Penyidik Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan Seksi Wilayah III Pontianak menyatakan dua berkas kasus kebakaran hutan dan lahan yang melibatkan korporasi, yakni PT AER dan PT ABP di Kabupaten Ketapang, Kalbar siap disidangkan di pengadilan.
"Berkas perkara kedua korporasi itu sudah dinyatakan lengkap oleh Kejati Kalbar, sehingga segera dilimpahkan ke pengadilan," kata Dirjen Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho Sani dalam keterangan tertulisnya kepada ANTARA di Pontianak, Minggu.
Dia menjelaskan penyidikan itu terkait lahan yang terbakar di konsesi PT AER seluas 100 hektare dan PT ABP seluas 85 hektare, di Kecamatan Benua Kayong, Matan Hilir Selatan, Kecamatan Melayu Rayak dan Kecamatan Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat.
Penyidik Balai Gakkum KLHK Kalimantan segera menyerahkan tersangka yang diwakili oleh MS selaku Direktur PT AER dan PT ABP serta barang bukti ke Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat.
"Selanjutnya berkas perkara akan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Ketapang untuk disidangkan. Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan akan mengawal proses ini agar sanksi pidana yang dijatuhkan dapat memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan korporasi itu.
Dua perusahaan PT Arrtu Energie Resources (AER) dan PT Arrtu Borneo Perkebunan (ABP) dikenakan Pasal 98 dan/atau Pasal 99 dan/atau Pasal 108 Jo. Pasal 116 Undang-Undang No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan ancaman pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar.
Penanganan kasus ini tindak lanjut dari hasil pemantauan satelit dan verifikasi titik panas (hotspot) di Kecamatan Benua Kayong, Matan Hilir Selatan, Kecamatan Melayu Rayak dan Kecamatan Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang, 8 Agustus 2019.
Tim verifikasi menemukan lokasi titik api berada di areal IUP PT ABP dan PT AER, dan tim juga menemukan lahan PT AER yang terbakar seluas 100 hektare dan lahan PT ABP yang terbakar seluas 85 hektare, sehingga penyidik Balai Gakkum Kalimantan menindaklanjuti temuan itu dengan penyidikan, katanya.
"Penanganan perkara karhutla ini tidak lepas dari kerja sama Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan, dengan Korwas Ditreskrimsus Polda Kalbar, Kejaksaan Tinggi Kalbar, Kejaksaan Negeri Ketapang, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalbar dan Ahli Karhutla dari IPB," ujarnya.
Merespon kemajuan proses penanganan kasus ini, Dirjen Penegakan Hukum KLHK, menyatakan bahwa ini merupakan bukti bahwa KLHK tidak akan berhenti mengejar pelaku karhutla. Karhutla merupakan kejahatan serius karena berdampak langsung pada kesehatan masyarakat, ekonomi, kerusakan ekosistem dan berdampak pada wilayah yang luas untuk waktu lama, sehinggs pelaku karhutla harus ditindak tegas agar jera.
"Penegakan hukum yang kami lakukan ini harus menjadi pembelajaran bagi pembakar hutan dan lahan lainnya. Hentikan tindakan mencari untung di atas penderitaan masyarakat yang berakibat adanya asap dan keruskan ekosistem. Kami tidak hanya menindak secara hukum pidana, tapi kami juga menggugat secara perdata, untuk ganti rugi lingkungan, termasuk mencabut izin, dan sudah banyak yang kami tindak," tegasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020
"Berkas perkara kedua korporasi itu sudah dinyatakan lengkap oleh Kejati Kalbar, sehingga segera dilimpahkan ke pengadilan," kata Dirjen Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho Sani dalam keterangan tertulisnya kepada ANTARA di Pontianak, Minggu.
Dia menjelaskan penyidikan itu terkait lahan yang terbakar di konsesi PT AER seluas 100 hektare dan PT ABP seluas 85 hektare, di Kecamatan Benua Kayong, Matan Hilir Selatan, Kecamatan Melayu Rayak dan Kecamatan Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat.
Penyidik Balai Gakkum KLHK Kalimantan segera menyerahkan tersangka yang diwakili oleh MS selaku Direktur PT AER dan PT ABP serta barang bukti ke Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat.
"Selanjutnya berkas perkara akan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Ketapang untuk disidangkan. Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan akan mengawal proses ini agar sanksi pidana yang dijatuhkan dapat memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan korporasi itu.
Dua perusahaan PT Arrtu Energie Resources (AER) dan PT Arrtu Borneo Perkebunan (ABP) dikenakan Pasal 98 dan/atau Pasal 99 dan/atau Pasal 108 Jo. Pasal 116 Undang-Undang No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan ancaman pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar.
Penanganan kasus ini tindak lanjut dari hasil pemantauan satelit dan verifikasi titik panas (hotspot) di Kecamatan Benua Kayong, Matan Hilir Selatan, Kecamatan Melayu Rayak dan Kecamatan Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang, 8 Agustus 2019.
Tim verifikasi menemukan lokasi titik api berada di areal IUP PT ABP dan PT AER, dan tim juga menemukan lahan PT AER yang terbakar seluas 100 hektare dan lahan PT ABP yang terbakar seluas 85 hektare, sehingga penyidik Balai Gakkum Kalimantan menindaklanjuti temuan itu dengan penyidikan, katanya.
"Penanganan perkara karhutla ini tidak lepas dari kerja sama Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan, dengan Korwas Ditreskrimsus Polda Kalbar, Kejaksaan Tinggi Kalbar, Kejaksaan Negeri Ketapang, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalbar dan Ahli Karhutla dari IPB," ujarnya.
Merespon kemajuan proses penanganan kasus ini, Dirjen Penegakan Hukum KLHK, menyatakan bahwa ini merupakan bukti bahwa KLHK tidak akan berhenti mengejar pelaku karhutla. Karhutla merupakan kejahatan serius karena berdampak langsung pada kesehatan masyarakat, ekonomi, kerusakan ekosistem dan berdampak pada wilayah yang luas untuk waktu lama, sehinggs pelaku karhutla harus ditindak tegas agar jera.
"Penegakan hukum yang kami lakukan ini harus menjadi pembelajaran bagi pembakar hutan dan lahan lainnya. Hentikan tindakan mencari untung di atas penderitaan masyarakat yang berakibat adanya asap dan keruskan ekosistem. Kami tidak hanya menindak secara hukum pidana, tapi kami juga menggugat secara perdata, untuk ganti rugi lingkungan, termasuk mencabut izin, dan sudah banyak yang kami tindak," tegasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020