Bertepatan dengan Hari Hutan Internasional, Organisasi PBB untuk Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization of the United Nations/FAO) menyampaikan berinvestasi dalam restorasi hutan dan lahan akan membantu memulihkan kesehatan, ekonomi dan kesejahteraan manusia.

"Kita dapat pulih dari krisis kesehatan, lingkungan, dan ekonomi planet kita. Hutan dapat membantu kita mengatasi kemiskinan dan kelaparan serta mengurangi ketimpangan. Mari pulihkan hutan!," ujar Kepala Perwakilan FAO untuk Indonesia ad interim, Richard Trenchard dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu.
 

Ia mengatakan restorasi menawarkan prospek untuk mengembalikan pohon dan hutan ke landskap hutan yang kritis dan terdegradasi dalam skala besar, sehingga meningkatkan ketahanan ekologi dan produktivitas.

Ia menambahkan hutan memberikan manfaat kesehatan bagi semua orang, seperti udara segar, makanan bergizi, air bersih, dan ruang rekreasi.

"Kerusakan hutan merusak kesehatan lingkungan dan manusia serta meningkatkan emisi karbon dan mengurangi keanekaragaman hayati. Kita harus ingat bahwa hampir sepertiga dari penyakit menular baru terkait dengan perubahan penggunaan lahan seperti penggundulan hutan," katanya.

Di tengah pandemi global COVID-19 di Indonesia dan di seluruh dunia, ia menyampaikan itu semakin menyadarkan semua pihak bahwa kesehatan merupakan hal yang amat penting saat ini.

"Karena itu, kita ingin membangun semua dengan lebih baik untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) pada tahun 2030," katanya.

Di negara maju, katanya, hingga 25 persen dari semua obat-obatan berasal dari sumber nabati. Sementara di negara berkembang, kontribusinya mencapai 80 persen.

Hutan juga menyediakan pangan sehat. Masyarakat Adat biasanya mengonsumsi makanan dalam jumlah besar yang dipanen di hutan. "Hutan yang sehat juga berkontribusi bagi kesehatan manusia," katanya.

Dalam setahun, kata Richard, dunia kehilangan 10 juta hektare hutan atau lebih dari setengah luas Sulawesi, dan degradasi lahan mempengaruhi hampir dua miliar hektare, sebuah wilayah yang lebih luas dari Amerika Selatan.

Ia menambahkan deforestasi dan degradasi hutan menyebabkan meningkatnya gas rumah kaca dan menyebabkan lebih dari delapan persen tumbuhan hutan dan lima persen hewan hutan berada pada "risiko sangat tinggi" kepunahan.
 

Pemerintah Indonesia, lanjutnya, merilis data terbaru yang menunjukkan bahwa laju deforestasi tahun lalu mencapai titik terendah selama lima tahun terakhir.

Pada 2019, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah merehabilitasi sekitar 400 ribu hektare hutan dan saat terjadi pandemi KLHK berencana menambah jumlah bibit yang akan ditanam pada tahun 2021.

"Kemajuan tersebut benar-benar kabar baik bagi kita semua. Restorasi dan pengelolaan hutan yang lestari akan membantu mengatasi perubahan iklim dan krisis keanekaragaman hayati secara bersamaan serta menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan untuk pembangunan berkelanjutan," katanya.

Pewarta: Zubi Mahrofi

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021