Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo menjadikan Indonesia sebagai contoh kehidupan harmonis dalam beragama, seiring dengan dirinya yang mengecam ekstremisme dan kekerasan atas nama keyakinan tertentu.
"Sungguh, tidak ada alasan untuk menyebut Islam tidak dapat tumbuh berdampingan secara damai dengan Kristen atau Buddha. Kita semua tahu bahwa koeksistensi dalam damai dan rasa saling menghormati adalah hal yang mungkin," kata Pompeo dalam dialog bersama Gerakan Pemuda Ansor di Jakarta, Kamis.
"Indonesia, sejak Reformasi 1998, telah memberikan contoh positif kepada dunia tentang bagaimana aspek yang berbeda-beda, kelompok etnis yang berbeda-beda, dan juga ideologi yang berbeda-beda dapat hidup bersama dengan damai," ujar Pompeo.
Ia menambahkan bahwa keharmonisan di tengah perbedaan keyakinan akan sulit diterima oleh pihak yang memelintir ajaran Islam demi memberikan pembenaran atas perilaku kekerasan mereka--yang dalam hal ini disebut ISIS sebagai contoh.
Dalam acara yang dipandu oleh Katib 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf dan dihadiri sejumlah tokoh lintas agama itu, Pompeo memuji dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, NU dan Muhammadiyah, atas peran mereka menciptakan kebebasan beragama.
"Kelompok seperti NU dan Muhammadiyah merepresentasikan puluhan juta umat Muslim Indonesia yang percaya pada tradisi toleransi dengan demokrasi yang berkembang," kata Menlu AS.
Terkait dengan kebebasan beragama, Pompeo menyerukan agar lebih banyak tokoh keagamaan yang berbicara dan menentang diskriminasi serta penindasan terhadap siapa saja yang hak hidupnya, termasuk hak beragamanya dilanggar.
Untuk hal itu, ia menyebut isu Muslim Rohingya di Myanmar dan Muslim Uighur di Xinjiang, China, sebagai masalah pelanggaran hak kemanusiaan yang terkait dengan kebebasan beragama.
Pompeo melakukan lawatan resmi ke negara-negara Asia, pada 25-30 Oktober. Ia telah mengunjungi India, Sri Lanka, Maladewa, kemudian menjalankan agenda selama satu hari di Indonesia.
Di Indonesia sendiri, Pompeo mengawali kunjungan dengan melakukan pertemuan bilateral bersama Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, lalu bertemu dengan Presiden RI Joko Widodo. Terakhir, ia hadir dalam dialog keagamaan GP Ansor.
Setelahnya, Pompeo dijadwalkan singgah dahulu di Vietnam--untuk kunjungan yang awalnya tidak masuk dalam rencana perjalanan ini--pada Kamis dan Jumat (30/10) esok, sebelum kembali ke AS.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020
"Sungguh, tidak ada alasan untuk menyebut Islam tidak dapat tumbuh berdampingan secara damai dengan Kristen atau Buddha. Kita semua tahu bahwa koeksistensi dalam damai dan rasa saling menghormati adalah hal yang mungkin," kata Pompeo dalam dialog bersama Gerakan Pemuda Ansor di Jakarta, Kamis.
"Indonesia, sejak Reformasi 1998, telah memberikan contoh positif kepada dunia tentang bagaimana aspek yang berbeda-beda, kelompok etnis yang berbeda-beda, dan juga ideologi yang berbeda-beda dapat hidup bersama dengan damai," ujar Pompeo.
Ia menambahkan bahwa keharmonisan di tengah perbedaan keyakinan akan sulit diterima oleh pihak yang memelintir ajaran Islam demi memberikan pembenaran atas perilaku kekerasan mereka--yang dalam hal ini disebut ISIS sebagai contoh.
Dalam acara yang dipandu oleh Katib 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf dan dihadiri sejumlah tokoh lintas agama itu, Pompeo memuji dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, NU dan Muhammadiyah, atas peran mereka menciptakan kebebasan beragama.
"Kelompok seperti NU dan Muhammadiyah merepresentasikan puluhan juta umat Muslim Indonesia yang percaya pada tradisi toleransi dengan demokrasi yang berkembang," kata Menlu AS.
Terkait dengan kebebasan beragama, Pompeo menyerukan agar lebih banyak tokoh keagamaan yang berbicara dan menentang diskriminasi serta penindasan terhadap siapa saja yang hak hidupnya, termasuk hak beragamanya dilanggar.
Untuk hal itu, ia menyebut isu Muslim Rohingya di Myanmar dan Muslim Uighur di Xinjiang, China, sebagai masalah pelanggaran hak kemanusiaan yang terkait dengan kebebasan beragama.
Pompeo melakukan lawatan resmi ke negara-negara Asia, pada 25-30 Oktober. Ia telah mengunjungi India, Sri Lanka, Maladewa, kemudian menjalankan agenda selama satu hari di Indonesia.
Di Indonesia sendiri, Pompeo mengawali kunjungan dengan melakukan pertemuan bilateral bersama Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, lalu bertemu dengan Presiden RI Joko Widodo. Terakhir, ia hadir dalam dialog keagamaan GP Ansor.
Setelahnya, Pompeo dijadwalkan singgah dahulu di Vietnam--untuk kunjungan yang awalnya tidak masuk dalam rencana perjalanan ini--pada Kamis dan Jumat (30/10) esok, sebelum kembali ke AS.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020