Komoditas karet menjadi satu di antara primadona petani di Kalbar termasuk di Kabupaten Sambas. Saat ini total luas areal karet di Kalbar lebih dari 600 ribuan hektare. Kemudian jumlah penduduk yang terlibat dalam komoditas karet sekitar 313 KK atau sekitar 1,25 juta jiwa.

Namun, sejak lebih dari kurun waktu lima tahun terakhir kondisi harga karet terutama di tingkat petani masih dirasakan sangat rendah dan tidak sebanding dengan apa yang harus mereka keluarkan terutama untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari - hari. Saat ini harga karet yang dijual petani terutama ke toko - toko atau pengepul di Kalbar di kisaran Rp7.000 per kilogram bahkan ada di bawah harga tersebut.

Persoalan harga memang menjadi sorotan utama masyarakat. Meskipun hal itu tidak satu - satunya kendala yang dihadapi petani karet. Harga yang rendah dan bahkan anjlok tentu sangat berkorelasi langsung terhadap pendapatan petani. Sehingga hal itu juga menjadi perhatian pemerintah dari berbagai tingkat.

Intervensi pasar secara langsung dari pemerintah tentu tidak bisa dan tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk menaikkan harga. Hal itu karena untuk harga karet mengikuti mekanisme pasar atau permintaan pasar dunia.




Hanya saja pemerintah bisa hadir dalam tata niaga karet melalui regulasi dan pendampingan kepada masyarakat atau kelompong tani. Melalui Unit Pengolahan Pemasaran Bahan Olah Karet (UPPB) pemerintah memberikan solusi agar petani bisa berhimpun dan bersama bagaimana menghasilkan karet berkualitas.

Karet berkualitas tentu berkorelasi positif dengan harga yang dibayar pabrik pengolahan karet. Faktanya di lapangan soal kualitas karet di hasilkan petani saat ini memang perlu dimaksimalkan agar harga bisa lebih baik.

Dalam pemanfaatan UPPB di Kalbar berdasarkan data Dinas Perkebunan Provinsi Kalbar faktanya dari 10, hanya satu saja yang aktif yakni UPPB Sindak Citra yang terletak di Desa Tengguli, Kecamatan Sajad, Kabupaten Sambas.

UPBB Sindak Citra yang berdiri sejak 19 Agustus 2019 hingga kini masih eksis. UPPB yang diketuai, Rustamrin Roji dan Sekretaris, Suhaimi Suhaili meski dari awal hingga saat ini menghadapi sejumlah tantangan terutama modal dan lainnya namun bisa tetap menjadi pelopor terjadinya stabilisasi harga karet di tingkat petani di daerahnya.

Rustamrin menyebutkan hingga saat ini total anggota hanya 37 orang dari jumlah petani yang tergabung dalam kelompok tani yang total 180 orang. Meski jumlah masih minim namun dengan keberadaan UPPB Sidak Citra mampu mengontrol harga karet dan tidak membuat semena - mena untuk mengatur harga di tingkat petani.

 
Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Kalbar, Heronimus Hero (kanan) saat mengunjungi UPPB Sindak Citra di Desa Tengguli, Kecamatan Sajad, Jumat (17/6) (Istimewa)


"UPPB hadir mendampingi, memastikan dan menjamin serta membeli karet dari anggota atau petani di sini dengan kualitas baik. Kita ada kerjasama dengan perusahaan yang siap menerima. Harga yang kita beli dari petani dan kita jual ke pabrik dengan kualitas baik mampu di atas pasar yang ada. Sehingga ini menjadi daya tarik dan tangkulang tidak suka - suka mengatur harga," ujar Rustamrin.

Ia menyebutkan paling ketara dan UPPB Sindak Citra berperan dalam stabilisasi harga ketika harga turun di pasaran. Namun di UPPB tetap stabil. Sehingga menjadi solusi bagi petani untuk mendapatkan harga yang layak. Saat ini pihaknya bisa membeli dengan harga Rp9.200 per kilogram. Sedangkan di pasaran hanya Rp7.000 an per kilogram. Hanya saja untuk kualitas memang dijaga. Sehingga harga terus tinggi.

Untuk membuat karet petani berkualitas tidak lah terlalu sulit dan itu terbilang gampang karena tidak membutuhkan cairan atau zat kecuali untuk pembeku atau olahan teknologi tinggi. Petani hanya menyadap karet dan hasilnya tidak dicampur dengan apa pun. Kemudian petani menggilingnya atau langsung dijemur atau dianginkan saja dalam beberapa hari. Dengan perlakuan tersebut, kualitas karet petani sudah sangat baik.

"Kebanyakan yang menjadi persoalan karet ada dicampur dengan sampah atau apa apa pun mengejar beratnya. Kemudian ada menjual dengan tingkat kekeringan yang rendah. Hal - hal itu bisa merusak harga dan tentu pabrik akan membeli dengan harga rendah," papar dia.

