Pontianak (Antaranews Kalbar) - Sebanyak 14 bupati dan wali kota se-Kalimantan Barat menandatangani kesepahaman kerja sama Aparatur Pengawas Internal Pemerintah dengan Aparat Penegak Hukum (APIP-APH) tingkat kabupaten/kota se-Kalbar yang dilaksanakan di Kantor Gubernur Kalbar.

"Ini kegiatan yang penting dan strategis dalam penyelenggaraan pemda. Penting karena penandatanganan perjanjian kerja sama yang telah dilakukan antara bupati wali kota dengan kejaksaan negeri dan polresta se-Kalbar," kata Asisten III Administrasi dan Umum Sekretariat Daerah (Setda) Kalimantan Barat, Marlyna Almuthahar di Pontianak, Selasa.

Dia menjelaskan, penandatanganan perjanjian itu merupakan amanat pasal 385 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemda dan merupakan rangkaian tindak lanjut amanat dari pasal 6 nota kesepahaman antara Kementerian Dalam Negeri dan Kejaksaan dan Polri tentang koordinasi APIP dengan APH terkait penanganan laporan atau pengaduan masyarakat dalam penyelenggaraan Pemda yang telah ditandatangani pada tanggal 10 Nov 2017 di Jakarta.

Hal itu juga menjadi rangkaian dari PKS antara Gubernur, Kejati dan Kapolda yang telah ditandatangani tanggal 7 Mei 2018 di Jakarta.

"Kegiatan ini strategis karena APIP dan APH telah mencapai kata sepakat untuk mengedepankan penyelesaian permasalahan dalam penyelenggaraan pemda secara administratif sehingga penegakan pidana merupakan upaya terakhir dalam menilai permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan," tuturnya.

Menurutnya, koordinasi APIP dan APH Dalam penanganan pengaduan masyarakat seperti yang telah dituangkan dalam PKS ini sebagai bentuk pemantapan tekad bersama dalam upaya menghindari terjadinya tumpang tindih dalam penanganan pengaduan masyarakat dan menghindar adanya perasaan khawatir atau was-was oleh penyelenggaraan pemerintah daerah dalam bertindak karena takut melakukan kesalahan administrasi yang kemudian dapat dipidanakan.

"Selain itu, kerjasama ini juga bisa memberikan perlindungan dan jaminan hukum bagi penyelenggara pemerintahan dalam melaksanakan tugasnya, dimana ke depan pejabat yang bertindak atas nama jabatan dan wewenangnya tidak dapat dipidana sepanjang sesuai asas penyelenggaraan pemerintahan yang baik," katanya.

Yang paling penting, katanya, koordinasi APIP dan APH ditujukan bukan untuk melindungi kejahatan atau menutupi tindak pidana, namun harapannya penerapan pidana adalah tindakan terakhir dalam penyelenggaraan pemerintahan sehingga pembangunan daerah dapat tetap berjalan dengan baik.

"Kami dari Pemprov jelas menyambut baik atas terselenggaranya Perjanjian kerjasama ini, sehingga diharapkan dapat segera diimplementasikan sehingga koordinasi antara APIP dan APH dapat berjalan dengan baik," kata Marlyana.

Ditempat yang sama, Sekjen Inspektorat Kementrian Dalam Negeri, Sri Wahyuni mengatakan, Perjanjian kerjasama atau Memorandum of Understanding (MoU) yang dilakukan Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri dengan Bareskrim Polri dan Kejaksaan Agung, bukan untuk melindungi koruptor.?

"Namun, MoU ini untuk memberikan batasan yang jelas terkait klasifikasi administrasi dan pidana yang berasal dari sebuah materi pengaduan masyarakat. Jadi, APIP dan aparat penegak hukum, dalam hal ini pihak kepolisian dan kejaksaan sepakat untuk memberikan kriteria administrasi sebuah pengaduan masyarakat," tuturnya.

Perlu diperjelas, katanya, sesuai dengan Pasal 7 ayat (5) huruf b (MoU) menyatakan apabila terdapat kerugian negara atau daerah dan telah diproses melalui tuntutan ganti rugi atau tuntutan perbendaharaan paling lambat 60 hari sejak laporan hasil pemeriksaan APIP atau BPK diterima oleh pejabat atau ditindaklanjuti dan dinyatakan selesai oleh APIP atau BPK.

Dengan adanya perjanjian kerjasama ini, katanya akan mengatur ?koordinasi APIP dan aparat penegak hukum dilakukan pada tahapan penyelidikan suatu pengaduan masyarakat. Dan tidak berlaku apabila tertangkap tangan atau OTT.?

"Sehingga apabila aparat penegak hukum dalam menangani suatu laporan masyarakat dan kemudian setelah dilakukan penyidikan, ?seseorang ditetapkan menjadi tersangka, maka tidak berlaku mekanisme koordinasi APIP dan aparat penegak hukum seperti yang tertuang dalam MoU," katanya.

Hal yang sama apabila seseorang sudah ditetapkan tersangka atau tertangkap tangan melakukan korupsi, maka tindakan pidana jalan terus dan tidak dapat diklasifikasikan administrasi meskipun yang bersangkutan telah melakukan pengembalian keuangan negara.

"Jadi kesimpulannya, tidak benar dan tak beralasan, MoU antara APIP dengan aparat penegak hukum dijadikan alasan untuk mengampuni seorang tersangka koruptor hanya karena telah mengembalikan keuangan negara," katanya.



 

Pewarta: Rendra Oxtora

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018