Perusahaan tambang di Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat diduga lakukan pembabatan hutan secara ilegal di Desa Tayan, Kecamatan Meliau.
Diduga perusahaan membabat hutan untuk pembukaan jalan perusahaan sepanjang 20 kilometer, namun diduga kegiatan itu tanpa mengantongi izin resmi dari pemerintah.
Aktivitas pembabatan hutan itu, diduga sudah berlangsung sejak Agustus 2018 lalu. Kegiatan tanpa izin itu, terungkap dari video yang diunggah diakun instagram warung jurnalis Pada Senin, 28 Oktober lalu. Video berdurasi satu menit empat detik itu memperlihatkan bagaimana alat berat milik perusahaan menebang pohon-pohon di kawasan areal penggunaan lain (APL). Bahkan divideo itu terlihat hutan yang terdapat pohon-pohon besar.
Pelaksanaan tugas (Plt) Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat, Untad Darmawan mengatakan, bahwa sebelum perusahaan melakukan aktivitasnya, mereka sudah pernah berkonsultasi dengan Dinas Kehutanan untuk menanyakan apakah kawasan yang akan mereka garap untuk jalan perusahaan masuk (APL) atau bukan.
"Menurut peta kami kawasan yang konsultasikan perusahaan itu masuk APL," kata Untad di Pontianak, Rabu.
Untad mengataman, karena kawasannya di APL, maka kewenangan yang mengeluarkan izin bukan di Dinas Kehutanan, akan tetapi karena pembukaan jalan itu berada di kawasan yang berpotensi adanya tegakkan kayu, maka seharusnya sebelum dilakukan penebangan didahului dengan perhitungan berapa retribusi yang harus dibayar perusahaan kepada negara.
"Masalahnya kami belum sempat mendata, berapa potensinya," ucapnya.
Untad menuturkan, seharusnya sebelum kegiatan itu dilakukan, ada permohonan perhitungan, tetapi sampai dengan saat ini, belum ada permohonan pengajuan pertimbangan teknis dari Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP).
"Yang keluarkan izin itu BPTSP, mereka minta pertimbangan kepada kami. Tetapi tidak ada permohonan itu sampai hari ini, sehingga kami tidak tahu berapa potensi yang ada di APL," sambungnya.
Untad menyatakan, apakah aktivitas perusahaan itu di kawasan HPL atau bukan, pihaknya juga tidak mengetahuinya. "Kalau potensi kayu di kawasan itu berdiamater lebih dari sepuluh, maka harus mengantongi izin pemanfaatan kayu (IPK), tetapi kalau dibawah itu, izinnya beda lagi," katanya.
Ia mengatakan, terkait izin land claering yang dikeluarkan Dinas Kehutanan Februari 2019, akan dilakukan pengecekan terlebih dahulu.
Dari data yang dihimpun Dinas Kehutanan Provinsi Kalbar mengeluarkan surat nomor 244 pada 8 Februari 2019, perihal tanggapan atas permohonan izin pemanfaatan kayu (IPK), Dinas Kehutanan telah melakukan penelaahan areal di atas peta serta pengamatan terhadap kondisi vegetasi areal di lapangan. Dimana di dalam surat itu, tertuang bahwa petugas telah melakukan pengamatan lapangan terhadap kondisi vegetasi dan potensi tegakan kayu.
Bahwa pada lokasi areal permohonan tersebut, tidak ditemukan adanya kegiatan aktivitas pembukaan lahan maupun pertambangan. Vegetasi yang terdapat di dalam areal permohonan IPK seluas kurang lebih 779 hektare, adalah berupa tanaman kelapa sawit, semak belukar, karet tua yang tidak dirawat, perladangan masyarakat dan lahan terbuka.
Sementara pada surat lainnya nomor 709 yang dikeluarkan Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat, 23 April 2018 prihal, tanggapan atas permohonan IPK, telah dilakukan telaah terhadap lokasi areal rencana land clearing seluas kurang lebih 18,58 hektare, bahwa areal teraebut tidak terindikasi pada peta penetapan indikatif. Kondisi vegetasi berdasarkan penafsiran lansad pada 2015, seluruhnya adalah merupakan nom hutan (berupa pertanian lahan kering campuran), berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan petugas dinas kehutanan vegetasi yang ditemukan tanaman karet masyarakat, tanaman palawija dan semak (tidak memiliki tegakan kayu berdiamater 10cm up).
Di dalam surat itu menyatakan, dalam areal rencana land clearing seluas kurang lebih 18,58 hektare merupakan non hutan, tidak memiliki tegakan kayu berdiamater 10 cm up, sehingga aktivitas penambangan tidak diperlukan izin IPK.
Sementara pada surat lainnya yang dikeluarkan Dinas Kehutanan Provinsi Kalbar, nomor 1506, pada 21 Agustus 2019, menyatakan jika hasil telaah kawasan areal perusahaan seluas sepuluh ribu hektare lebih masuk kedalam APL, terkait rencana pembuatan jalan tambang di dalam atau di luar izin peruntukan sampai saat ini belum dilaporkan, sehingga belum dilaksanakan pemeriksaan lapangan dan terhadap aeral berstatus APL yang secara fisik di dalamnya masih terdapat perpohonan atau potensi tegakan kayu wajib mengajukan IPK oleh pemegang izin peruntukan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019