Bupati Landak dr. Karolin Margret Natasa mendorong masyarakat untuk bermusyawarah dan mengusulkan lahan hutan tanah adat, agar Pemkab Landak bisa segera kembali mengusulkan Hutan Adat kepada kementerian terkait.

"Saya minta Bapak dan Ibu agar terus kompak terkait pengusulan lahan hutan tanah adat dan juga ada kesepakatan di antara masyarakat, dan kami selaku Pemerintah Kabupaten Landak yang akan terus mengawal dengan sebaik-baiknya," kata Karolin kepada masyarakat Desa Tempoak Kecamatan Menjalin saat menghadiri panen raya, Rabu.

Baca juga: Hutan Adat, sebagai warisan untuk generasi mendatang

Dia mengatakan, berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia Nomor 88 tahun 2017 terkait pengusulan lahan hutan tanah adat, ia menghimbau masyarakat agar terus bekerja sama dalam setiap usulan masing-masing.

Di samping itu, Karolin juga mengatakan akan mengusulkan hutan adat ini kepada Presiden lebih banyak lagi sebagai tabungan untuk anak cucu di masa depan dalam menjaga hutan di Kabupaten Landak.

"Kami akan mengusulkan sebanyak-banyaknya hutan adat ini dikarenakan kita menginventarisir lahan juga sudah tidak mudah lagi. Kabupaten Landak sendiri sudah memiliki 156 desa dan semuanya mengajukan tetapi kita sortir lagi, dikarenakan masih ada yang masuk dalam kawasan hutan lindung sehingga tidak bisa lagi diusulkan. Oleh karena itu kita harapkan ini adalah tabungan untuk anak cucu kita di masa yang akan datang," tuturnya.

Saat ini Pemerintah Kabupaten Landak sudah memiliki hutan adat di beberapa desa yakni Hutan Adat Bukit Samabue di Kecamatan Menjalin dan Hutan Adat Binus Laman Garoh di Kecamatan Sengah Temila.

Baca juga: Bupati Landak berterimakasih kepada Presiden terkait Hutan Adat

Karolin menambahkan, Pemerintah Kabupaten Landak sejak 2018, terus memperjuangkan pengelolaan hutan adat untuk menjaga kelestarian hutan tersebut. Untuk memperjuangkan pengakuan hutan adat tersebut, Pemkab Landak pada 2018 mengajukan usulan 22.492 hektare hutan adat kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai tindak lanjut dari percepatan penetapan hutan adat oleh Pemerintah RI.

"Bagi masyarakat Dayak, hutan merupakan darah dan jiwa yang menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan mereka. Selama berabad-abad hutan dan alam membentuk sebuah identitas yang unik yang kita kenal sekarang sebagai orang Dayak," katanya.

Menurutnya, hutan adalah rumah sekaligus ibu bagi masyarakat Dayak dan selama ini masyarakat Dayak menjadikan hutan sebagai sumber kehidupan. Wajar, jika masyarakat Dayak mencoba mempertahankan eksistensi mereka terhadap hutan yang menjadi nadi bagi kehidupan mereka.

Baca juga: Presiden serahkan Sertifikat TORA dan SK Hutan Adat seluas 19.449 hektare

Karolin menambahkan, hutan adat dan masyarakat adat ialah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Hutan adat menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat hukum adat, karena hutan adat menyediakan beraneka ragam kebutuhan secara cuma-cuma untuk masyarakat adat.

"Ibarat sebuah jantung, hutan adat memberikan kehidupan bagi masyarakat adat dan sebagai titipan bagi generasi mereka selanjutnya," katanya.

Menurut Karolin, dengan pemberlakuan hutan adat, maka masyarakat akan memiliki hak dan kewajiban untuk mengelola dan memanfaatkan hutan, tanpa perlu khawatir akan jeratan hukum yang selama ini mengancam aktivitas masyarakat.

Baca juga: Menko Perekonomian sebut paling lama tiga bulan sertifikat TORA keluar

Dengan hutan adat itu juga, masyarakat Dayak dapat mempertahankan nilai-nilai yang terkandung dalam budaya mereka, sehingga ini akan menjaga kelestarian budaya Dayak dan menjadi bekal serta warisan bagi generasi mendatang.

Baca juga: Hutan dan Kehidupan Masyarakat Adat Seberuang
Baca juga: Hutan Adat Bukit Samabue divalidasi
Baca juga: Sekjen KLHK dorong KPH Kalbar dampingi masyarakat mengelola hutan

   
 

Pewarta: Rendra Oxtora

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020