Jakarta (Antaranews Kalbar) - Mulyono, pengemudi pertama GOJEK yang dijuluki "Driver 001", merasakan betul perkembangan aplikasi GOJEK yang dulunya tidak dikenal siapa-siapa hingga berkembang ke Singapura dan Vietnam.
Delapan tahun silam, dia berprofesi sebagai ojek pangkalan di Kebayoran Baru yang lokasinya berjarak satu kilometer dari rumah CEO GOJEK Nadiem Makarim.
Setelah tertarik mendaftar jadi mitra GOJEK, Nadiem mendatanginya langsung di pangkalan tukang ojek.
"Saya waktu itu tidak tahu Nadiem," ujar Mulyono usai pertemuan pengemudi ojek daring dengan presiden di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Sabtu.
Mulyono mengaku tidak menyangka bahwa GOJEK akan sebesar saat ini.
Dia mengenang pernyataan Nadiem pada masa lampau, yang meyakini GOJEK suatu saat akan dikenal luas di Indonesia. Mulyono menanggapi optimisme Nadiem dengan rasa ragu.
"Saya anggap Nadiem enggak waras," seloroh dia. "Saya spontan ngomong 'ah ngaco'."
Omongan Nadiem terbukti. Saat ini GOJEK sudah bermitra dengan sekitar satu juta pengemudi ojek. GOJEK bahkan sudah meluncur ke negara-negara tetangga.
Dan bagi Mulyono, GOJEK seperti bagian dari hidupnya. Istrinya juga menjadi pengemudi GOJEK. Bahkan mereka pun menamai anaknya "Nadiem Saputra".
Perjuangan awal
Nadiem, ujar Mulyono, mengajak teman-temannya di ojek pangkalan untuk bergabung dengan GOJEK. Dari 15 pengemudi, ada dua orang yang tertarik.
Pada masa itu, semua pesanan disampaikan lewat telepon oleh pusat layanan, yang kemudian mengirimkan alamat konsumen melalui pesan singkat.
"Radius terdekat waktu itu sekitar 7-8 kilometer," ujar dia, menambahkan masa itu jumlah pengemudi masih sedikit.
Selama tiga tahun, sebelum GOJEK dikenal luas di masyarakat, Mulyono harus menguatkan diri menghadapi intimidasi dari ojek-ojek pangkalan yang menanggapi negatif ajakan untuk bergabung dengan GOJEK.
"Kadang dimaki, dimarahi, pernah dikejar karena ambil orderan di kompleks, pernah diacungi golok, ditimpuk... Sudah makanan sehari-hari selama tiga tahun," tutur Mulyono.
Mulyono menangan, ada pelanggan yang meninggalkan kesan mendalam di hatinya. Dulu, konsumen bisa meminta supir tertentu menjemputnya lewat pusat layanan. Dia pernah menjadi ojek langganan seseorang berkebangsaan Australia selama setahun.
"Pas pisah, dia nangis kejer, saya dibelikan baju, sepatu sampai jam," kenang dia.
Sekarang, GOJEK berkembang tak sekadar jadi alternatif ojek konvensional, tetapi layanan jasa antar barang hingga pengiriman makanan.
Sebelum memiliki banyak pengemudi, tarif GOJEK lebih tinggi ketimbang sekarang. Dia bisa mendapatkan minimal Rp19.000 untuk pesanan jarak dekat.
Semua pemasukan akan ditagih kolektor yang datang langsung ke pangkalan setiap pekan.
Puncaknya terjadi pada 2014 ketika pendapatannya meroket tinggi.
"Cari Rp400.000 sambil merem juga bisa," ungkap dia, menganalogikan kemudahan saat itu.
Namun seiring bertambahnya jumlah pesaing, pesanan diakuinya kini berkurang. Tapi itu tidak mengecilkan hatinya untuk terus berprofesi sebagai pengemudi ojek daring.
"Pekerjaan dijalani saja dengan ikhlas dan tulus."
(N011/Monalisa)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019
Delapan tahun silam, dia berprofesi sebagai ojek pangkalan di Kebayoran Baru yang lokasinya berjarak satu kilometer dari rumah CEO GOJEK Nadiem Makarim.
Setelah tertarik mendaftar jadi mitra GOJEK, Nadiem mendatanginya langsung di pangkalan tukang ojek.
"Saya waktu itu tidak tahu Nadiem," ujar Mulyono usai pertemuan pengemudi ojek daring dengan presiden di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Sabtu.
Mulyono mengaku tidak menyangka bahwa GOJEK akan sebesar saat ini.
Dia mengenang pernyataan Nadiem pada masa lampau, yang meyakini GOJEK suatu saat akan dikenal luas di Indonesia. Mulyono menanggapi optimisme Nadiem dengan rasa ragu.
"Saya anggap Nadiem enggak waras," seloroh dia. "Saya spontan ngomong 'ah ngaco'."
Omongan Nadiem terbukti. Saat ini GOJEK sudah bermitra dengan sekitar satu juta pengemudi ojek. GOJEK bahkan sudah meluncur ke negara-negara tetangga.
Dan bagi Mulyono, GOJEK seperti bagian dari hidupnya. Istrinya juga menjadi pengemudi GOJEK. Bahkan mereka pun menamai anaknya "Nadiem Saputra".
Perjuangan awal
Nadiem, ujar Mulyono, mengajak teman-temannya di ojek pangkalan untuk bergabung dengan GOJEK. Dari 15 pengemudi, ada dua orang yang tertarik.
Pada masa itu, semua pesanan disampaikan lewat telepon oleh pusat layanan, yang kemudian mengirimkan alamat konsumen melalui pesan singkat.
"Radius terdekat waktu itu sekitar 7-8 kilometer," ujar dia, menambahkan masa itu jumlah pengemudi masih sedikit.
Selama tiga tahun, sebelum GOJEK dikenal luas di masyarakat, Mulyono harus menguatkan diri menghadapi intimidasi dari ojek-ojek pangkalan yang menanggapi negatif ajakan untuk bergabung dengan GOJEK.
"Kadang dimaki, dimarahi, pernah dikejar karena ambil orderan di kompleks, pernah diacungi golok, ditimpuk... Sudah makanan sehari-hari selama tiga tahun," tutur Mulyono.
Mulyono menangan, ada pelanggan yang meninggalkan kesan mendalam di hatinya. Dulu, konsumen bisa meminta supir tertentu menjemputnya lewat pusat layanan. Dia pernah menjadi ojek langganan seseorang berkebangsaan Australia selama setahun.
"Pas pisah, dia nangis kejer, saya dibelikan baju, sepatu sampai jam," kenang dia.
Sekarang, GOJEK berkembang tak sekadar jadi alternatif ojek konvensional, tetapi layanan jasa antar barang hingga pengiriman makanan.
Sebelum memiliki banyak pengemudi, tarif GOJEK lebih tinggi ketimbang sekarang. Dia bisa mendapatkan minimal Rp19.000 untuk pesanan jarak dekat.
Semua pemasukan akan ditagih kolektor yang datang langsung ke pangkalan setiap pekan.
Puncaknya terjadi pada 2014 ketika pendapatannya meroket tinggi.
"Cari Rp400.000 sambil merem juga bisa," ungkap dia, menganalogikan kemudahan saat itu.
Namun seiring bertambahnya jumlah pesaing, pesanan diakuinya kini berkurang. Tapi itu tidak mengecilkan hatinya untuk terus berprofesi sebagai pengemudi ojek daring.
"Pekerjaan dijalani saja dengan ikhlas dan tulus."
(N011/Monalisa)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019