Pemerintah Kota Pontianak akan menerapkan sanksi di tempat (non-yustisial) bagi pemain layang-layang agar memberikan efek jera, kata Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono.

"Penerapan sanksi non-yustisial (sanksi di tempat) itu dilakukan, terhadap masyarakat, aparatur atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda Ketertiban Umum, langkah itu dilakukan karena pelaksanaan Perda Tibum dinilai belum optimal," kata Edi Rusdi Kamtono di Pontianak, Senin.

Ia menjelaskan, masih banyak warga Kota Pontianak yang melanggar Perda karena denda yang terlampau kecil, sehingga dianggap tidak menimbulkan efek jera.

Sebagai contoh, ia menyebut larangan permainan layangan yang masih saja ditemukan pemain layangan sehingga menimbulkan korban. Untuk itu, perda tibum diterapkan supaya lebih efektif dan warga lebih tertib.

"Sementara untuk besaran nilai dendanya akan dilakukan kajian lebih lanjut, misalnya minimal Rp1 juta, sebab saat ini, denda yang dijatuhkan kepada pelaku pelanggaran tibum rata-rata sebesar Rp100 ribu hingga Rp200 ribu. Kalau Rp1 juta dendanya, diharapkan bisa menimbulkan efek jera," ungkapnya.

Menurut dia, model penerapan hukum ada dua jenis, yakni non-yustisial dan sidang. Sedangkan untuk mekanisme bisa melalui peringatan pertama atau bahkan tanpa peringatan dan langsung ditindak.

Tindakan penertiban non-yustisial itu adalah tindakan yang dilakukan oleh polisi pamong praja dalam rangka menjaga dan/atau memulihkan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat terhadap pelanggaran Perda dengan cara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak sampai proses peradilan.

"Satpol PP atau PPNS bisa menindak dan menjatuhkan sanksi di lapangan tempat di mana warga tersebut melakukan pelanggaran Perda Tibum tersebut," katanya.
 

Pewarta: Andilala

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019