Sebanyak 14 kepala desa, tokoh masyarakat dan Panglima Dayak Kecamatan Ketungau Hulu mendesak pemerintah pusat serius dalam membangun infrastruktur perbatasan Indonesia – Malaysia di Kecamatan di wilayah itu.
Desakan ini disampaikan mereka saat mendatangi Kantor Satker PUPR di Pontianak.
Tokoh masyarakat Desa Jasa Kecamatan Ketungau Hulu, Subandi mengungkapkan, beberapa ruas jalan yang telah mendapat kucuran dana dari pemerintah pusat seperti Jalan paralel dari Entikong menuju Nanga Bayan, dengan nilai ratusan miliar dikerjakan dengan asal – asalan sehingga sekarang kembali rusak.
“Salah satu ruas jalan menuju PLBN di Desa Sungai Kelik, tahun 2019 mendapat dana dari pemerintah pusat melalui PUPR sebesar Rp46 miliar, tidak selesai dikerjakan oleh pelaksana PT Multi Sindo Internasional,” ungkap Subandi.
Rangking Dunda, masyarakat perbatasan mengatakan, masyarakat perbatasan di Ketungau sudah rela menyerahkan tanahnya, kebun bahkan rumah mereka untuk digusur demi terbangunnya akses jalan sehingga kalau dikatakan masyarakat menolak pembangunan itu sangat tidak benar.
"Kami tidak pernah menolak pembangunan yang masuk ke perbatasan. Namun kami tolak para kontraktor yang tidak bisa melaksanakan pekerjaan sesuai spesifikasi yang ada, bahkan terkesan asal-asalan. Pemerintah pusat sudah kucurkan dana besar untuk perbatasan, tapi karena ulah para kontraktor sehingga kami yang dirugikan. Dana yang sudah dianggarkan harus dikembalikan lagi ke kas negara, akibat pekerjaan tidak selesai. Ini tentu sangat merugikan kami warga perbatasan,” ungkapnya.
Panglima Ketungau, Yusak menegaskan warga perbatasan juga anak NKRI yang perlu diperhatikan oleh pemerintah. “Kami sangat mengharapkan pihak berwenang harus benar-benar selektif dalam menentukan pemenang tendernya, jangan hanya melihat kelengkapan administrasi di atas meja saja. Tapi harus turun ke lapangan apakah kontraktor punya kuari, lahan dan armada untuk melakukan pekerjaan. Kami tidak mau lagi dirugikan, akibat ulah para kontraktor yang tidak punya kapasitas untuk bekerja di lapangan,” katanya.
Yusak mengancam jika keinginan warga perbatasan tidak dipenuhi oleh pemerintah, maka warga perbatasan golput dalam Pilkada nanti.
“Kami sampaikan dengan tegas pada pemerintah, kami rakyat perbatasan tidak pernah menolak pembangunan. Kami menolak kontraktor yang tidak bisa bekerja dengan baik di lapangan,” tegasnya.
Salah seorang tim Satker PUPR, Merlin mengatakan, pembangunan ruas Jalan Rasau – Jasa Sungai Kelik sudah dianggarkan sebesar Rp46 miliar. Tapi realisasi pekerjaan di lapangan awalnya sekitar 15 persen lebih.
“Kami masih mengumpulkan data di lapangan untuk memastikan berapa persen progress pekerjaan yang sudah dilaksanakan sampai akhir dari pekerjaan, sehingga bisa menentukan berapa persen lagi final dari pekerjaan tersebut. Untuk Perusahaan Conblock sudah dinyatakan pailit. Kami sangat memahami keinginan masyarakat perbatasan untuk dapat menikmati pembangunan seutuhnya,” katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020
Desakan ini disampaikan mereka saat mendatangi Kantor Satker PUPR di Pontianak.
Tokoh masyarakat Desa Jasa Kecamatan Ketungau Hulu, Subandi mengungkapkan, beberapa ruas jalan yang telah mendapat kucuran dana dari pemerintah pusat seperti Jalan paralel dari Entikong menuju Nanga Bayan, dengan nilai ratusan miliar dikerjakan dengan asal – asalan sehingga sekarang kembali rusak.
“Salah satu ruas jalan menuju PLBN di Desa Sungai Kelik, tahun 2019 mendapat dana dari pemerintah pusat melalui PUPR sebesar Rp46 miliar, tidak selesai dikerjakan oleh pelaksana PT Multi Sindo Internasional,” ungkap Subandi.
Rangking Dunda, masyarakat perbatasan mengatakan, masyarakat perbatasan di Ketungau sudah rela menyerahkan tanahnya, kebun bahkan rumah mereka untuk digusur demi terbangunnya akses jalan sehingga kalau dikatakan masyarakat menolak pembangunan itu sangat tidak benar.
"Kami tidak pernah menolak pembangunan yang masuk ke perbatasan. Namun kami tolak para kontraktor yang tidak bisa melaksanakan pekerjaan sesuai spesifikasi yang ada, bahkan terkesan asal-asalan. Pemerintah pusat sudah kucurkan dana besar untuk perbatasan, tapi karena ulah para kontraktor sehingga kami yang dirugikan. Dana yang sudah dianggarkan harus dikembalikan lagi ke kas negara, akibat pekerjaan tidak selesai. Ini tentu sangat merugikan kami warga perbatasan,” ungkapnya.
Panglima Ketungau, Yusak menegaskan warga perbatasan juga anak NKRI yang perlu diperhatikan oleh pemerintah. “Kami sangat mengharapkan pihak berwenang harus benar-benar selektif dalam menentukan pemenang tendernya, jangan hanya melihat kelengkapan administrasi di atas meja saja. Tapi harus turun ke lapangan apakah kontraktor punya kuari, lahan dan armada untuk melakukan pekerjaan. Kami tidak mau lagi dirugikan, akibat ulah para kontraktor yang tidak punya kapasitas untuk bekerja di lapangan,” katanya.
Yusak mengancam jika keinginan warga perbatasan tidak dipenuhi oleh pemerintah, maka warga perbatasan golput dalam Pilkada nanti.
“Kami sampaikan dengan tegas pada pemerintah, kami rakyat perbatasan tidak pernah menolak pembangunan. Kami menolak kontraktor yang tidak bisa bekerja dengan baik di lapangan,” tegasnya.
Salah seorang tim Satker PUPR, Merlin mengatakan, pembangunan ruas Jalan Rasau – Jasa Sungai Kelik sudah dianggarkan sebesar Rp46 miliar. Tapi realisasi pekerjaan di lapangan awalnya sekitar 15 persen lebih.
“Kami masih mengumpulkan data di lapangan untuk memastikan berapa persen progress pekerjaan yang sudah dilaksanakan sampai akhir dari pekerjaan, sehingga bisa menentukan berapa persen lagi final dari pekerjaan tersebut. Untuk Perusahaan Conblock sudah dinyatakan pailit. Kami sangat memahami keinginan masyarakat perbatasan untuk dapat menikmati pembangunan seutuhnya,” katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020