Salah seorang petani budi daya jamur tiram di Sungai Raya Dalam, Kota Pontianak, Kalbar, Bety mengatakan dalam beberapa pekan terakhir mengalami kerugian karena gagal panen akibat terkena dampak kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
"Kerugian yang saya alami nilainya bisa puluhan juta rupiah dari dampak Karhutla, yang menyebabkan asap dan suhu menjadi panas yang disertai banyaknya partikel-partikel debu," kata Bety di Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar) Kamis.
Ia menjelaskan lokasi budi daya jamur tiram miliknya tidak jauh dari lokasi karhutla, sehingga hawa panas dan partikel debu dari kebakaran hutan dan lahan masuk ke tempat budi daya jamur tiram miliknya itu.
"Dampak dari hawa panas dan partikel debu tersebut, membuat budi daya jamur tiram yang siap dijual menjadi mati, sehingga saya dan teman-teman lainnya mengalami kerugian yang tidak sedikit," ujar Bety.
Produksi budi daya jamur tiram miliknya bahkan mengalami penurunan hingga di atas 50 persen sebagai dampak dari kebakaran hutan dan lahan yang mulai terjadi dalam seminggu terakhir di sekitar Kota Pontianak.
"Sebelum karhutla tersebut, saya mampu memanen jamur tiram hingga puluhan kilogram setiap harinya, tetapi kini merosot drastis hingga tiga sampai lima kilogram saja per hari," kata Bety.
Menurut dia, budi daya jamur tiram yang digelutinya sangat bergantung padam musim penghujan dan hawa yang lembab, sementara dampak karhutla hawa menjadi panas, sehingga banyak tanaman jamur mati karena hawa panas tersebut.
"Saya sudah mengantisipasinya dengan menyiram air ke lantai dan ke jamur tersebut, tetapi tetap saja produksi jamur tiram saya merosot, dampak dari Karhutla tersebut," ungkapnya.
Ia bersama teman-temannya kini tidak bisa memenuhi permintaan pasar jamur tiram, sehingga harga jual jamur tersebut di pasaran menjadi naik dari sebelumnya Rpp30.000-an menjadi Rp40.000-an per kilogram.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019
"Kerugian yang saya alami nilainya bisa puluhan juta rupiah dari dampak Karhutla, yang menyebabkan asap dan suhu menjadi panas yang disertai banyaknya partikel-partikel debu," kata Bety di Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar) Kamis.
Ia menjelaskan lokasi budi daya jamur tiram miliknya tidak jauh dari lokasi karhutla, sehingga hawa panas dan partikel debu dari kebakaran hutan dan lahan masuk ke tempat budi daya jamur tiram miliknya itu.
"Dampak dari hawa panas dan partikel debu tersebut, membuat budi daya jamur tiram yang siap dijual menjadi mati, sehingga saya dan teman-teman lainnya mengalami kerugian yang tidak sedikit," ujar Bety.
Produksi budi daya jamur tiram miliknya bahkan mengalami penurunan hingga di atas 50 persen sebagai dampak dari kebakaran hutan dan lahan yang mulai terjadi dalam seminggu terakhir di sekitar Kota Pontianak.
"Sebelum karhutla tersebut, saya mampu memanen jamur tiram hingga puluhan kilogram setiap harinya, tetapi kini merosot drastis hingga tiga sampai lima kilogram saja per hari," kata Bety.
Menurut dia, budi daya jamur tiram yang digelutinya sangat bergantung padam musim penghujan dan hawa yang lembab, sementara dampak karhutla hawa menjadi panas, sehingga banyak tanaman jamur mati karena hawa panas tersebut.
"Saya sudah mengantisipasinya dengan menyiram air ke lantai dan ke jamur tersebut, tetapi tetap saja produksi jamur tiram saya merosot, dampak dari Karhutla tersebut," ungkapnya.
Ia bersama teman-temannya kini tidak bisa memenuhi permintaan pasar jamur tiram, sehingga harga jual jamur tersebut di pasaran menjadi naik dari sebelumnya Rpp30.000-an menjadi Rp40.000-an per kilogram.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019