Ketapang (ANTARA) - Sekjen Koalisi Masyarakat Peduli Pembangunan Ketapang (KMP2K), Drs Hikmat Siregar menduga PT Mitra Karya Prima (MKP) PLTU Sukabangun Ketapang melanggar Undang-Undang (UU) atau peraturan Pemerintah.
"Kita menduga PT MKP sudah sangat buruk kinerjanya, meraka diduga sebagai pelanggar Undang-Undang atau peraturan Pemerintah, khususnya UU Ketenagakerjaan dan Pres," tegas Hikmat kepada ANTARANEWS di Ketapang, Kamis.
Hikmat menjelaskan, dugaan itu karena PT KMP dianggapnya melanggar UU ketenagakerjaan khususnya terhadap UU nomor 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja. Pada UU ini disebutkan bahwa perusahaan harus membentuk panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja (P2K3). Ketentuan ini tertera dalam pasal 10 UU tahun 1970.
Perusahaan juga harus memiliki dokumen HIRADC yakni Hazard Identification atau mengidentifikasi potensi bahaya pekerjaan. Kemudian Risk Assessment atau menilai risiko yang timbul dari bahaya tersebut. Serta Determining Control atau menentukan bagaimana mengendalikan setiap risiko itu.
Tujuan HIRADC adalah untuk menjamin lingkungan kerja yang aman bagi karyawan. Serta melindungi aset perusahaan dan meminimalkan potensi kecelakaan atau kerugian.
"Tapi kenyataanya, PT MKP diduga kuat mengabaikan K3 (keselamatan dan kesehatan kerja) bagi karyawannya sehingga terjadi kecelakaan korban meninggal. Korban terjatuh dari ketinggian 12 meter karena diduga ada bagian bangunan di perusahaan itu tidak kuat dan aman bagi pekerja," ujar Hikmat.
Hikmat menambahkan, dugaannya bahwa PT MKP juga melanggar UU Pres karena telah menghalangi kinerja wartawan atau media. Khususnya saat kejadian dilarang masuk ke lokasi untuk meliput korban yang terjatuh tersebut.
"Jadi PT MKP telah melanggar UU Pokok Pers No.40 Tahun 1999 pasal 18 (ayat 1). UU ini jelas menegaskan barang siapa menghalang-halangi tugas wartawan dalam peliputan maka akan kena sanksi pidana penjara dua tahun atau denda Rp.5.00 juta," tutur Hikmat.
Hikmat menambahkan, kemudian dari peristiwa kematian salah seorang karyawan diduga akibat kelalaian tanpa mengindahkan K3. Maka bisa dikenakan Pasal 359 KUHP ancaman hukuman 5 tahun penjara.
"Meskipun antara perusahaan dan keluarga korban berdamai tidak berarti selesai masalah. Tentunya pasal kelalaiannya yang terjadi di PT MKP harus diproses hukum," tegas Hikmat Siregar.
Sebelumnya diberitakan bahwa Kecelakaan kerja hingga menyebabkan korban meninggal terjadi di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sukabangun Kabupaten Ketapang. Kecelakaan ini diduga kuat karena PT Mitra Karya Prima (MKP) PLTU Ketapang mengabaikan penerapan K3.
PT MKP adalah anak perusahaan PT Pembangkitan Jawa Bali Services (PJB Services). PT MKP PLTU Ketapang yang diberi kepercayaan melakukan jasa penyelenggara usaha teknik, konsultan manajemen, security manajemen, dan jasa perawatan gedung di PLTU Ketapang.
Kemudian ANTARANEWS handak konfirmasi ke PLTU Sukabangun Ketapang, Rabu. Selanjutnya menyampaikan kepada satpam bahwa ANTARANEWS mau menemui manajemen atau perwakilan PLTU Sukabangun atau PT MKP untuk minta tanggapan sebagai bahan pertimbangan berita.
Namun menurut para satpam PLTU Sukabangun bahwa wartawan tidak bisa melakukan konfirmasi. "Tidak bisa, kecuali ada janji," ungkap beberapa satpam tersebut.
Kemudian ANTARA mengatakan sampaikan saja dulu, foto dan catat nama wartawan ANTARANEWS sesuai kartu yang diperlihatkan dan nomor handphonenya. Sehingga jika perwakilan PLTU Sukabangun hendak melakukan hak jawab bisa menghubungi ANTARANEWS.
Namun para satpam tidak mau dan kembali menegaskan bahwa media atau wartawan tidak bisa meliput dan menemui perwakilan PLTU Sukabangun. "Sudah SOP begini, kami hanya menjalankan perintah saja," jelas beberapa satpam tersebut.
Baca juga: PT MKP PLTU Ketapang diduga abaikan K3 hingga sebabkan karyawannya meninggal kecelakaan