Pontianak  (Antaranews Kalbar) - Provinsi Kalbar, diharapkan bisa menyumbang sebesar 600 ribuan hektare untuk kawasan konservasi perairan di tahun 2019.
    "Dengan sumbangan sebesar 600 ribu hektare lebih kawasan konservasi perairan itu, sehingga bisa membantu dalam mencapai target nasional di tahun 2019 sebesar 20 juta hektare," kata Kepala Seksi Pendayagunaan dan Pelestarian BPSPL (Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut) Pontianak, Iwan Taruna Alkdrie di Pontianak, Rabu.
    Kawasan konservasi perairan tersebut tersebar di empat kabupaten, yakni Kabupaten Bengkayang seluas 149 ribu hektare lebih, kemudian di Sambas seluas 105 ribu hektare lebih, Kubu Raya seluas 301 ribu hektare lebih, dan Kabupaten Ketapang seluas 188 ribu hektare lebih.
    "Keempat kawasan konservasi pesisir tersebut sudah dicanangkan oleh gubernur Kalbar, untuk kemudian ditetapkan menjadi kawasan konservasi perairan oleh pemerintah pusat," ujarnya saat menjadi pemateri pada rakor dan fasilitasi capaian luasan dan penetapan kawasan konservasi di Kalbar.
    Ia menambahkan, belum ditetapkannya keempat kawasan konservasi perairan, yakni di Kabupaten Sambas, Bengkayang, Kubu Raya, dan Ketapang karena hingga kini belum punya RPJM (rancangan pembangunan jangka menengah) terkait itu.
    "Kami berharap, RPJM terkait tersebut segera dimiliki, sehingga kawasan tersebut bisa ditetapkan sebagai kawasan konservasi perairan. Selain itu, kami harapkan Paloh menjadi KKPN (Kawasan Konservasi Perairan Nasional) sehingga menjadi kawasan strategis nasional," kata Iwan.
    Sehingga, menurut dia, dengan ditetapkannya Paloh, Kabupaten Sambas, sebagai KPPN, maka bisan membantu komitmen negara, agar bisa mempunyai kawasan konservasi parairan dan darat seluas 31 juta hektare di tahun 2020.
    Dalam kesempatan itu, Iwan mengatakan, pengembangan pariwisata bahari, selain berdampak positif, juga punya efek negatif, seperti contoh kasus banyak ditemukan souvenir yang banyak beredar di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur yang menggunakan sisik penyu.
    "Meski pun sekarang sudah dilarang, tetapi para penjual souvenir tersebut masih 'kucing-kucingan' dalam menjual souvenir dari sisik penyu tersebut. Selain itu, permasalahan lainnya, adalah perubahan lahan yang juga berdampak pada lingkungan maritim," katanya.

 

Pewarta: Andilala

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018