Pontianak (Antaranews Kalbar) - Kadin Kalimantan Barat mendesak pemerintah mencabut Permendag No. 44/2012 tentang Barang Dilarang Ekspor, pasca diterbitkannya Permen LHK No. P.20/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Yang Dilindungi.
"Dengan diterbitkannya Permen LHK No. P.20/2018, buah atau biji Tengkawang seharusnya sudah boleh dilakukan ekspor, tetapi karena Permendag No. 44/2012 belum dicabut, sehingga belum bisa," kata Wakil Ketua KADIN Kalbar, Rudyzar Zaidar Mochtar di Pontianak, Jumat.
Ia menjelaskan, dalam Permendag No 44/2012, dalam lampiran regulasi tersebut, buah Tengkawang tercatat sebagai buah terlarang untuk diekspor. Kemudian pada Permen LHK No. P.20/2018, buah Tengkawang sudah tidak dilarang untuk diekspor.
"Sehingga kami mendesak pemerintah melalui Kemendag sudah seharusnya mencabut aturan larangan ekspor buah Tengkawang tersebut demi peningkatan kesejahteraan masyarakat atau petani buah Tengkawang," ujarnya.
Rudyzar menilai kebijakan tersebut bertentangan dengan semangat Nawacita Presiden Joko Widodo. "Ini kebijakan yang merugikan petani, kalau tangkai atau batang Tengkawang yang dilarang, saya setuju saja, sebab jika tidak dilarang akan mendorong orang menebang pohon. Tetapi kalau buahnya untuk apa dilarang," katanya kesal.
Dia membandingkan dengan Permen LHK No P.20/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Dalam lampiran regulasi ini, ada 921 jenis tumbuhan dan satwa dilindungi, namun buah Tengkawang tidak masuk dalam kategori itu.
"Harusnya Permendag No 44/2012 ini dicabut karena sudah bertentangan dengan peraturan yang terbaru, dalam membantu menggerakkan perekonomian petani di pedalaman Kalimantan. Sebab, sejauh ini biji Tengkawang sudah ditanam oleh masyarakat pedalaman secara turun temurun," ungkapnya.
I menambahkan, larangan ekspor biji Tengkawang ini sudah membuat petani di pedalaman resah. "Saya juga amati pembinaan masyarakat lewat lembaga non pemerintah sudah sangat bagus, masyarakat tidak lagi menebangi pohonnya, karena ada nilai tambah perekonomian lewat buah yang dipanen itu," katanya.
Menurut dia, buah Tengkawang bisa dipanen tahunan, baik panen besar maupun panen kecil. Harganya jualnya pun relatif tinggi, yakni sekitar Rp6 ribu per kilogramnya untuk di tingkat penampung.
Namun, sejak diterbitkannya Permendag No 44/M-DAG/PER/7/2012 tentang Barang Dilarang Ekspor, harga biji Tengkawang pun anjlok hingga 300 persen. "Harga biji Tengkawang hanya Rp1.500 per kilogram. Bahkan tidak laku dijual. Di sinilah petani kita mulai menjerit," kata Rudyzar.
Dia menjelaskan, hal tersebut dipicu oleh regulasi yang tidak berpihak pada petani. Alasannya, pihak pengumpul tidak punya alternatif pasar, sementara di Kalbar, hanya ada satu perusahaan yang bisa menampung biji Tengkawang itu.
Salah satu poin dalam Permendag 44/2012 disebutkan biji Tengkawang masuk dalam Pos Tarif/HS, ex 1207.99.40.00, akibatnya, pihak pengumpul enggan membeli barang tersebut. Permendag ini hanya menguntungkan satu perusahaan pengolah biji Tengkawang di Kalbar. Padahal, jika biji Tengkawang bisa diekspor, maka harga jualnya bisa naik berkali-kali lipat di pasar internasional, katanya.
Menurut dia, sejatinya, pemerintah mencabut atau mengeluarkan Pos Tarif/HS ex 1207.99.40.00 dari Permendag No 44/M-DAG/PER/7/2012 agar biji Tengkawang boleh diekspor.
"Ini akan sangat membantu petani, dikarenakan Permen LHK No P.20/2018 sudah tidak masuk daftar list bahwa buah Tengkawang sebagai larangan dari 921 item tersebut," ujarnya.
Berdasarkan hasil pertemuan Jaringan Tengkawang Kalimantan, Kamis (30/8) kemarin, terungkap bahwa potensi Tengkawang di Kalbar tersebar di 73 desa, delapan Kabupaten. Luasannya mencapai 9.653 kilometer per segi dan dikelola oleh 22.644 kepala keluarga atau 122.122 jiwa.
