukit Kelam itu hanya mengandalkan tadah hujan sebagai sumber pengairan sawah. Kondisi tersebut membuat tanaman tumbuh kurang optimal ketika musim kemarau tiba.
Ia melanjutkan, Desa Merpak sudah ditetapkan sebagai desa agrowisata sehingga potensi wisata dan pertaniannya dapat mendorong ekonomi lokal.
"Ada tujuh desa di kaki Bukit Kelam yang sudah ditetapkan sebagai Desa Agrowisata," kata Kardius.
Selain menanam padi, penduduknya juga menanam karet. Ketujuh desa tersebut pada tahun ini telah membangun BUMdes bersama, Kelutap Bersatu.
Pendirian BUMDes ini diharapkan dapat mendorong petani agar produksinya meningkat dan dapat dijual ke pasar melalui BUMDes tersebut.
Selama ini, ujar Kardius, hasil sawah hanya untuk memenuhi kebutuhan masing masing keluarga. "Kalau BUMDes bersama berjalan, banyak masyarakat yang mau jual beras. Karena ada yang menampungnya. Sekarang mereka bingung mau jual kemana," kata dia.
Petani sebenarnya ingin panen tiga kali dalam setahun namun terkendala irigasi karena hanya mengandalkan tadah hujan. Sementara sumber air di kawasan itu cukup berlimpah namun belum diatur secara baik.
"Airnya tidak mengarah ke sawah semua. Kalau pengairan bisa diatur hasil bisa lebih tinggi. Mungkin bisa tiga ton per hektare. Sekarang hanya dua ton," katanya.
Warga Desa Kelam Sejahtera, Paulus Jon juga mengeluhkan belum adanya irigasi, pupuk dan racun membuat sawah mereka tidak maksimal dalam produksi.
"Belum cukup untuk makan setahun hasilnya. Karena banyak hama dan pupuk pun tidak ada," katanya.
Dikatakannya, dia yang memiliki sawah setengah hektare hanya mampu panen paling tinggi 500 kilogram.
Bupati Sintang Jarot Winarno mengakui problem yang dihadapi di daerah saat ini, yaitu permasalahan tingkat produktivitas pertanian swadaya yang masih sangat rendah.
"Kalau dilihat dari target, hasil produksi pertanian secara nasional rata-rata 6 ton per hektare. Sementara hasil produksi pertanian di Kabupaten Sintang masih kurang, yaitu hanya dua ton hingga tiga ton per hektare. Masih jauh dari target," ujar Jarot Winarno.
Ia pun meminta dinas terkait untuk mengkaji penyebabnya karena kualitas benih atau budidaya lahan. "Termasuk tanaman yang kurang sesuai dengan kultur kondisi lahan yang ada di Sintang," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018