Pontianak (Antaranews Kalbar) - Setiap lebaran Idul Fitri, saya dan keluarga besar selalu bertemu di Kota Padang. Meski agenda pertemuan keluarga setahun sekali itu digelar di ibukota Sumatera Barat bukan berarti kami berdarah Minang, ya. 

Kebetulan saja, kakek dan nenek saya sudah tinggal di sana sejak lima belas tahun yang lalu karena penempatan tugas terakhir.

Berhubung tahun ini saya baru dapat kerja di tempat yang baru dan masih jadi junior banget, saya jadi berangkat sendiri dari Balikpapan ke Padang H-1. Keluarga saya sudah lebih dulu berangkat dari Jakarta empat hari sebelum saya (padahal jatah cuti bersama tahun ini panjang banget sebelum hari H). Karena sudah dapat info dari dua bulan sebelumnya bahwa baru bisa off kerjaan H-1, saya pun pesan tiket pesawat ke Padang jauh-jauh hari. 
 
Sedikit curhat, bahkan jauh-jauh hari pun saya masih dapat harga tiket yang cukup mahal. Wajar sih, namanya juga high season ya, tapi tetap saja rasanya jadi kurang terima. Untungnya, saya punya adik yang pengertian. Dia biasa reservasi tiket pesawat diAiry dan kebetulan punya voucher. Jadilah sekalian dia yang mengatur akomodasi.

Anyway, selain pertama kalinya saya berangkat ke Padang tidak bersama keluarga, tahun ini juga kali pertama saya mengunjungi Lawang Park. Tempat wisata ini bukan berada di bagian Kota Padang, melainkan di wilayah Lawang, Kecamatan Matur, Kabupaten Agam. Kalau dari Padang, bisa sekitar 1,5 Sampai 2 jam menaiki mobil.

Rupanya, sebagian besar anggota keluarga sudah pernah ke sini saat lebaran 3 tahun yang lalu, kecuali saya dan empat sepupu laki-laki lainnya. Waktu itu, kami memilih untuk diam-diam pergi ke Pulau Cubadak malam sebelumnya. Saking cantiknya pula itu, kami sampai memutuskan untuk tinggal sampai hari berikutnya di sana tanpa persiapan.
 
Kembali ke Lawang Park. Beberapa orang juga menyebutnya Puncak Lawang, mungkin melihat kondisi geografisnya yang memang berada di ketinggian sekitar 1.210 mdpl. Info yang saya dapat, di sini dulunya juga menjadi tempat peristirahatan para bangsawan Belanda. Melihat cantiknya pemandangan di sini, saya rasa wajar sih kalau para meneer itu betah refreshing di sini.

Bagaimana tidak? Di ketinggian perbukitan ini, saya disuguhi pemandangan Danau Maninjau dengan sempurna. Danau vulkanik ini terlihat begitu megah dengan luas dan birunya air yang tertampung dalam cekungannya. 

Tangkapan gambar dari lensa yang menampilkan perpaduan eksotisme alam pun tidak bisa menggantikan keindahan aslinya.

Kami berada di sana sejak sekitar pukul dua siang hingga menjelang maghrib. Fantastis. Langit sedang tidak mendung kala itu, sehingga kami bisa benar-benar memuaskan mata telanjang dengan panorama yang utuh. Saat matahari mulai tergelincir, langit yang merona senja menjadikan Lawang Park begitu romantis.

Sangat, sangat romantis. Ada kedamaian dan harmoni yang begitu magis di ketinggian ini, membuat saya bahkan betah untuk sedikit lebih lama berada di sana.
Saya juga sempat ditunjukkan gambar oleh seorang penjaga di sana potret lanskap Lawang Park ketika menjelang pagi. Sunrise di sini ternyata juga sama menakjubkannya. Ada lagi saat awan cukup tebal menutupi danau, membuat suasana sedikit menjadi lebih misterius dan seolah-olah mengundang untuk disingkap tabirnya.
 
Tiket masuk Lawang Park sendiri cukup murah, setiap orang hanya dikenakan biaya sebesar Rp10.000,00. Biaya untuk parkirnya pun sama-sama ekonomis, tidak sampai Rp10.000,00 (saya lupa persisnya karena bukan saya yang membayar hehe).

Anyway, sekian dulu sharing saya kali ini. Kalau kalian ada yang berencana atau sedang berada di Padang atau Sumatera Barat, jangan sampai melewatkan kesempatan berkunjung ke sini, ya. Jangan lupa untuk selalu cek harga tiket pesawat dari jauh hari melalui Airy supaya lebih murah ya. It’s too beautiful to miss.


 

Pewarta: rilis

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018