Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia tidak memberikan tanggapan atas surat yang dikirimkan Badan Pengawas Pemilu Kabupaten Sabu Raijua di NTT terkait permintaan data kewarganegaraan calon bupati Sabu Raijua, Orient Patriot Riwu Kore.
Dalam keterangan pers dari Gedung Badan Pengawas Pemilu, di Jakarta, Kamis, Ketua Badan Pengawas Pemilu, Abhan, mengatakan, mereka telah melakukan berbagai upaya untuk mengklarifikasi dugaan pelanggaran Riwu Kore sejak sebelum masa penetapan pasangan calon bupati dan wakil bupati Sabu Raijua, yakni pada 23 September 2020.
"Kami sudah melakukan upaya jauh hari, sebelum penetapan pasangan calon. Jadi sudah dilakukan oleh teman-teman di Bawaslu Sabu Raijua dengan bersurat dan sebagainya. Namun, sampai hari ini juga belum ada jawaban," kata Abhan.
Tidak kurang Badan Pengawas Pemilu Kabupaten Sabu Raijua mengirimkan surat resmi kepada Kantor Imigrasi Provinsi NTT, Kantor Imigrasi Kupang, dan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM soal kewarganegaraan Riwu Kore itu.
Pasal 7 ayat 1 UU Nomor 10/2016 tentang Pilkada menegaskan bahwa calon kepala daerah haruslah seorang penyandang kewarganegaraan Indonesia.
Adapun pada pasal 23 huruf h UU Nomor 12/2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, tegas dinyatakan bahwa warga negara Indonesia kehilangan kewarganegaraan Indonesia-nya jika memiliki kartu identitas resmi dari negara lain.
Indonesia tidak menganut kewarganegaraan ganda kecuali anak hasil perkawinan campur hingga anak itu berusia 18 tahun, saat anak itu harus memilih kewarganegaraannya, apakah mengikuti kewarganegaraan ayah atau ibunya.
Abhan menjelaskan, Badan Pengawas Pemilu Kabupaten Sabu Raijua mengirimkan surat pertama kali pada 5 September 2020 kepada kepala Kantor Imigrasi Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) melalui Surat No.118/K.Bawaslu-SR/HK.00.02/IX/2020 perihal permintaan data kewarganegaraan Riwu Kore.
Surat itu dijawab kepala Kantor Imigrasi Kupang pada 10 September 2020 melalui Surat No.W22.IMI.IMI.1.GR.01.03.01-1211 pada 10 September 2020, yang menjelaskan bahwa pasangan calon bupati dan wakil bupati Sabu Raijua merupakan WNI.
"Namun surat itu kemudian ditarik Kanim Kelas I TPI Kupang pada 15 September 2020, dengan alasan yakni Kanim Kelas I TPI Kupang masih dalam proses koordinasi dengan instansi terkait, dalam rangka mendalami status kewarganegaraan calon bupati atas nama Orient Patriot Riwu Kore," jelasnya.
Hingga kini, Badan Pengawas Pemilu belum mendapatkan kembali surat balasan terkait status kewarganegaraan Riwu Kore itu.
Selanjutnya, pada 10 September 2020, Badan Pengawas Pemilu Kabupaten Sabu Raijua mengirimkan surat Nomor 126/K.Bawaslu-SR/HK.00.02/IX/2020 kepada Direktorat Lalu Lintas Keimigrasian, Direktorat Jenderal Keimigrasian Kementerian Hukum dan HAM perihal permintaan data kewarganegaraan. Surat tersebut hingga kini belum mendapat tanggapan dari Kementerian Hukum dan HAM.
Pada 16 September 2020, Badan Pengawas Pemilu Kabupaten Sabu Raijua kembali mengirimkan surat ke Kementerian Hukum dan HAM; kali ini surat ditujukan kepada Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM, dengan Nomor 137/K.Bawaslu-SR/HK.00.02/IX/2020, perihal permohonan informasi data kewarganegaraan. Surat itu pun juga tidak kunjung mendapat balasan.
Pada 19 Oktober 2020, Badan Pengawas Pemilu Kabupaten Sabu Raijua mengirimkan surat lagi ke Direktorat Lalu Lintas Keimigrasian dengan Nomor 177/K.Bawaslu-SR/HK.00.02/IX/2020 perihal permintaan bantuan memeriksa serta keterangan terkait status kewarganegaraan dari Calon Bupati atas nama Orient P. Riwu Kore. Hingga saat ini, Kementerian Hukum dan HAM juga belum menanggapi surat itu.
Pada 21 Oktober 2020, Badan Pengawas Pemilu Kabupaten Sabu Raijua mengirimkan lagi surat ke Dirjen Administrasi Hukum Umum dengan Nomor Surat 178/K.Bawaslu-SR/HK.00.02/IX/2020 perihal permintaan kerja sama untuk membantu Bawaslu mengecek status kewarganegaraan Riwu Kore. Surat itu juga tidak ditanggapi Kementerian Hukum dan HAM.
Terakhir, Badan Pengawas Pemilu Kabupaten Sabu Raijua bersurat ke Direktur Sistem dan Teknologi Informasi, Ditjen Imigrasi Kemenkumham pada 18 November 2020, dengan Nomor Surat 199/K.Bawaslu-SR/HK.00.02/IX/2020; dan surat tersebut juga tidak direspon sampai saat ini.
Kasus kewarganegaraan ganda pada pejabat publik Indonesia pernah terjadi sebelumnya, saat Arcandra Tahar diketahui memiliki paspor Amerika Serikat sejak 2012.
Hal ini terungkap setelah dia dilantik dan diambil sumpahnya sebagai menteri ESDM pada Kabinet Kerja Pertama, pada 27 Juli 2016. Ia hanya dua pekan ada di kursi itu sampai akhirnya dia dicabut sebagai menteri ESDM. Kenyataan ini sempat menjadi polemik di ruang publik dan pemberitaan.
Kemudian, Tahar dikukuhkan kembali identitas kewarganegaraan Indonesia-nya dan pada Oktober 2016 dilantik menjadi wakil menteri ESDM.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021