Adapun jenis Tengkawang yang sudah terdeteksi, yakni meliputi Tengkawang tungkul, cerindak, rambai, layar, dan tengkawang bintang, katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018
"Dengan diterbitkannya Permen LHK No. P.20/2018, buah atau biji Tengkawang seharusnya sudah boleh dilakukan ekspor, tetapi karena Permendag No. 44/2012 belum dicabut, sehingga belum bisa," kata Wakil Ketua KADIN Kalbar, Rudyzar Zaidar Mochtar di Pontianak, Jumat.
Ia menjelaskan, dalam Permendag No 44/2012, dalam lampiran regulasi tersebut, buah Tengkawang tercatat sebagai buah terlarang untuk diekspor. Kemudian pada Permen LHK No. P.20/2018, buah Tengkawang sudah tidak dilarang untuk diekspor.
"Sehingga kami mendesak pemerintah melalui Kemendag sudah seharusnya mencabut aturan larangan ekspor buah Tengkawang tersebut demi peningkatan kesejahteraan masyarakat atau petani buah Tengkawang," ujarnya.
Rudyzar menilai kebijakan tersebut bertentangan dengan semangat Nawacita Presiden Joko Widodo. "Ini kebijakan yang merugikan petani, kalau tangkai atau batang Tengkawang yang dilarang, saya setuju saja, sebab jika tidak dilarang akan mendorong orang menebang pohon. Tetapi kalau buahnya untuk apa dilarang," katanya kesal.
Dia membandingkan dengan Permen LHK No P.20/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Dalam lampiran regulasi ini, ada 921 jenis tumbuhan dan satwa dilindungi, namun buah Tengkawang tidak masuk dalam kategori itu.
"Harusnya Permendag No 44/2012 ini dicabut karena sudah bertentangan dengan peraturan yang terbaru, dalam membantu menggerakkan perekonomian petani di pedalaman Kalimantan. Sebab, sejauh ini biji Tengkawang sudah ditanam oleh masyarakat pedalaman secara turun temurun," ungkapnya.
I menambahkan, larangan ekspor biji Tengkawang ini sudah membuat petani di pedalaman resah. "Saya juga amati pembinaan masyarakat lewat lembaga non pemerintah sudah sangat bagus, masyarakat tidak lagi menebangi pohonnya, karena ada nilai tambah perekonomian lewat buah yang dipanen itu," katanya.
Menurut dia, buah Tengkawang bisa dipanen tahunan, baik panen besar maupun panen kecil. Harganya jualnya pun relatif tinggi, yakni sekitar Rp6 ribu per kilogramnya untuk di tingkat penampung.
Namun, sejak diterbitkannya Permendag No 44/M-DAG/PER/7/2012 tentang Barang Dilarang Ekspor, harga biji Tengkawang pun anjlok hingga 300 persen. "Harga biji Tengkawang hanya Rp1.500 per kilogram. Bahkan tidak laku dijual. Di sinilah petani kita mulai menjerit," kata Rudyzar.
Dia menjelaskan, hal tersebut dipicu oleh regulasi yang tidak berpihak pada petani. Alasannya, pihak pengumpul tidak punya alternatif pasar, sementara di Kalbar, hanya ada satu perusahaan yang bisa menampung biji Tengkawang itu.
Salah satu poin dalam Permendag 44/2012 disebutkan biji Tengkawang masuk dalam Pos Tarif/HS, ex 1207.99.40.00, akibatnya, pihak pengumpul enggan membeli barang tersebut. Permendag ini hanya menguntungkan satu perusahaan pengolah biji Tengkawang di Kalbar. Padahal, jika biji Tengkawang bisa diekspor, maka harga jualnya bisa naik berkali-kali lipat di pasar internasional, katanya.
Menurut dia, sejatinya, pemerintah mencabut atau mengeluarkan Pos Tarif/HS ex 1207.99.40.00 dari Permendag No 44/M-DAG/PER/7/2012 agar biji Tengkawang boleh diekspor.
"Ini akan sangat membantu petani, dikarenakan Permen LHK No P.20/2018 sudah tidak masuk daftar list bahwa buah Tengkawang sebagai larangan dari 921 item tersebut," ujarnya.
Berdasarkan hasil pertemuan Jaringan Tengkawang Kalimantan, Kamis (30/8) kemarin, terungkap bahwa potensi Tengkawang di Kalbar tersebar di 73 desa, delapan Kabupaten. Luasannya mencapai 9.653 kilometer per segi dan dikelola oleh 22.644 kepala keluarga atau 122.122 jiwa.
Adapun jenis Tengkawang yang sudah terdeteksi, yakni meliputi Tengkawang tungkul, cerindak, rambai, layar, dan tengkawang bintang, katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018