Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalbar, Heronimus Hero menyebutkan bahwa ulat grayak jagung didaerahnya saat ini masih terkendali.
"Ulat grayak di tanaman jagung atau padi sebenarnya sudah biasa. Itu memang hama dari tanaman muda tersebut. Hanya saja apakah yang masuk jenis baru atau endemik saat ini belum mewabah dan masih terkendali," ujarnya di Pontianak, Kamis.
Pihaknya melalui Tim Pengamat Organisme Pengganggu Tumbuhan akan terus memantau sejauh mana dampak atau lainnya dari hama ulat grayak tersebut.
"Informasi di lapangan ulat tersebut masih bisa dibasmi dengan obat tanaman yang tersedia. Kalau pun mewabah akan dilakukan gerakan pengendalian terpadu," kata dia.
Sebelumnya, Kepala Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT) Jatisari Kementan, Enie Tauruslina Amrullah mengatakan Kementan beberapa kali sudah melakukan sosialisasi ke masyarakat tentang serangan hama tersebut.
"Hama ini dapat menyebabkan kehilangan hasil pada produksi jagung sebesar 40 persen di Honduras dan 72 persen di Argentina. Kita upayakan betul jangan sampai terjadi seperti itu di Indonesia," kata Enie.
Ulat grayak yang bernama latin Spodoptera frugiperda atau "fall army worm" merupakan hama invasif penting yang menyerang tanaman jagung pada beberapa negara di dunia. Ulat Grayak Jagung adalah serangga hama yang dapat menyerang, merusak atau menghancurkan pertanaman jagung dan tanaman lainnya hanya dalam semalam. Ulat Grayak Jagung juga mampu bermigrasi (menyebar) ratusan kilometer dan menjadi peringatan bagi petani kecil bahwa mata pencahariannya terancam.
Hama ini sudah menyebar ke negara-negara lain seperti Afrika, India, Thailand, China, dan Myanmar. Dalam satu malam, S. frugiperda mampu terbang sejauh ratusan kilometer dengan bantuan angin, sementara di negara asalnya, Amerika, S. frugiperda dapat berpindah sejauh 1.700 km dari Texas ke Florida pada musim semi hingga musim gugur.
Enie menyebutkan hasil pemantauan yang dilakukan BBPOPT pada periode April-Juli 2019, ulat grayak telah ditemukan di 12 provinsi yang ada di Indonesia seperti Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Gorontalo.
Selain 12 provinsi yang telah dipantau oleh BBPOPT, serangan ulat grayak juga telah dilaporkan terjadi di beberapa provinsi lainnya di antaranya Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, dan Jawa Timur.
Pada serangan awal, kata Enie, ulat memakan lapisan epidermis daun. Pada serangan lanjutan, larva memakan daun-daun hingga ke pucuk tanaman serta terlihat lubang-lubang pada daun jagung. Selanjutnya pada tingkat serangan yang tinggi, kita dapat menemukan kotoran dari larva pada tanaman jagung seperti serbuk gergaji.
"Selain menyerang daun, ulat grayak juga dapat menyerang tongkol jagung. Sedangkan hasil pemantauan di lapangan, serangan ulat lebih banyak ditemukan pada tanaman jagung yang masih muda dibandingkan dengan tanaman jagung yang sudah memasuki fase generatif," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019
"Ulat grayak di tanaman jagung atau padi sebenarnya sudah biasa. Itu memang hama dari tanaman muda tersebut. Hanya saja apakah yang masuk jenis baru atau endemik saat ini belum mewabah dan masih terkendali," ujarnya di Pontianak, Kamis.
Pihaknya melalui Tim Pengamat Organisme Pengganggu Tumbuhan akan terus memantau sejauh mana dampak atau lainnya dari hama ulat grayak tersebut.
"Informasi di lapangan ulat tersebut masih bisa dibasmi dengan obat tanaman yang tersedia. Kalau pun mewabah akan dilakukan gerakan pengendalian terpadu," kata dia.
Sebelumnya, Kepala Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT) Jatisari Kementan, Enie Tauruslina Amrullah mengatakan Kementan beberapa kali sudah melakukan sosialisasi ke masyarakat tentang serangan hama tersebut.
"Hama ini dapat menyebabkan kehilangan hasil pada produksi jagung sebesar 40 persen di Honduras dan 72 persen di Argentina. Kita upayakan betul jangan sampai terjadi seperti itu di Indonesia," kata Enie.
Ulat grayak yang bernama latin Spodoptera frugiperda atau "fall army worm" merupakan hama invasif penting yang menyerang tanaman jagung pada beberapa negara di dunia. Ulat Grayak Jagung adalah serangga hama yang dapat menyerang, merusak atau menghancurkan pertanaman jagung dan tanaman lainnya hanya dalam semalam. Ulat Grayak Jagung juga mampu bermigrasi (menyebar) ratusan kilometer dan menjadi peringatan bagi petani kecil bahwa mata pencahariannya terancam.
Hama ini sudah menyebar ke negara-negara lain seperti Afrika, India, Thailand, China, dan Myanmar. Dalam satu malam, S. frugiperda mampu terbang sejauh ratusan kilometer dengan bantuan angin, sementara di negara asalnya, Amerika, S. frugiperda dapat berpindah sejauh 1.700 km dari Texas ke Florida pada musim semi hingga musim gugur.
Enie menyebutkan hasil pemantauan yang dilakukan BBPOPT pada periode April-Juli 2019, ulat grayak telah ditemukan di 12 provinsi yang ada di Indonesia seperti Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Gorontalo.
Selain 12 provinsi yang telah dipantau oleh BBPOPT, serangan ulat grayak juga telah dilaporkan terjadi di beberapa provinsi lainnya di antaranya Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, dan Jawa Timur.
Pada serangan awal, kata Enie, ulat memakan lapisan epidermis daun. Pada serangan lanjutan, larva memakan daun-daun hingga ke pucuk tanaman serta terlihat lubang-lubang pada daun jagung. Selanjutnya pada tingkat serangan yang tinggi, kita dapat menemukan kotoran dari larva pada tanaman jagung seperti serbuk gergaji.
"Selain menyerang daun, ulat grayak juga dapat menyerang tongkol jagung. Sedangkan hasil pemantauan di lapangan, serangan ulat lebih banyak ditemukan pada tanaman jagung yang masih muda dibandingkan dengan tanaman jagung yang sudah memasuki fase generatif," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019