Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan upaya pemerintah untuk konversi penggunaan minyak tanah menjadi LPG dengan subsidi harga komoditas terbukti tidak efektif dengan meningkatnya anggaran subsidi melebihi subsidi minyak tanah.
Terkait hal itu, KPK memberikan tiga rekomendasi kepada pemerintah dan PT Pertamina (Persero) perihal perbaikan sistem tata kelola program LPG bersubsidi.
"KPK memberikan rekomendasi kepada pemerintah dan PT Pertamina (Persero). Pertama, evaluasi Perpres Nomor 38 Tahun 2019 terkait perluasan penggunaan LPG bersubsidi," ucap Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Kedua, lanjut Ipi, pemerintah diminta mengubah kebijakan dari subsidi harga komoditas ke PT Pertamina menjadi bantuan langsung (targeted subsidy) dalam bentuk "cash transfer" dengan utilisasi Basis Data Terpadu (BDT).
"Sekarang dikenal dengan DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) yang memiliki NIK (Nomor Induk Kependudukan) sebagai target penerima subsidi energi," kata Ipi.
Ketiga, kata dia, adanya perbaikan "database" untuk target penerima Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
Untuk diketahui, pada rentang Januari-Juli 2019, KPK telah melakukan Kajian Sistem Tata Kelola Program LPG 3 kilogram.
Kajian itu dilakukan untuk memetakan potensi kerawanan dan permasalahan dalam program LPG bersubsidi serta merumuskan langkah-langkah strategis dan operasional dalam program LPG bersubsidi.
KPK pun menemukan dua permasalahan dalam program LPG bersubsidi tersebut.
Permasalahan pertama terkait aspek perencanaan, yakni tidak jelasnya kriteria pengguna LPG bersubsidi dan tidak akuntabelnya penerapan kuota penerima LPG bersubsidi.
Kedua dari aspek pelaksanaan, yaitu lemahnya sistem pengawasan distribusi, lemahnya kendali dalam implementasi penerapan Harga Eceran Tertinggi (HET), dan tidak operasionalnya pengaturan zona distribusi LPG Public Service Obligation (PSO).
Ipi mengatakan ada tiga kesimpulan atas kajian yang telah dilakukan KPK, yaitu upaya pemerintah untuk konversi penggunaan minyak tanah menjadi LPG dengan subsidi harga komoditas terbukti tidak efektif dengan meningkatnya anggaran subsidi melebihi subsidi minyak tanah.
"Kemudian, subsidi harga LPG 3 kilogram bermasalah mulai dari perencanaan, operasional, pengendalian, dan pengawasan, serta mekanisme pengendalian melalui distribusi tertutup terbukti gagal," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020
Terkait hal itu, KPK memberikan tiga rekomendasi kepada pemerintah dan PT Pertamina (Persero) perihal perbaikan sistem tata kelola program LPG bersubsidi.
"KPK memberikan rekomendasi kepada pemerintah dan PT Pertamina (Persero). Pertama, evaluasi Perpres Nomor 38 Tahun 2019 terkait perluasan penggunaan LPG bersubsidi," ucap Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Kedua, lanjut Ipi, pemerintah diminta mengubah kebijakan dari subsidi harga komoditas ke PT Pertamina menjadi bantuan langsung (targeted subsidy) dalam bentuk "cash transfer" dengan utilisasi Basis Data Terpadu (BDT).
"Sekarang dikenal dengan DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) yang memiliki NIK (Nomor Induk Kependudukan) sebagai target penerima subsidi energi," kata Ipi.
Ketiga, kata dia, adanya perbaikan "database" untuk target penerima Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
Untuk diketahui, pada rentang Januari-Juli 2019, KPK telah melakukan Kajian Sistem Tata Kelola Program LPG 3 kilogram.
Kajian itu dilakukan untuk memetakan potensi kerawanan dan permasalahan dalam program LPG bersubsidi serta merumuskan langkah-langkah strategis dan operasional dalam program LPG bersubsidi.
KPK pun menemukan dua permasalahan dalam program LPG bersubsidi tersebut.
Permasalahan pertama terkait aspek perencanaan, yakni tidak jelasnya kriteria pengguna LPG bersubsidi dan tidak akuntabelnya penerapan kuota penerima LPG bersubsidi.
Kedua dari aspek pelaksanaan, yaitu lemahnya sistem pengawasan distribusi, lemahnya kendali dalam implementasi penerapan Harga Eceran Tertinggi (HET), dan tidak operasionalnya pengaturan zona distribusi LPG Public Service Obligation (PSO).
Ipi mengatakan ada tiga kesimpulan atas kajian yang telah dilakukan KPK, yaitu upaya pemerintah untuk konversi penggunaan minyak tanah menjadi LPG dengan subsidi harga komoditas terbukti tidak efektif dengan meningkatnya anggaran subsidi melebihi subsidi minyak tanah.
"Kemudian, subsidi harga LPG 3 kilogram bermasalah mulai dari perencanaan, operasional, pengendalian, dan pengawasan, serta mekanisme pengendalian melalui distribusi tertutup terbukti gagal," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020