Dalam sebulan UPPB Sindak Citra dapat menampung 4 ton karet. Jumlah yang masih kecil tersebut terkendala dari permodalan. Padahal potensi untuk karet yang bisa dibeli sebenarnya bisa di atas 1 ton per hari.

Selain permodalan, soal kesadaran petani harus memproduksi karet berkualitas dan kompak melawan permainan harga dari tengkulak dengan iming- iming bisa berhutang dan lainnya menjadi tantangan. Meski demikian pihaknya berkomitmen untuk terus merangkul dan juga butuh pendampingan pemerintah baik dari sisi hulu dan hilir.

"Permodalan kita masih kecil dan gudang masih sederhana. Sehingga yang kita beli masih skala kecil. Kita tentu masih sangat butuh pendampingan dari pemerintah baik dari sisi budaya maupun pasar termasuk soal harga," kata dia.





Proyek percontohan 

Hadirnya UPPB dapat menjaga stabilitas harga dan mampu menjadi satu di antara solusi bagi petani akan terus dimaksimalkan.

Dinas Perkebunan Provinsi Kalbar mulai fokus terlibat membantu petani dan berkomunikasi dengan pelaku usaha dan instansi pemerintah lainnya agar semua bisa tumbuh dan berjalan baik. Degan inovasi tata niaga karet melalui networking enterprenuership dan dalam bentuk UPPB, unit yang tidak aktif akan dihidupkan lagi dan yang belum ada akan dibentuk. Bahkan untuk UPPB Sindak Citra di Sambas tersebut akan menjadi proyek percontohan di Kalbar.

Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Kalbar, Heronimus Hero mengatakan fungsi UPPB sangat efektif untuk stabilisasi harga karena berperan sebagai kompetitor pengumpul. Sehingga pengumpul tidak dapat menekan harga karet di tingkat petani.

"UPPB menjadi solusi tepat memperpendek rantai pasok yang selama ini membuat harga karet yang diterima petani rendah. Tentu, komitmen dan aksi nyata para pihak dibutuhkan untuk mewujudkan unit tersebut," ujarnya.

Ia mengatakan rantai pasok komoditas karet di Kalbar terlalu panjang dan melibatkan dua hingga tiga tingkat perantara atau pengepul. Kondisi ini justru merugikan pekebun karena harga yang diterima rendah dan tidak menguntungkan. Kondisi ini juga diperparah dengan pengepul yang seenaknya mengatur harga.

"Rantai pasok karet yang ada saat ini membuat karet kehilangan nilai tambahnya. Pertama karena ada dua hingga tiga tingkatan pengepul, kedua pengepul yang mengatur harga. Ini membuat disparitas harga di pabrik
dan di petani sangat tinggi," kata dia.

Dengan kondisi yang ada kata dia perlu ada perubahan mendasar dalam mengatur tata niaga produk karet agar lebih memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Pihaknya menggodok strategi tata niaga produk karet melalui networking entrepreneurship, yang menjadi alternatif yang sangat relevan dengan kondisi lapangan, sistematis dan berdampak luas kepada masya rakat dan pemerintah daerah.

"Ada tiga sisi penting dalam mewujudkan strategi tersebut, yakni dari sisi pekebun, fungsi UPPB dan pabrik. Kembali, untuk memperpendek rantai pasok, UPBB menjadi solusinya. Baru - baru ini kita telah melakukan FGD dengan berbagai pihak terkait tata niaga dan barusan juga kita mengunjungi langsung UPPB Sindak Citra," kata dia.

Gapkindo dukung

Ketua Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo Kalbar), Jusdar mendukung upaya untuk memotong rantai pasok komoditas karet. Jusdar yakin, para anggotanya yang kini berjumlah 16 perusahaan, mau menjalin kerjasama dengan UPPB. Pihaknya siap untuk memfasilitasi.

"Urusan kerja sama MOU itu antara perusahaan dan UPPB. Kami asosiasi akan membantu memfasilitasi," katanya.

Terkait harga selain faktor permintaan dunia akan karet turun, harga rendah di tingkat petani dipengaruhi rantai pasar yang sangat panjang. Untuk mencapai pabrik karet, ada beberapa titik pengepul dilalui mulai ke toko kecil, ke penampung dan baru ke pabrik atau bahkan lebih dari itu.

"Rantai pasar yang panjang tentu memangkas harga yang didapat petani. Setiap rantai tentu butuh selisih harga atau buruh keuntungan dan biaya transportasi," kata dia.

Ia menambahkan belum lagi soal kualitas karet di Kalbar yang masih rendah karena masih banyak ditemukan produksi karet yang bercampur kayu, tanah, pasir dan sampah serta lainnya. Jika kualitas rendah maka harga juga terpengaruh.

"Padahal untuk membuat kualitas karet di Kalbar sangat baik dan tinggi itu mudah dan tidak perlu biaya yakni karet dibekukan dan tanpa dicampur apa pun," jelas dia.


Pewarta: Dedi

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020