Pontianak (Antaranews Kalbar) - Pemerintah Desa Penai, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalbar melindungi hutan setempat dengan menerbitkan Peraturan Desa No. 4/2018 tentang Pengelolaan Kawasan Rimba Perancit.

Kades Penai, Paulus, di Silat Hilir, Jumat, mengatakan perdes tersebut diterbitkan dalam rangka melindungi kawasan hutan desa agar tidak rusak akibat aktivitas pembalakan hutan secara liar, tambang, dan pengembangan perkebunan.

"Tujuan Perdes tersebut, agar nanti anak cucu kami masih bisa melihat hutan, dan masih bisa menggantungkan hidup dengan hutan lestari tersebut," katanya.

Data Desa Penai, Kecamatan Silat Hilir tercatat warganya sekitar 2.080 jiwa, yang sebagian besar sebagai petani karet, sehingga tergantung dengan hutan.

"Kami melakukan pemetaan sejak 2015, yang dibantu oleh Perusahaan Sinar Mas dan didampingi oleh TFT (The Forest Trust) sehingga tercakup sekitar 1.600 hektare yang kini statusnya menjadi hutan desa," katanya.

Ia menambahkan warga Desa Penai saat ini tercatat sekitar 2.080 jiwa yang sebagian besar sebagai petani karet. Dari hasil pemetaan yang dilakukan sejak 2015, luas wilayah sekitar 14 ribu hektare, sedangkan hasil pemetaan ada hutan desa yang dilindungi sekitar 1.600 hektare dengan perdes tersebut.

Pihaknya menggandeng instansi terkait dan perusahaan dalam menyosialisasikan Perdes Pengelolaan Sumber Daya Alam kawasan hutan masyarakat Desa Penai.

Kesuksesan masyarakat Desa Penai dalam menyusun perdes diharapkan menjadi pendorong bagi desa lainnya, khususnya 11 desa yang berada di kawasan PT Persada Graha Mandiri (PGM), Kartika Prima Cipta (KPC), dan Paramitra Internusa Paratama (PIP), anak usaha perkebunan Sinar Mas. 

"Kami berterima kasih kepada perusahaan karena ini menunjukkan bentuk kerja sama masyarakat dengan perusahaan dan tentunya ini tidak bisa berjalan jika tidak ada kerja sama antara perusahaan, masyarakat juga pemerintah serta pihak terkait lainnya. Kami sampaikan apresiasi yang sangat tinggi sehingga proses ini berjalan," kata Paulus.

Dia menjelaskan sosialisasi perdes awalnya dilakukan sebagai pengembangan dari kegiatan pemetaan partisipatif bersama masyarakat 12 desa.

Perencanaannya pun dilakukan bersama perusahaan perkebunan PT PGM, PIP, dan KPC, serta masyarakat.

 "Dengan dilakukan pemetaan partisipastif maka bisa diketahui potensi desa, peta tata ruang yang menggambarkan mana area yang dibudidayakan serta area yang harus dilindungi. Pemetaan partisipatif ini menghasilkan peta indikatif batas desa yang bersinggungan dengan desa lain yang kemudian dilakukan kesepakatan. Ini juga merupakan sumbangan kepada pemerintah daerah dalam menyelesaikan batas desa," kata Alvian, perwakilan TFT.

CEO Perkebunan Sinar Mas, Susanto, dalam sambutannya menyampaikan bahwa pembangunan kelapa sawit saat ini harus mengikuti kaedah-kaedah pembangunan berkelanjutan, dengan menerapkan standar yang telah ditetapkan untuk mendapatkan sertifikasi ISPO dan RSPO.

Dengan mengantongi sertifikasi tersebut maka produksi CPO milik perusahaan bisa diterima di pasar internasional.

Dalam memenuhi standar tersebut, maka perusahaan dalam membangun kebun perlu memperhatikan area mana yang layak dikembangkan menjadi kebun lalu area mana pula yang harus dijaga dan dilindungi.

 Oleh karena itu, lanjut Susanto, Sinar Mas menerapkan beberapa kebijakan, di antaranya dalam pembukaan kebun tidak boleh dengan cara membakar dan tidak boleh ada pembakaran di area konsesi kerja.

"Selain itu sejak 2011 kami juga telah menetapkan tidak membangun kebun di area gambut, ini harus dijaga. Kami juga sepakat akan menjaga semua area yang teridentifikasi memiliki nilai konservasi tinggi serta tidak akan membuka area yang mengandung nilai karbon tinggi," ujarnya.

Dalam pelaksanaan pembangunan kebun, pihaknya juga menjalankan prinsip Free Prior Informed Consent dengan melibatkan masyarakat sehingga mereka dilibatkan sejak awal, memahami semua dampak yang terjadi dan memberikan persetujuan sebelum proyek dimulai.

Dalam rangka melaksanakan prinsip FPIC maka salah satu hal yang dilakukan adalah Participatory Mapping (PM). Berdasarkan hasil PM, selain menghasilkan peta indikatif batas desa juga bisa area utk budi daya dan area yang perlu dilindungi atau dikonservasi.

Untuk mengelola area perlu dilindungi tersebut maka perusahaan menggandeng The Forest Trust melaksanakan program Participatory Conservation Planning (PCP) untuk bersama dengan masyarakat tiap desa mengelola dan memanfaatkan area tersebut secara berkelanjutan dan lestari.

"Sebagai pihak swasta inilah sumbangsih kami kepada pemda. Kami bantu buat peta indikatif batas desa dan profil desa, yang kemudian bersama masyarakat mengatur bagaimana memanfaatkan area-area yang mana yang layak dikembangkan untuk sawit, dan area mana yang harus dilindungi. Itu disusun bersama yang kemudian dituangkan dalam perdes. Perdes Desa Penai ini harapannya bisa diikuti pula desa-desa lainnya. Konservasi lahan juga tidak bisa kami sendiri yang menjaga. TFT juga tidak selamanya bersama kami, maka perlu kerja sama perusahaan dan masyarakat serta dukungan pemda, kita sosialisasi dan kembangkan agar bisa memberikan manfaat sebesar-besarnya," katanya. 

Sekda Kapuas Hulu, Muhammad Sukri berharap, desa lainnya agar segera memiliki Perdes, dan dia juga mangapresiasi upaya yang dilakukan oleh Sinar Mas dalam menginiasi Perdes Pengelolaan Kawasan Rimba Perancit di Desa Penai.
    
"Memang ada kewajiban perusahaan membantu masyarakat dalam bentuk apa saja yang diperlukan di desa tersebut. Dan hal tersebut sudah dilakukan oleh Sinar Mas bersama TFT, dan kami berharap 11 desa lainnya di kawasan perkebunan Sinar Mas juga bisa memiliki Perdes," ujarnya.
    
Menurut dia, hal tersebut penting untuk desa memiliki peta indikatif batas desa, karena dari itu tadi maka bisa diketahui fungsi dan tata ruang desa. "Apakah ruang tadi bisa dikembangkan, dibudiyakan atau area mana yang harus dikonservasi atau dilindungi," katanya.

Pewarta: Andilala

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018