Ketua Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Kalbar Jusdar mengatakan harga karet terus mengalami tren kenaikan seiring mulai lancarnya arus perdagangan luar negeri dimana di tingkat pabrik mencapai Rp16.000 per kilogram.

"Sekarang harga karet dengan kadar karet kering atau K3 yang 100 persen di pabrik Rp16.000 per kilogram," ujar Jusdar di Pontianak, Jumat.

Ia menyebutkan bahwa sebelumnya pada Mei 2020 harga di pasar internasional hanya sekitar USD 1,08 per kilogram SIR 20. Namun saat ini sekitar USD 1,28 per kilogram SIR 20.

"Harga naik karena ada kenaikan permintaan dari China dan negara - nagara yang mulai membuka lock down di negaranya," kata dia.

Satu di antara petani karet di Sambas, Tomy membenarkan bahwa di tingkat petani saat ini mengalami kenaikan. Ia menyebutkan harga semula hanya kisaran Rp7.000 per kilogram dan kini sudah naik sekitar Rp1.000 per kilogram.

"Harga saat ini Rp8.000 per kilogram dan itu naik dari beberapa waktu sebelumnya. Untuk tingkat kekeringan yang dijual tentu masih rendah. Pembeli menghitung persentase dalam membeli," kata dia.

Sementara itu, Kepala Dinas Perkebunan Kalbar, Heronimus Hero mengatakan pemerintah provinsi terus mendorong petani untuk meningkatkan kualitas karet sehingga berdampak langsung pada harga yang diterima.

"Untuk menghadirkan kualitas karet tidak sulit dan tidak perlu biaya karena petani tinggal toreh atau sadap karet dan tidak mencampur sesuatu yang tidak seharusnya seperti kulit, sampah, pasir atau lainnya," kata dia.

Selain mendorong mutu karet yang dihasilkan petani dibutuhkan juga perbaikan tata niaga karet dari hulu ke hilir dengan dukungan yang optimal dari pemerintah daerah, salah satunya dengan mendorong lahirnya badan usaha yang berfungsi menjalan tugas sebagai Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (UPPB).

“Regulasi kita sudah ada, tinggal komitmen pemerintah daerah saja bagaimana mendorong tata niaga karet ini agar harga yang diterima petani layak dan mutu karet terjaga,” ujarnya.

Heronimus Hero menjelaskan bahwa UPPB berfungsi sebagai badan usaha resmi yang menjalankan fungsi transparan, kendali mutu, serta margin yang pantas, dalam tata niaga karet, dari petani hingga ke pabrik.

“UPBB ini akan membeli karet dari petani dan mengirimnya ke pabrik yang telah melakukan kerja sama atau MoU,” katanya.

Selama ini, lanjut dia, rantai pasok komoditas karet di Kalbar terlalu panjang dan melibatkan dua hingga tiga tingkat perantara atau pengepul.

"Kondisi ini justru merugikan petani karena harga yang diterima rendah dan tidak menguntungkan. Kondisi ini juga diperparah dengan pengepul yang semaunya mengatur harga," kata dia.

Pewarta: Dedi

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020