Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akhirnya menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap terhadap Anggota KPU RI, Evi Novida Ginting Manik dalam perkara 317-PKE-DPP/X/2019 yang diadukan Hendri Makaluasc, calon anggota legislatif DPRD Provinsi Kalimantan Barat daerah pemilihan (dapil) Kalbar 6.

Dalam rilis yang disiarkan DKPP RI, sanksi tersebut dibacakan Plt Ketua DKPP  Muhammad di Ruang sidang DKPP, Gedung Treasury Learning Center (TLC), Jalan KH. Wahid Hasyim Nomor 117, Jakarta Pusat, Rabu siang.

Evi Novida duduk sebagai Teradu VII bersama enam Ketua dan Anggota KPU RI lainnya yakni Arief Budiman, Pramono Ubaid Tanthowi, Wahyu Setiawan (sudah diberhentikan tetap sebelumnya, red), Ilham Saputra, Viryan, dan Hasyim Asy’ari.

Ketua dan Anggota KPU Provinsi Kalimantan Barat atas nama Ramdan, Erwin Irawan, Mujiyo, dan Zainab juga menjadi Teradu dalam perkara yang sama. Diketahui di sidang perdana perkara 317-PKE-DKPP/X/2019, Rabu (13/11/2019), Hendri menyatakan mencabut laporan aduan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP).

Namun memperhatikan pokok aduan pengadu dan alat bukti berdasarkan Pasal 19 Peraturan DKPP Nomor 3 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu, DKPP memandang perlu melanjutkan perkara a quo, kata Anggota DKPP Alfitra Salamm.

Dalam pertimbangan putusan dijelaskan Teradu VII sebagai Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan dan Logistik Pemilu KPU RI memiliki tanggung jawab etik lebih besar atas ketidakpastian hukum dan ketidakadilan akibat penetapan hasil pemilu yang tidak bisa dipertanggungjawankan validitas dan kredibilitasnya.

Teradu VII menjabat sebagai Wakil Koordinator Wilayah Provinsi Kalimantan Barat. Dengan demikian Evi Novida dinilai bertanggungjawab penuh untuk mengkoordinasikan, menyelenggarakan, mengendalikan, memantau, supervisi, dan evaluasi terkait penetapan dan pendokumentasian hasil pemilu.

“Teradu VII sebelumnya terbukti melanggar kode etik dan dijatuhi sanksi Peringatan Keras serta pemberhentian sebagai Koordinator Divisi yang merupakan pelanggaran kode etik berat yang menunjukan kinerja Teradu VII tidak bisa dipertanggungjawabkan," kata Anggota DKPP, Teguh Prasetyo.

Teradu VII sebagai penanggung jawab divisi terbukti melanggar Pasal 6 ayat (2) huruf c dan d, Pasal 6 ayat 93) huruf a dan f, juncto Pasal 10 huruf a, Pasal 11 huruf a dan b, Pasal 15 huruf d, e dan f dan Pasal 16 huruf e Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.

Sementara Teradu I sampai VII (Ketua dan Anggota KPU RI) terbukti melakukan intervensi terkait perubahan perolehan suara Pengadu yang dilakukan dalam sejumlah tahapan. Antara lain dengan memerintahkan Teradu VIII sampai XI menggelar pleno untuk membatalkan hasil rekapitulasi pleno perhitungan terbuka.

Terungkap pula peran Teradu III (Wahyu Setiawan) dan Teradu V (Viryan) dengan memfasilitasi pleno kepada Teradu VIII sampai XI sehingga terjadi perubahan perolehan suara Pengadu serta caleg lainnya berubah.

“Tindakan Teradu I sampai VII terbukti ambivalen dalam menangani perkara ini. Satu sisi memerintahkan Teradu VIII sampai XI menyampaikan hasil putusan Bawaslu Kabupaten Sangggau kepada Mahkamah Konstitusi, namun setelah ada putusan Teradu I sampai VII mengambaikannya,” ujar Ida Budhiati.

Sementara itu, DKPP menjatuhkan sanksi Peringatan Keras Terakhir kepada Teradu I sampai VI yakni Arief Budiman, Pramono Ubaid Tanthowi, Wahyu Setiawan (sudah diberhentikan tetap sebelumnya), Ilham Saputra, Viryan, dan Hasyim Asy’ari. Sedangkan Teradu VIII sampai XI dijatuhi sanksi Peringatan.

Pewarta: Rilis/Teguh Imam Wibowo

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020